Tangan besar Elias menyentuh lutut putra sulungnya yg sedang duduk di kursi kayu taman belakang rumahnya dengan emosi yg belum mereda setelah insiden penamparan yg di lakukan Elias.
Daniel sedikit terkejut mendapati sang ayah tiba2 saja duduk di sampingnya, dan sesekali Daniel mendengar helaan nafas sang ayah.
"Maafkan ayah" ujar Elias setelah beberapa menit keduanya saling enggan membuka suara.
Daniel malah menunjukan senyum hambar setelah mendengarnya.
"Ayah benar2 minta maaf karena telah menamparmu pagi tadi" tambahnya terlihat menyesal.
Bukannya menerima permintaan maaf sang ayah Daniel justru beranjak dari duduknya, sebelum kakinya ikut melangkah, lengannya lebih dulu di tahan oleh Elias.
"Ayah benar2 minta maaf"
"Ayah benar2 menyesal sudah mengabaikan anak2 ayah"
"Sifat burukmu tercipta karena kesalahan ayah, tidak seharusnya ayah melampiaskan ketidakmampuan ayah padamu"
"Ayah memang ayah yg buruk"
"Ayah mohon! Beri ayah kesempatan untuk menjadi ayah yg baik bagi kamu dan Danny"
Daniel merasakan desiran hangat di hatinya, irisnya memerah dan mulai berkaca kaca hingga menggigit bibirnya menahan tangis.
Daniel merasa semua perkataan sang ayah memang benar, hal buruk apapun yg ia lakukan semata mata hanya untuk mendapatkan perhatiannya.
Kecuali Danny, apa yg ia lakukan terhadap adiknya adalah bentuk kemarahannya atas kegagalan dari semua tindakannya untuk sang ayah.
"Mari kita mulai semuanya dari awal?" ajak Elias yg juga tak kuasa menahan tangis.
Besarnya ego yg di miliki seorang remaja memang sulit untuk di kalahkan, Daniel memilih untuk melepaskan genggaman sang ayah.
"Danny sekarat!!" Elias sentak berdiri untuk menghentikan kembali langkah putranya.
Daniel membalikkan badannya. "Lalu apa urusannya denganku?"
"Ayah sangat yakin bahwa jauh di dalam lubuk hatimu, kamu peduli"
"Ck! Peduli? Untuk apa aku peduli padanya?"
"Lantas buktikan, pukul dia tidak dalam keadaan mabuk" tantang Elias.
Hatinya mencelos, Elias berhasil membuatnya tak berkutik. Hati nuraninya memang masih ada, hanya saja ia terpenjara oleh rasa benci dan egonya.
Tanpa sadar Daniel mengepalkan kedua tangannya dan merunduk, bibirnya seakan terkunci dan tak bisa menjawab perkataan sang ayah.
"Apa kamu akan terus seperti ini? Ayah tidak mau kamu menyesal di kemudian hari"
"Dokter bilang, beberapa tulangnya retak akibat hantaman benta tumpul.."
"Sudah sampai seperti itupun, Danny tetap tidak mengatakan bahwa kamulah pelakunya" ujar Elias.
Daniel terisak. "CUKUP!!" teriak Daniel menutup kedua telinga melawan ego di dalam dirinya sendiri.
Elias segera menghampiri Daniel yg jaraknya tidak terlalu jauh, ia rengkuh tubuh Daniel dan mengusap halus punggungnya agar dapat kembali tenang.
"Mau makan?" tanya Yubi.
Danny menggeleng.
"Atau mau makan yg lain?"
Lagi lagi menggeleng.
"Kamu harus banyak makan, liat pipi lucu kamu hilang" ujar Yubi mencubit pipi Danny.
"Aku gak laper"
"Masa iya gue harus beli hamburger dulu biar lo makan" ujar Jun.
"Kalo itu mau"
"Ya udah gue pergi" sebelum Jun melangkah, pahanya terlebih dulu di cubit dengan kuat oleh Yubi.
"Aakh aduhhh!! Sakit" pekik Jun mengusap pahanya.
"Jangan macem2 yah" ancam Yubi.
"He he becanda tan, lagian bosen kali makan bubur hambar kaya gitu terus" Jun menggaruk tengkuk lehernya
"Namanya orang sakit, makannya gak boleh sembarangan" Yubi memukul belakang kepala Jun.
"Lagipula kalau Danny sembuh dia bisa makan apapun yg dia mau" tambah Yubi.
"Aku gak yakin kalau aku bisa sembuh" lirih Danny.
Jun dan Yubi serempak menoleh kearahnya. Suasananya kembali hening.
Setuju gak geng sama ucapan ayah Elias?
Voment yahNext?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Choi Danny
Fanfiction𝔻𝕚𝕒 𝕓𝕖𝕘𝕚𝕥𝕦 𝕟𝕒𝕞𝕡𝕒𝕜 𝕤𝕖𝕞𝕡𝕦𝕣𝕟𝕒 𝕕𝕒𝕣𝕚 𝕝𝕦𝕒𝕣, 𝕟𝕒𝕞𝕦𝕟 𝕤𝕚𝕒𝕡𝕒 𝕤𝕒𝕟𝕘𝕜𝕒.. 𝕁𝕚𝕨𝕒 𝕕𝕒𝕟 𝕣𝕒𝕘𝕒𝕟𝕪𝕒 𝕓𝕖𝕘𝕚𝕥𝕦 𝕒𝕜𝕣𝕒𝕓 𝕕𝕖𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕣𝕒𝕤𝕒 𝕤𝕒𝕜𝕚𝕥. Setiap karakter dan cerita hanyalah fiksi, saya hanya...