2.

342 60 2
                                    

Yubi tengah menggenggam tangan hangat sang putra yg begitu halus menempel pada sebelah pipi gembilnya, ujung matanya sesekali melirik seseorang yg masih asik dengan ponsel membuat Yubi geram.

Berbanding terbalik dengan Elias, walaupun tampak tidak perduli hati kecil tetap merasa sedikit nyeri ketika ujung matanya melihat sang putra terbaring lemah tak berdaya dengan tubuh yg mulai kurus.

Elias terus menelan salivanya dengan sulit. "Apa kamu bisa berhenti memainkan ponselmu?" tanya Yubi dengan nada sedikit kesal. Elias menghembuskan nafasnya kasar dan memasukan ponselnya kedalam saku.

"Anakmu sakit.. Apa kamu gak penasaran dengan keadaannya?" lagi2 Yubi bertanya dan berdiri di hadapan suaminya.

"Apa aku terlihat peduli?" jawaban Elias membuat Yubi menggeleng tidak percaya. "Lalu untuk apa kamu datang?"

"Kamu yg memintaku untuk datang bukan?" Yubi lagi2 memijat pangkal hidungnya. Sebenarnya Elias bisa saja mengabaikan perintah Yubi, namun ia juga sedikit merasa penasaran dengan keadaan Danny.

Bagaimanapun juga Danny adalah darah dagingnya, Elias juga akan terluka perasaannya jika melihat Danny sakit, namun egonya terlalu besar hingga menutup rasa simpatinya terhadang anaknya sendiri.

"Kalau begitu kamu pergi saja, aku bisa menjaganya sendiri.. Dan jangan pernah menyesal nantinya, jika nanti kamu kehilangan satu-satunya harta berharga milikmu" peringatan Yubi kentara begitu jelas dan menusuk hati kecil Elias.

"Apa maksudmu? Apa Danny akan segera mati? Baguslah, itu karma karena dia sudah membunuh ibunya" dengan santainya Elias menyebutkan kata mati.

"Dia darah dagingmu, dia adalah bukti cinta kalian.. Ibunya meninggal karena takdir, itu semua bukan salahnya. Kamu hanya melampiaskan kekecewaanmu pada Tuhan"

"Aku tau jauh di dalam lubuk hatimu, kamu ingin membelainya. Memberikan segala kasih sayangmu padanya, sadarlah Elias dia adalah putra kandungmu yg bahkan tidak pernah membencimu yg selalu mengabaikannya setiap saat. Setiap hari Danny selalu ingin mengakhiri hidupnya, namun setiap kali keinginan itu datang. Harapannya selalu berhasil membuatnya berhenti. Dia selalu berharap pelukan hangatmu Elias" ujar Yubi dengan iris yg berembun dan memerah.

Namun Elias merotasikan matanya malas dengan celotehan Yubi, dan memilih untuk pergi keluar dari ruangan itu. Baru saja beberapa langkah Elias menjauh, lenguhan kecil Danny terdengar membuat Elias kembali menoleh dengan spontan.

Belum sempat Yubi melebarkan senyum di bibirnya, Danny terbatuk beberapa kali. Yubi berfikir anaknya mungkin saja haus dan hendak memberinya minum, baru saja jemarinya menyentuh gelas di atas nakas Danny malah memuntahkan darah.

Melihat hal itu dengan cepat Elias mendekatinya dan membiarkan telapak tangannya menampung darah yg di muntahkan putranya, tangan Elias yg lainnya sibuk menekan tombol emergency agar dokter segera datang.

Di saat itu Elias bahkan melupakan segala image nya sebagai seorang menteri, seperti isi kepalanya hanya memikirkan keselamatan Danny.

Yubi malah menatapnya heran, baru kali ini ia melihat suaminya begitu panik dan membiarkan pakaiannya yg rapi di nodai. Sebelumnya bahkan Yubi masih mendengar Elias menyebut putranya seorang pembunuh dan tidak peduli jika putranya mati.

Sekarang berbanding terbalik dengan kenyataan, dugaan Yubi benar jika Elias sebenarnya masih memiliki belas kasih terhadap anaknya. Hanya saja dia lebih memilih memelihara ego yg tidak berguna.

"Katakan padaku, kenapa Danny bisa seperti itu?" tanya Elias yg nampak masih panik, kakinya masih saja menghentak lantai dan juga terus menggigit kuku jari yg masih berlumuran darah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Katakan padaku, kenapa Danny bisa seperti itu?" tanya Elias yg nampak masih panik, kakinya masih saja menghentak lantai dan juga terus menggigit kuku jari yg masih berlumuran darah.

"Dokter bilang, Danny sakit kanker darah sudah stadiun 3" jawab Yubi menundukkan wajahnya dengan suara yg parau.

Sontak Elias membulatkan matanya memandang sang istri yg nampak merunduk dan mulai terisak. "Kamu bercanda yah?" ucap Elias tidak percaya.

"Aku juga tidak ingin mempercayainya, tapi setelah melihatnya seperti itu aku yakin bahwa dokter tidak berbohong".

Elias mengacak rambutnya frustasi juga memukul dinding berkali-kali. "Apa kamu sudah menyesalinya?" ujar Yubi tiba2.

Elias tak mampu menjawabnya, ia malah memijat pangkal hidungnya mendongak menatap langit2 lorong rumah sakit dan tak membiarkan air mata yg sudah membendung jatuh.

"Aku tau kalau perbuatanku selama ini adalah sebuah kesalahan"

"Tapi kamu sudah sangat keterlaluan, kamu membiarkannya sendiri sejak kecil. Kamu bersikap selayaknya seorang ayah hanya di depan publik"

"Aku tau aku salah"

"Hanya itu? Kamu lihat Danny! Dia sudah sangat sakit secara fisik dan mental. Kamu bahkan tidak bisa melindunginya dari Daniel"

"Kenapa kamu jadi bawa2 Daniel?"

"Daniel melakukan kekerasan pada Danny setiap hari, sekujur tubuhnya penuh dengan luka memar. Dia selalu ketakutan, padahal kamu tau tapi lebih memilih menutup mata"

"Aku hanya pernah melihatnya memukul Danny sekali dan itupun tidak terlalu keras kan"

"Daniel sudah sangat kecanduan menyiksa Danny, setiap hari malah semakin parah apa lagi jika dia sedang dalam keadaan mabuk"

Wajah dan ekspresi Elias mulai berubah merah padam seperti memendam amarah, kesalahannya tidak termaafkan oleh Danny bahkan dirinya sendiri tidak bisa memaafkan sikapnya yg begitu jahat pada anaknya sendiri.

"Aku membunuh darah dagingku sendiri" gumamnya.




Guys gimana ceritanya? Suka gak? Kalo kalian suka tulis komentarnya? Jangan lupa vote yah supaya aku tambah semangat lagi buat menulis.

Mau lanjut gak?

Dear Choi DannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang