Malam ini Rumah Besar Adhiwangsa sudah kembali seperti semula. Para kerabat sudah pulang, para Pekerja yang tidak tidur di rumah juga sudah pulang ke rumah masing-masing.
Nyonya Rahayu, Aji, Dyo, dan Lintang tengah berkumpul di dalam ruang televisi. Kembali menikmati rumah mereka yang akhirnya kembali ceria karena kehadiran Bunda walau masih kurang kehadiran Ayah, karena Beliau masih berjibaku dengan pekerjaannya di lantai tiga.
Setelah beberapa saat berlalu, Aji yang memang tengah menimbang-nimbang sebuah amplop berisikan sebuah undangan yang dititipkan oleh Yayasan tempatnya bersekolah untuk ia berikan kepada orang tua-nya, berulang kali menoleh ke arah Nyonya Rahayu, seolah mencari waktu yang tepat.
Bukan segan, ia paham sekali bahwa Bunda-nya itu tidak boleh kelewat lelah, sedangkan apa yang dibawanya merupakan undangan untuk orang tua murid yang anak-nya mengikuti turnamen antar sekolah, yang memang rutin diadakan setiap tahun.
Dan Aji mendapat kesempatannya tahun ini, bertepatan dengan tahun kelulusannya. Bukan hal yang berlebihan rasanya kalau Aji menginginkan paling tidak salah satu dari kedua orang tua-nya dapat hadir untuk sekedar menonton dan memberikannya sebuah dukungan, walau kesempatan menang memang belum tentu besar.
Namun sebuah bayangan bahwa Bunda-nya akan bersempit-sempitan dengan banyaknya orang di Gelanggang olah raga, membuatnya sedikit khawatir.
Apa enggak usah aja, ya?
Kepalanya kembali menoleh, mengikuti gerakan Bunda-nya yang tengah menyisir helaian rambut si anak Bungsu dengan sangat lembut sambil kedua matanya tak lepas menonton apa saja yang disuguhkan di dalam layar kaca.
Lintang sedang merebahkan kepala-nya di atas pangkuan Beliau sambil ikut-ikutan menonton.
Perhatian Aji terdistraksi dengan pemandangan tersebut.Kapan terakhir kali ia bermanja-manja dengan Bunda?
Lalu, setelah memantapkan hatinya, Aji beranjak perlahan. Ia menggeser tubuhnya ke atas sofa tepat di samping tubuh Nyonya Rahayu yang sedang bersantai.
"Bunda?" Tegur Aji dengan suara yang pelan.Nyonya Rahayu kemudian menolehkan kepalanya. "Kenapa, Mas Aji...?" Tanya Beliau dengan suara yang lembut keibuan.
Namun entah mengapa semua itu tak mampu menghapus kegundahan hatinya.
Kemudian Aji menyerahkan undangan Yayasan yang sedari tadi digenggamnya. Nyonya Rahayu langsung menerima benda yang sudah agak lecek tersebut. Mengeluarkan kertas undangannya dari dalam amplop, dan membaca setiap kalimat yang tertulis di atasnya."Mas Aji kepilih ikut turnamen tahun ini??" Tanya Nyonya Rahayu dengan intonasi suara yang penuh bangga. Senyum manis milik Beliau lagi-lagi terkembang. Senyum manis yang mampu membuat persendian tubuh Aji tak setegang sebelum ini. Setidaknya ia lega sudah berani menyerahkan undangan tersebut.
"Tanggal berapa, Mas Aji?"
"Tanggal 27, Bun, hari Sabtu minggu depan."
Lalu air wajah Nyonya Rahayu total berubah. "Sebentar ya, Mas Aji... Bunda liat jadwal Mas Dyo dulu."
Aji kemudian menolehkan kepalanya ke arah Dyo. Adik tertuanya itu sedang khidmat sekali menyemil, padahal Dyo sempat uring-uringan karena berat tubuhnya sedikit naik, mengakibatkan kedua pipinya menggembul mirip kedua pipi Lintang, si Bungsu mereka.
"Tanggal 27 kamu ada jadwal, Dyo?" Tanya Aji.
Dyo menganggukkan kepalanya tanpa repot-repot menoleh ke arah Aji karena adegan film di televisi sedang seru-serunya. "Iya. Shooting iklan di Bali sama Bunda. Dari tanggal 25 sampai tanggal 28, malah. Iya, bukan, Bun? Kata Bunda, sekalian liat keadaan hotel yang di sana."
Nyonya Rahayu mengendurkan kedua bahunya. Reaksi wajahnya kembali berubah. Kali ini antara sedih, kecewa, dan mungkin masih banyak lagi yang lain, hanya dirinya yang tahu.
"Bunda minta Ayah aja yang nonton, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Glimpse of Heaven : Passé - Koo Junhoe & Kim Jiwon [Completed]
Fanfiction(2) "Kita berpikir sudah baik, tapi Tuhan belum tentu beranggapan demikian, Mas..." "Maksudnya, Lingga?" "Aku mencintai Seseorang yang enggak balas mencintaiku..." Laki-laki manis itu terdiam sebentar, jantungnya seperti ingin meloncat dari tempatn...