21.

266 33 0
                                    

Flashback

"Laki laki tidak menangis!" Ujar Jun menyodorkan sebuah sapu tangan dengan ketus.

Pria mungil itu mendongak mengangkat wajahnya yg semula ia pendam dalam lipatan tangan yg bertupu pada kedua lututnya, menatap ragu wajah seseorang yg berbicara padanya seperti enggan namun tak bisa mengabaikan.

"Ambil!" Bentak Jun.

Danny tidak punya pilihan selain menerima kebaikan hati Jun, ia gunakan sapu tangan pemberian Jun untuk menghapus air matanya yg berhamburan.

Pria tegap dan menakutkan itu ikut duduk di dekatnya memandang danau yg sepi.

"Apa gak ada tempat yg lebih layak untuk menenangkan diri? Harus banget disini?" Jun melihat sekitaran Danau yg memang terlihat sangat kacau.

Air di danau berlumut dan sama sekali tidak enak untuk di lihat, pohon yg di jadikan tempat sandarannya saja terlihat rapuh dengan daun yg berjatuhan, rumput di sekitarnya sangat tinggi hingga menutupi tubuhnya jika sedang duduk.

"Tidak ada tempat bagiku dimanapun, termasuk di hati ayahku" lirih Danny ketika menyebutkan kata ayah.

"Kamu di pukuli ayahmu?" Tebak Jun.

Danny menggeleng. "Ayahku tidak pernah seperti itu"

"Kalau begitu siapa yg sudah memukulmu sampai seperti ini?"

"T-tidak ada!"

"Ya sudah jangan bicara jika tidak mau"

Dari wajahnya saja Jun sudah bisa menebak hal apa yg di alami Danny, hanya masalah keluarga yg bisa membuat kita seorang pria pasti menangis selain urusan percintaan.

"Keluargaku juga kacau" ujar Jun tiba tiba membuatnya terheran.

Jun menoleh kearahnya. "Ayah dan ibuku bercerai! Dan yg paling mengecewakan adalah, mereka berdua berpura pura saling mencintai hanya untuk menjaga perasaanku".

"Mereka orang tua yg baik, mereka memikirkan perasaan anaknya lebih dulu dibandingkan ego".

"Memang benar, aku mengerti tentang itu setelah mereka berpisah. Dan aku tidak menyayangkan hal itu" timpal Jun.

"Apa kamu punya teman?" Tambah Jun.

Danny menggeleng.

"Baguslah! Ayo berteman denganku" Jun mengajak Danny untuk berjabatan tangan.

Danny pun meraih jabatan tangannya.

"Keadaannya sulit untuk di jelaskan" ujar seorang Dokter yg selama ini merawatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Keadaannya sulit untuk di jelaskan" ujar seorang Dokter yg selama ini merawatnya.

"Maksud anda apa dok?" Tanya Elias sedikit menatapnya tajam.

Dokter menghembuskan nafas lelah. "Tubuhnya sudah benar benar menolak semua obat, kami semua sudah pasrah"

"Kalian kan dokter, kenapa mudah sekali menyerah!" Bentak Elias.

"Maaf! Kami pamit pergi" ujar Dokter bersama para perawat pergi meninggalkan keluarga Choi.

"Dasar tidak berguna!" Bentaknya lagi merasa geram dan frustasi.

"AAKKHH!!" Elias mengusak rambutnya kasar dan kembali duduk di sebelah ranjang Danny menggenggam jemari putranya yg kecil.

Elias terkejut ketika merasakan jemari Danny mengeratkan genggamannya dan memandang sang ayah tersenyum manis walaupun hidungnya berhias selang nassal.

"Kamu sudah bangun! Suara ayah terlalu keras yah" ucapnya memandang wajah Danny nanar.

"Aku mimpi indah sekali" ujar Danny dengan suara pelan.

"Mimpi apa?"

Yubi dan Daniel yg sama sama berada di ruangan itu tak kuasa menahan air mata yg selalu lepas kendali mendengarkan suaranya yg lirih.

"Ibu sedang menungguku di sebuah rumah, indah sekali.. Tamannya sangat luas dan banyak sekali bunga bermekaran"

"Apa ibu cantik?" Tanya Elias basa basi, walaupun perasaannya kali ini begitu kacau sambil menggigit bibirnya menahan tangis.

"Sangat cantik, seperti bidadari.. Apa aku boleh pergi menemuinya?"

Elias menunduk dan sedikit menggelengkan kepalanya.

"Kenapa gak boleh?"

"Tetap disini sama ayah, a-ayah akan tunjukan hal yg lebih indah dari itu" suara Elias bergetar dan menyandarkan kepalanya di atas tangan Danny.

"Begini saja, ijinkan aku pergi sebagai gantinya aku berjanji pada ayah untuk tidak sakit lagi" setetes air matanya mengalir.

Elias tidak tahan lagi, dadanya semakin sesak, matanya sudah sangat perih dan merah. Elias ingin sekali marah pada sang pencipta yg sudah merenggut sumber kebahagiaannya.

Ia ingin sekali mempertahankan satu satunya harta berharga miliknya dengan cara apapun, tapi yg ia perjuangkan tidak sanggup lagi bertahan. Elias juga tidak ingin menyakiti raga putranya yg telah hancur lebih lama lagi.

Elias memeluk tubuh kecil putranya yg masih terbaring lemah begitu erat dan mengerang sejadinya.

Selagi Danny membalas pelukan sang ayah dengan susah payah, ia melihat sosok ibunya yg tersenyum sambil mengulurkan tangannya kearah Danny.

Sesuai janji, Farah akan menjemputnya kembali jika sudah saatnya. Ini adalah akhir bagi Danny, ia di jemput pulang oleh ibunya.

Mesin EKG memperdengarkan suara deepnya yg panjang tak berujung, mata Danny tertutup dengan sempurna. Lengan kecilnya yg semula memeluk tubuh sang ayah lemas dan terjatuh.

Elias semakin mengeratkan pelukannya terhadap tubuh yg kini kosong, tangisnya pecah saat itu juga.

"Aaaaaarrrgghh!!" Erangnya.

Dear Choi DannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang