3 Januari 2004
"Bunda titip Adik-adik ya, Mas Aji...? Titip Ayah... Titip segalanya kepada Mas Aji..."
Satu pagi di mana Aji merasa dunianya telah hancur berkeping.
Bagai meninggalkannya seorang diri dengan begitu banyak luka segar menganga.
Aji mengeratkan sebelah genggaman tangannya pada pergelangan tangannya yang lain.
Pesan terakhir yang Nyonya Rahayu sampaikan kepadanya tadi malam, dengan suara Beliau yang sudah terdengar putus-putus dan penghujung nafas, sebelum akhirnya Tuan Damaris melepaskan semua alat bantu yang menempel di atas sekujur tubuh Beliau atas persetujuan sang Suami, telah menyedot kesadaran Aji hingga habis.
Kalau bukan karena keberadaan Tuan Dirga dan Lingga yang selalu mendampinginya hingga detik ini, apalagi saat tubuh sang Ibunda disemayamkan, mungkin Aji sudah tak paham lagi akan bagaimana dirinya.
Ada sesuatu yang membuat Aji tak begitu ikhlas dengan kepergian Nyonya Rahayu.
Betapa dirinya tak begitu diperhatikan...
Betapa kesulitannya ia hanya demi mereguk kasih sayang Beliau...
Betapa raganya bahkan rindu dengan sentuhan hangat seorang Ibu...
Namun bukan berarti Aji akan sangat tega berkata bahwa Nyonya Rahayu cenderung pilih kasih dalam melimpahkan cintanya di antara dirinya dan dua adiknya yang lain, walau memang seperti itu lah yang ia rasakan.
"Mas Aji?"
Dengan tanpa tenaga Aji menggerakkan kepalanya tipis seolah menjawab bahwa ia mendengar teguran pelan Tuan Dirga terhadapnya. "Tamu sudah banyak yang pulang. Mas Aji bisa istirahat sebentar di kamar." Ucap Beliau.
Istirahat...?
Dengan isi kepalanya yang terasa kosong namun seolah penuh.
Dengan raga yang mati rasa, namun sangat lelah.
Aji menganggukkan kepalanya saja.
Iya.
Mungkin Aji butuh segera beristirahat mengingat tidurnya memang tak nyenyak beberapa malam terakhir. Bahkan ia benar-benar tak tidur sejak semalam."Ayah di mana, Om?" Kali ini Aji mengeluarkan beberapa kata lebih banyak sejak kemarin. Tuan Dirga menghembuskan nafasnya sangat lega. Setidaknya Aji tak begitu kehilangan fokus, buktinya Aji masih bisa mengingat keberadaan sang Ayah, yang sama terpukulnya dengan keadaannya sekarang.
"Ayah masih menemani beberapa tamu." Jawab Tuan Dirga sambil menangkup kedua bahu Aji agar Aji tak lupa permintaannya untuk segera beristirahat, dan menuntunnya menjauh dari tengah-tengah ruangan yang masih terlihat sedikit ramai dengan para kerabat.
Tampak di sana juga ada Dyo dan Lintang dengan kondisi serupa, namun entah mengapa Tuan Dirga merasa memiliki sebuah keharusan untuk lebih waspada akan keadaan Aji dibandingkan yang lain.
"Lingga ke mana?" Tanya Aji lagi sambil mengusap kedua matanya yang berangsur perih, karena mengantuk, pun karena bekas menangis.
Tuan Dirga tersenyum hangat, "Om tadi minta Lingga untuk pulang dulu sebentar."
Aji menganggukkan kepalanya, masih dengan tubuhnya yang dituntun oleh Tuan Dirga. Kini keduanya berjalan menapaki tangga dengan perlahan menuju ke lantai dua, ke arah kamar tidurnya.
Tuan Dirga mendudukkan tubuh Aji di atas sofa. Membantu Aji membuka jas formal-nya yang berwarna hitam dan menggantungkannya di belakang pintu kamar. Beliau juga menuang air mineral ke dalam sebuah gelas kaca bening, lalu menyerahkannya kepada Aji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glimpse of Heaven : Passé - Koo Junhoe & Kim Jiwon [Completed]
Fanfiction(2) "Kita berpikir sudah baik, tapi Tuhan belum tentu beranggapan demikian, Mas..." "Maksudnya, Lingga?" "Aku mencintai Seseorang yang enggak balas mencintaiku..." Laki-laki manis itu terdiam sebentar, jantungnya seperti ingin meloncat dari tempatn...