17.

241 35 7
                                    

Sudah satu minggu terlewati, Daniel terus mengurung dirinya di dalam kamar enggan untuk di temui siapapun.

Yubi sudah sangat kelimpungan di buatnya, ibu mana yg tega membiarkan darah dagingnya tidak makan dengan benar dan terus menerus menyalahkan diri.

Setiap hari Yubi menangis sambil memanggil namanya di depan pintu dengan tangan yg membawa nakas berisi nasi dan lauk pauknya yg ia buat sendiri.

Tak henti hentinya tangan kecil Yubi mengetuk pintu kamar Daniel, sampai putranya membiarkan sang ibu melihat keadaannya.

"Daniel!.. " lirik Yubi memanggil

Cklek

Yg di nanti akhirnya membuka pintunya, memperlihatkan sedikit wajahnya yg begitu lesu juga pucat. Lingkar hitam di kedua matanya saja nampak sangat jelas.

"Aku tidak lapar" ujarnya tanpa membuka lebar pintunya.

Namun Yubi menghentikan pintu yg hampir tertutup kembali itu dengan sekuat tenaganya, sampai2 nakas yg ia pegang semula saja di lemparnya sembarangan.

"Tolong hentikan Daniel.. Jangan siksa dirimu seperti ini" lirih Yubi dengan air mata yg senantiasa terus mengalir.

"Ini belum sebanding dengan apa yg telah aku lakukan" ujar Daniel menghela nafasnya.

Yubi semakin terisak menanggapi ujaran sang anak.

"Aku juga tidak sanggup untuk melukai tubuhku sendiri.. Rasanya sakit sekali" dengan wajah depresi Daniel memperlihatkan kedua tangannya yg sudah penuh dengan luka memar.

Yubi menutup mulutnya saking terkejutnya melihat keadaan putranya tak lagi memiliki akal sehat.

"Apa aku menyayat nadiku saja, sakitnya hanya sebentar.. Danny kuat sekali menahan semua pukulan dariku" tanpa sadar air matanya mengalir.

"Tidak!! Tidak!! Tolong jangan lakukan apapun nak.. Jangan sakiti dirimu" Yubi memeluknya dengan begitu erat.

Keadaan Danny kini sudah semakin parah setelah menjalani beberapa kali proses kemoteraphy, tubuhnya semakin sulit di gerakan karena tulang tulang yg retak semakin rapuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keadaan Danny kini sudah semakin parah setelah menjalani beberapa kali proses kemoteraphy, tubuhnya semakin sulit di gerakan karena tulang tulang yg retak semakin rapuh.

Danny hanya bisa berbaring di ranjangnya seharian. Ayahnya Elias tidak pernah meninggalkannya sendirian barang sedetik saja, Elias memutuskan untuk mundur dari dunia politik yg menyesakkan dan berfokus pada putranya.

Elias dengan telaten membasuh wajah dan dan lengan Danny menggunakan handuk basah. Danny terus memandang wajah sang ayah yg terus tersenyum kearahnya.

"Kenapa melihat ayah seperti itu?"

Danny menggeleng dengan pelan. Tapi irisnya tetap memandang wajah sang ayah.

"Apa kau lapar?" tanya Elias yg merasa heran dengan prilaku putranya.

"Aku rindu ibu" lirih Danny pelan namun masih terdengar oleh sang ayah.

"Ayah akan meminta ibu untuk datang" ujar Elias tersenyum.

"Bukan ibu Yubi, tapi ibu Farah" tukas Danny.

"Jangan katakan hal menakutkan seperti itu" timpal Elias.

Danny terdiam, pasalnya Danny saja tidak mengerti mengapa ia harus mengungkapkan sesuatu yg sudah jelas menyesakkan bagi dirinya dan juga sang ayah.

Perihal rindu pada seseorang yg tidak lagi mampu di tatap, disentuh, dan di dengar lagi suaranya adalah hal menyesakkan.

Elias tidak ingin lagi kehilangan satu satunya harta berharga miliknya, ia masih menaruh harapan besar pada sang buah hati yg mau ikut berjuang melawan rasa sakit.

Namun bayang bayang wajah sang ibu yg tersenyum terus menghantui Danny akhir akhir ini, walaupun Danny belum pernah bertemu dengan sosok ibu, ia tahu betul wajah sang ibu melalui foto yg tersimpan rapi dalam diarynya.

Danny mendenguh kecil merasakan sakit pada bagian dadanya, rasanya nyeri dan nafasnya tersenggal. Semakin lama semakin sulit untuknya meraup oksigen, rasanya seperti paru parunya terjepit.

Bentuk dadanya kini tidak lagi simetris, rasanya semakin sakit bila ia mencoba untuk bernafas.








Coba absen dulu mana nih yg masih setia nungguin Danny up?

Next?.

Dear Choi DannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang