Tangan putih dan kurus itu saling menggenggam satu sama lain, bibir berwarna pink dan tipis itu tak berhenti mennggumamkan kalimat do'a di sela fokusnya yg terus teralihkan oleh suara monitor EKG yg begitu nyaring menambahkan ketakutan.
Maniknya sesekali memandang wajah damai si bungsu yg masih enggan membuka matanya hingga hari mulai usai dan berganti.
Tok Tok Tok
Seorang dokter beserta asistennya datang menghampirinya, Yubi secara spontan berdiri dari duduknya.
"Dok! Kenapa anak saya belum sadar juga?" tanyanya yg sejak tadi merasa khawatir. "Anda bilang dia sudah melewati masa kritisnya, kenapa sampai saat ini Danny belum juga membuka matanya?" sambungnya dengan nada sedikit meninggi.
Dokter itu pun mulai memeriksa kedua irisnya yg terpejam menggunakan senter kecil.
"Alam bawah sadarnya menolak untuk bangun, anak anda sudah lebih baik.. Hanya saja dia tidak mau bangun" dokter itu menghela nafasnya. "Cobalah ajak dia bicara, jika keadaannya terus seperti ini dia bisa koma".
Rasanya seperti ada yg meremat kuat paru-parunya hingga menyempit membuatnya kesulitan bernafas dengan lega, ia genggam kembali tangan mungil yg terbebas dari selang infus itu, menempelkannya pada dada yg terasa sesak itu.
Tangan satunya mengusap halus kepala Danny dan pipinya secara bergantian.
"Danny? Bangun sayang, jangan tidur terus.. Kamu capek banget yah, ibu mohon sama kamu jangan nyerah sekarang.. Ibu janji, kalau kamu bangun.. Ibu akan memberikan apapun yg Danny minta, jadi ayo bangun sayang"
Danny bersandar pada bahu kecil Farah menikmati setiap belaian lembut dari sang ibu di kepalanya, maniknya terus memandang setiap sudut antah berantah berwarna putih sama dengan pakaian yg di gunakannya bersama sang ibu saat ini.
"Sayang.. Sudah saatnya kamu untuk pulang" suara lembutnya menyadarkan Danny yg mulai memejamkan matanya.
Danny menggeleng. "Aku mau disini sama ibu" .
Farah menangkup wajah kecil putranya hingga iris kembar mereka bertemu. "No! Ini bukan tempat kamu sayang, pulang.. Ayahmu pasti khawatir".
"Ayah gak akan peduli, dunia itu kejam.."
Farah mengusap halus kedua pipi putranya sambil mengulas senyum manis. "Tidak.. Ayah sedang menunggumu bangun sekarang, apa kamu tidak dengar suara ibumu yg menangis? Dia pasti akan sangat hancur.. Pulanglah, ini belum saatnya".
"Ibu akan menjemputku kan?" lirih Danny.
Farah mengangguk, Danny memberikan jari kelingkingnya. "Janji?" Farah mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking milik Danny. "Janji!"
"Bagaimana caranya untuk pulang?".
"Kamu hanya harus berjalan lurus pada cahaya itu" Farah menunjuk cahaya yg melingkar dan begitu terang di depannya.
Walaupun Danny sempat bingung dengan cahaya yg sebelumnya tidak ada kini berada di hadapannya dan memancarkan cahaya yg menyilaukan mata.
Danny menghela nafasnya sebentar sebelum akhirnya ia bangkit dan siap melepaskan genggaman tangan sang ibu, dengan langkah kecilnya Danny terus berjalan lurus.
Sebelum kakinya memasuki cahaya tersebut, Danny menoleh kembali kearah Farah yg kini tersenyum manis ke arahnya sambil melambai, Danny membalas senyumnya kemudian masuk ke dalam cahaya tersebut.
Yubi yg tengah tertidur dengan posisi duduk di samping brankar Danny sambil menggenggam tangannya tersentak ketika mendengar lenguhan kecil Danny, Yubi segera mengusap halus pipinya dan bernafas lega.
"Akhirnya!" Yubi menekan tombol darurat guna memanggil seorang dokter agar segera datang.
"Terima kasih, karena kamu mau bertahan nak" ujarnya sambil tersenyum dengan tetesan air mata yg ikut mengalir.
Danny menatapnya sendu, kemudian mengulas senyum manisnya ke arah Yubi. Irisnya mencari sosok yg ia harapkan ikut menunggunya kembali, namun Danny tak menemukan barang sehelai rambutnya saja.
Membuat senyumnya kembali luntur. "Apa yg kamu harapka Danny? Ayah gak disini" batinnya.
"Bu? Aku udah boleh pulang kan?"
"Belum sayang, kamu baru aja bangun"
"Tapi aku udah baik2 aja"
Yubi menggeleng dengan cepat. "Kamu enggak baik2 aja". Seketika ia teringat dengan vonis dokter dan mulai menundukkan wajahnya.
"Aku sakit apa?" tanya Danny yg mengerti dengan situasinya setelah melihat Yubi nampak menunjukkan kesedihannya kembali.
Yubi mengusap matanya yg hampir menangis kembali dengan tangannya dan berusaha untuk kembali tersenyum. "Enggak.. Kamu cuma butuh istirahat, dan menunggu ini sembuh" Yubi menunjuk kearah beberapa lebam di lengan Danny.
Yubi tak tega untuk memberitahukan faktanya kepada Danny, sejak mendengar vonis dokter yg mengatakan bahwa Danny terkena kanker darah dan sudah memasuki stadium 3 dadanya terus merasa sesak jika mengingatnya.
"Kenapa takdir buruk selalu menyelimutimu nak? Dunia terlalu kejam untuk anak sebaik kamu" batinnya.
Okey guys balik lagi dengan author yg kece badai. Gimana liburannya, menyenangkan tidak? Gimana rasanya bisa kumpul sama keluarga tahun ini? Kalo aku sih lebih suka ngumpul sama saudara yg lebih muda, karena mereka seru. Aku juga belum pergi liburan karena pasca lebaran tuh banyak banget kerjaan rumah. Misalnya, ngabisin kue lebaran 🤣 canda.
Okey siapa yg mau next? Harus vote dan komen yah, aku maksa. Kalo gak ada yg vote atau komen, aku gak mau lanjut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Choi Danny
Fanfiction𝔻𝕚𝕒 𝕓𝕖𝕘𝕚𝕥𝕦 𝕟𝕒𝕞𝕡𝕒𝕜 𝕤𝕖𝕞𝕡𝕦𝕣𝕟𝕒 𝕕𝕒𝕣𝕚 𝕝𝕦𝕒𝕣, 𝕟𝕒𝕞𝕦𝕟 𝕤𝕚𝕒𝕡𝕒 𝕤𝕒𝕟𝕘𝕜𝕒.. 𝕁𝕚𝕨𝕒 𝕕𝕒𝕟 𝕣𝕒𝕘𝕒𝕟𝕪𝕒 𝕓𝕖𝕘𝕚𝕥𝕦 𝕒𝕜𝕣𝕒𝕓 𝕕𝕖𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕣𝕒𝕤𝕒 𝕤𝕒𝕜𝕚𝕥. Setiap karakter dan cerita hanyalah fiksi, saya hanya...