"Mas Aji...?"
"Ya, Yah?"
"Bisa tolong ambilkan tongkat Ayah di kamar, 'Nak?"
"Sebentar, Yah—"
"Ini, Mas..."
Tiba-tiba Dea sudah berada di hadapannya dengan kemudian menyerahkan sebilah tongkat yang terbuat dari kayu jati. "Tadi aku lihat Om agak kepayahan untuk berjalan, makanya tadi sempat minta izin ke Lintang untuk ambil tongkat ini dari dalam kamarnya Om."
"Thank you, De..."
Dea tersenyum kepada keduanya sambil kembali mengambil alih tongkat tersebut dan menyerahkannya kepada Tuan Jayeng secara langsung dan membantu Beliau. Kesehatan Tuan Jayeng sempat menurun drastis beberapa hari yang lalu, namun bersyukurnya pagi ini Beliau sudah tampak sehat seperti sedia kala, mungkin dikarenakan jadwal mereka pagi ini, karena betapa pun, pernikahan Dyo dan Lingga adalah satu hal yang paling dinanti olehnya.
"Silahkan, Om—"
"Ayah, Dea... Panggil saya Ayah."
"Baik, Yah."
Bukannya Dea tidak senang telah diterima dengan baik di dalam keluarga Adhiwangsa sebagai seseorang yang awalnya dikenal hanya sebatas teman kemudian berubah total menjadi Tunangan Aji seperti ini, namun beban moral yang ditanggungnya tidak main-main. Kepalanya menoleh ke arah Aji, melihat bagaimana leganya wajah laki-laki itu membuatnya seketika melupakan kegundahannya barusan.
Mungkin yang terlihat orang kebanyakan adalah dirinya yang tidak setia kepada Arsa. Hanya Aji, Dokter Damaris, dan dirinya saja yang mengetahui hal yang sebenarnya, maka Dea memutuskan tidak ambil peduli walau sempat merasa tidak enak hati.
Aji membutuhkan pertolongannya, begitu pun dirinya dan Arsa.
Walau pun ia tahu sekali bahwa keputusan Aji yang satu ini merupakan tindakan impulsif, namun menyembunyikan hubungan mereka yang sebenarnya bukan lah hal yang sebanding dengan nominal uang yang sudah dikucurkan Aji demi pengobatan Arsa, seharusnya ia mampu bertahan.
Keadaan Arsa kini sudah jauh membaik dan segalanya berkat pertolongan Aji, itu lah satu-satunya alasan mengapa ia memilih bertahan.
"Kita berangkat sekarang?" Lintang hadir sambil mengenakan sebuah luaran mirip blazer yang dijahitkan oleh Lingga khusus untuknya beberapa waktu lalu.
Gladi resik upacara pemberkatan Lingga dan Dyo akan berlangsung siang ini. Seharusnya Aji tidak perlu ikut, Dea pun sudah mengatakan hal yang serupa kepada Tuan Jayeng, namun Beliau benar-benar tidak ingin ada yang terlewat.
Lintang berkata kepada ketiganya, "Ayah dan Dea bisa ikut gue, lo bisa belakangan aja, Mas. Mobil lo masih suka ngadat, kan? Gue takut malah mogok di jalan. Nyusul sebisa lo aja." Ia paham bahwa Aji tidak mungkin ikut hadir. Keadaan hati kakaknya itu sudah sungguh parah, belum lagi tentang gangguan kecemasan yang belakangan ini ia ketahui mulai masuk ke dalam level yang cukup mengkhawatirkan.
"Mobil Mas Aji rusak?" Tanya Tuan Jayeng dengan wajahnya yang prihatin. "Tapi bisa pakai mobil yang lain, kan?"
"Tokoh utamanya Kak Lingga dan Mas Dyo, jadi Mas Aji enggak perlu terburu-buru untuk datang, Yah." Selak Dea, walau terdengar tidak patuh, ia tidak menginginkan sesuatu yang tidak enak timbul di dalam sebuah acara di mana dirinya yang menjadi Penanggung jawab utama. "Kami tunggu di sana ya, Mas?"
Aji menganggukkan kepalanya saja.
*
*
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Glimpse of Heaven : Passé - Koo Junhoe & Kim Jiwon [Completed]
Fanfiction(2) "Kita berpikir sudah baik, tapi Tuhan belum tentu beranggapan demikian, Mas..." "Maksudnya, Lingga?" "Aku mencintai Seseorang yang enggak balas mencintaiku..." Laki-laki manis itu terdiam sebentar, jantungnya seperti ingin meloncat dari tempatn...