8.

274 41 2
                                    

"Danny harus segera melakukan kemoteraphy" ujar seorang dokter.

"Lakukan jika itu bisa membuatnya sembuh" ucap Elias.

Yubi malah memarahi suaminya tersebut karena telah mengambil keputusan secara sepihak.

"Kamu gila yah? Itu akan menyakiti Danny" keluh Yubi.

"Lalu apa yg harus kita lakukan? Ini kanker darah dan sudah stadium 3.. Apa bisa di sembuhkan dengan operasi? Hah!" ujar Elias kesal.

"Bisa jika Danny memiliki pendonor sumsum tulang belakang dari saudara kandungnya sendirinya" sela sang dokter.

Elias mengusap wajahnya dengan kasar, sementara Yubi sudah terisak karena tidak memiliki solusi terbaik selain membiarkan Danny melakukan kemoteraphy.

"Apa Danny bisa sembuh dengan kemo?" Yubi memastikan kembali.

"Saya tidak yakin karena kankernya sudah hampir memasuki stadium akhir, butuh lebih banyak waktu untuk membunuh setiap sel kankernya.. Dan juga kegigihan Danny sendiri, kami bisa saja menjadwalkan  kemonya lebih sering dari biasanya semua tergantung pada yg maha kuasa" jelas dokter yg membuat keduanya semakin tak kuasa menahan tangis dan frustasi.

Elias mengalihkan atensinya memandang wajah Danny yg terpejam dengan damai menggunakan selang nassal, Yubi memeluk tubuh suaminya sambil terisak.

"Rasanya sakit di bagian sini" Elias menunjuk dadanya. "Rasanya lebih sakit dibandingkan ketika aku kehilangan ibunya" sambungnya.

Mendengar ucapan Elias membuat Yubi semakin menangis. Sementara sepasang mata memandang tajam ke arah mereka dari balik jendela kaca secara diam2.

Park Jun yg sedang bersantai merebahkan tubuhnya pada karpet bulu di lantai kamarnya sambil mendengarkan musik kesukaannya menggunakan earphone tak lupa bibirnya yg ikut bersenandung dan sesekali bersiul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Park Jun yg sedang bersantai merebahkan tubuhnya pada karpet bulu di lantai kamarnya sambil mendengarkan musik kesukaannya menggunakan earphone tak lupa bibirnya yg ikut bersenandung dan sesekali bersiul.

Sedang asiknya memainkan ponsel mescrol layarnya mencari hal2 menarik untuk di tonton atau di dengar, jempolnya seketika berhenti ketika melihat beberapa situs berita yg di sebarkan melalui media sosial.


Karena melihat gambar dan narasinya cukup membuatnya penasaran serta seseorang yg di beritakannya itu adalah keluarga perdana menteri Choi, Jun akhirnya membuka situs website itu.

Ketika membaca berita itu dalam keadaan berbaring Jun langsung bangun terduduk karena terkejut dengan isi beritanya. "Danny sakit? Kenapa dia tidak menghubungiku?" gumamnya dan langsung menyambar sebuah jaket yg tergantung di balik pintu kamarnya.

Ia pun melangkah dengan terburu-buru meninggalkan rumah namun langkahnya terhenti saat berada di ambang pintu utama. "Danny di rawat dimana?" tanyanya entah pada siapa sambil menggaruk tengkuknya.

Jun kembali membuka berita itu di ponselnya, berusaha mencari info tentang rumah sakit tempat Danny kini di rawat.

Setelah mendapatkan info yg ia cari, Jun kembali melanjutkan langkahnya menuju sebuah motor sport miliknya yg terparkir di dalam bagasi. Jun pergi dengan menaiki sepeda motor dengan kecepatan kilat.

Sesampainya di rumah sakit tujuan, Jun sadar akan sesuatu. "Lah! Tangan kosong aja nih ceritanya? Goblok banget Jun.. Gas aja lah" Jun membuka helm dan menaruhnya di atas tangki besar motor itu kemudian melangkah masuk dengan percaya diri.

Sesampainya Jun di depan resepsionis ia mulai bertanya letak kamar Danny. "Kiw nuna! Saya boleh tanya?" dengan logat buayanya.

"Boleh, mau tanya apa?"

"Nomer hp? Nomer rumah?" Jun mulai menggoda, seorang resepsionis di hadapannya ini memang lumayan cantik dengan kulit putih halus dan wajah yg merona membuat Jun ingin sekali menggodanya.

"Maaf saya gak bisa kasih tau kalo itu" balasnya dengan senyuman.

"Hemm, yaudah kalo nomer kamar teman saya bisa?"

"Nama temannya siapa?"

"Choi Danny?"

"Disini adanya putra perdana menteri Choi, dia Choi Danny"

"Lah iya itu teman saya"

"Ah masa sih? Saya gak percaya"

"Beneran nuna, emangnya saya ada tampang tukang boong?" Jun menunjuk wajahnya sendiri.

"Kalo tampang buaya sih ada"

Jun berdecih di katai seorang buaya oleh gadis reseptionis itu. "Tidak mudah ternyata" batinnya.

"Ya udah dimana kamarnya nuna?"

"Di kamar 0xx"

"Makasih nuna cantik" Jun mengedipkan sebelah matanya sebelum pergi kepada gadis resepsionis itu.

Jun pemberkecil langkahnya ketika mendekati pintu kamar Danny, ia melihat ayah dan ibu Danny saat melewati jendela kaca kamarnya.

"Ck" dia berdecih ketika melihat mereka terutama Elias, Jun masuk begitu saja tanpa permisi kedalam ruang rawat Danny.

Namun irisnya terus menatap sinis ke arah Elias dan tetap memberikan salam dan tetap menjaga tata kramanya.

"Danny sakit apa bibi?" tanya Jun setelah melihat keadaan sahabatnya begitu mengenaskan.

Yubi menarik lengan Jun dan membawanya pergi dari ruangan tersebut menuju kantin rumah sakit.

Betapa terkejutnya Jun setelah mendengarkan cerita Yubi walaupun sedikit tak jelas di telinganya karena Yubi terus menangis terisak.

Jun tau tentang tuan Choi yg tidak pernah mempedulikan Danny sejak kecil dari seorang pengasuh yg membesarkannya ketika dia sedang berkunjung.

Tapi tidak dengan kekerasan yg dilakukan Daniel, karena Danny tidak pernah menceritakannya. Bahkan jika di tanya dia selalu bilang semua keluarganya baik dan sayang padanya, walaupun Jun ingin sekali mengungkap kebohongan itu.

Dan sekarang bertambah lagi satu penderitaannya, Jun ingin sekali menghampiri Daniel dan memukul wajahnya hingga tak berbentuk.

Jun menahannya karena di saat ini di hadapannya adalah ibu kandung dari Daniel, Jun menghormatinya karena dia satu-satunya orang yg memperlakukan Danny dengan kasih sayang.


Maaf yah baru up, kesehatan kurang mendukung soalnya
Next?

Dear Choi DannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang