Kedua orang tua itu segera membawa langkah kakinya yg besar menuju ruang ICU, sesampainya di depan pintu mereka di hadang seorang perawat yg memakai jubah berwarna hijau.
"Maaf kalian tidak boleh masuk"
"Kalian bisa melihatnya dari jendela kaca besar di sana" tambahnya menunjukan arah.
Dengan berat hati mereka mengiyakan larangan seorang perawat tadi, karena ruang ICU tidak bisa di masuki sembarang orang untuk menjaga kehigienisan ruang tersebut.
Elias dan Yubi melihat Danny dari balik kaca besar, di dalam sana Danny di temani seorang dokter dan Jun di sampingnya yg ikut menggunakan jubah hijau.
Keningnya sudah penuh dengan keringat karna menahan rasa sakit. Dokter memasangkan selang nassal di hidungnya ketika ia melihat nafas Danny yg mulai tersendat.
"Apa sakit?" tanya dokter yg berusaha membuatnya nyaman.
Danny menggeleng dengan sedikit kesulitan.
Antensinya teralihkan pada dua orang yg memandangnya di balik kaca besar tepat di depannya.
"Jun! Tolong tutup gordennya" pinta Danny.
Jun mengiyakan dan mulai menutup gorden perlahan, irisnya melirik sebentar orang tua yg tengah memandang tanpa henti walaupun Jun sudah hampir menutup sebagian kaca tersebut.
"Maaf" katanya berbisik kearah Elias dan Yubi.
Beberapa jam kemudian..
Jun menghampiri Elias dan Yubi yg masih berada di depan jendela kaca ruangan Danny.
"Kalian bisa masuk sekarang, tapi hanya satu orang"
Elias terburu buru pergi dengan percaya diri memasuki ruang ICU, tak lupa untuk memakai jubah hijau yg di berikan.
Elias duduk perlahan di kursi samping ranjang Danny, ia coba perhatikan tubuh kurus putranya dan wajah yg tak lagi memiliki warna.
Elias coba menggenggam jemari Danny yg kecil dengan pelan mengusap rambutnya yg basah oleh keringat, kemudian beralih pada pipinya yg tak lagi gembil.
Kelopak matanya perlahan terbuka akibat sentuhan halus di pipinya, Elias sedikit terkejut dan berusaha untuk tetap tenang menghadapi Bentuk penyesalan di depan matanya.
"Maaf ayah sudah mengganggu tidurmu" ujar Elias dengan nada pelan di buat sehalus mungkin.
Dadanya merasakan sesak yg berbeda hingga membuatnya meneteskan air mata, pertama kalinya bagi Danny melihat sang ayah yg begitu tulus.
"Tolong maafkan ayah"
"Ayah mungkin terdengar seperti orang yg tidak tahu diri.. Ayah juga tak mampu mengatakan hal lain selain kata maaf"
"Bagi seorang anak, bahu seorang ayah adalah tempat ternyaman untuk bersandar dan menangis.. Tapi kenapa bahu ayah begitu jauh untuk ku gapai?"
Air mata yg sejak tadi tertahan akhirnya mengalir melewati pipi Elias, ia menggenggam kembali tangan kecil Danny yg terbebas dari jarum infus.
Elias menundukkan kepalanya, mencoba menyembunyikan tangisnya. Elias begitu menyesal, mulutnya tak mampu berkata kata selain menggumamkan kata maaf sambil terus meremat tangan Danny.
"Benci ayah sesukamu, ayah akan menerimanya"
"Ayah..! Daun yg jatuh saja tidak pernah membenci angin"
Elias segera memeluk tubuh putranya yg masih terbaring, tak henti hentinya menciumi surai Danny. Elias sangat bersyukur sudah di berikan kesempatan untuk menyesali perbuatannya di masa lalu dan memperbaiki masa depan.
"Mulai hari ini ayah akan menjadi ayah yg baik untukmu" Ujar Elias berhasil mengukir senyum tipis di wajah Danny.
"Terima kasih karna kamu tidak pernah menyerah" tambah Elias.
Chapter ini sepertinya di penuhi dengan bawang
😭😭😭Next?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Choi Danny
Fanfiction𝔻𝕚𝕒 𝕓𝕖𝕘𝕚𝕥𝕦 𝕟𝕒𝕞𝕡𝕒𝕜 𝕤𝕖𝕞𝕡𝕦𝕣𝕟𝕒 𝕕𝕒𝕣𝕚 𝕝𝕦𝕒𝕣, 𝕟𝕒𝕞𝕦𝕟 𝕤𝕚𝕒𝕡𝕒 𝕤𝕒𝕟𝕘𝕜𝕒.. 𝕁𝕚𝕨𝕒 𝕕𝕒𝕟 𝕣𝕒𝕘𝕒𝕟𝕪𝕒 𝕓𝕖𝕘𝕚𝕥𝕦 𝕒𝕜𝕣𝕒𝕓 𝕕𝕖𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕣𝕒𝕤𝕒 𝕤𝕒𝕜𝕚𝕥. Setiap karakter dan cerita hanyalah fiksi, saya hanya...