Freezing

138 19 1
                                    

Lintang bertolak sebelah pinggang. Kedua sudut matanya entah ia tolehkan ke mana sebagai gestur tak nyamannya. Ada banyak yang ingin ia utarakan kepada Aji, sedangkan Aji kini sedang menunggu jawabannya di seberang sambungan telepon mereka siang ini, namun tak jua mampu keluar dari mulutnya.

"Haaahhh..." Lintang menghembuskan nafasnya panjang-panjang. Sebelah tangannya kemudian mengurut pelipisnya sebentar.

"Ini, nih..." Jawab Lintang pada akhirnya. "Kita lagi bahas keadaan Lingga, tapi begitu gue sebut Ayah, Lingga langsung kalah enggak pake nanti." Dia tertawa hambar. "Gue bingung, Mas..."

Lintang pikir Aji akan langsung membantahnya mentah-mentah, namun ternyata tidak. Ia bahkan mampu membayangkan dengan jelas bagaimana raut wajah Kakak tertua-nya itu sekarang.

"Fokus dulu sebentar. Gue minta lo fokus dulu untuk sekarang." Lintang berkata sekali lagi, lalu menarik nafasnya dalam-dalam sebelum menghembuskannya perlahan. Ia akan mencoba bercerita dari awal sekali lagi.

"Siklus tidur Lingga berantakan setelah peluncuran Katalog Luxus minggu kemarin. Dia bisa tidur hampir 20 jam sehari, menolak bangun, menolak makan, menolak mandi, dan Indra terpaksa menghadapi sisa pekerjaan Lingga mengenai operasional Luxus sampai detik ini."

Lintang menjeda ceritanya. "Mas?" Tegurnya kepada Aji. Kedua telinganya samar-samar mendengar tarikan nafas Aji mulai tak beraturan.

"Jangan panik, please. Ini makanya kenapa gue enggak mau cerita tentang Lingga di mana lo sedang menghadapi pekerjaan lo di sana. Jadi tolong, tenang sedikit, oke?"

'Lalu?' Aji seolah tak mampu lagi bersabar karena menurutnya Lintang terlalu mengulur waktu hanya untuk bercerita. Ia hanya ingin tahu apa penyebab Lingga menjadi begini.

"Ternyata Ayah pernah panggil Lingga ke Rumah Besar sebelumnya, dalih Beliau adalah mengobrol. Menanyakan tentang apa pun yang Beliau ingin dengar, dan—" Lintang memejamkan kedua matanya, "dan menanyakan tentang kemajuan rencana perjodohan lo, mengatakan betapa Beliau berharap beberapa kemungkinan, dan lain-lain. Gue belum terlalu paham semenjak Lingga enggak bisa gue tanya-tanya."

'Setelah itu Ayah ada tanya apa lagi sama lo?'

Lintang merasa tak ada gunanya berkata panjang lebar tentang mengenyampingkan Ayah mereka dahulu untuk saat ini, karena bagaimana pun keadaan Lingga jauh lebih penting sekarang.

"Mas..."

'Lintang?'

Lintang meneguk salivanya, "Ayah cuma mau lo cepat-cepat jawab. Beliau mau mendengar kabar yang baik, katanya. Tapi kabar yang baik di sini entah mengacu kepada apa juga gue enggak yakin."

'Oke.'

"Mas—"

'Let me handle it.'

"Lo mau handle kayak gimana? Mau jujur sama Ayah tentang lo dan Lingga?"

Yang Lintang dengar selanjutnya adalah nada sambung putus-putus di mana Aji memutus sambungan mereka begitu saja.


*

*

*


"Sorry gue baru share tentang ini ke lo, karena jujur gue juga agak kewalahan ngebagi waktu, Mas. Ada banyak jadwal Lingga yang akhirnya harus gue back-up karena kondisi Lingga yang enggak memungkinkan." 

Indra tidak berbohong sama sekali untuk yang satu ini. Dia benar-benar kesempitan waktu yang memang tidak pernah luang.

Sebelah tangannya kemudian membelai lembut kepala Lingga, menyaksikan lelapnya tidur laki-laki itu. 

Glimpse of Heaven : Passé - Koo Junhoe & Kim Jiwon [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang