Elias melangkah dengan ragu mendekati sang putra yg masih termenung memandang damai langit senja, jantungnya memompa darah dengan cepat ketika jarak antar keduanya semakin dekat.
Danny sedikit tersentak ketika tubuh besar dan tinggi nan gagah tersebut berdiri tepat di depannya, Danny menelan salivanya dengan sulit ketika iris kembar mereka bertemu.
Spontan Danny menundukkan kepalanya tidak berani menatap mata ayahnya begitu lama, Elias justru merendah. Ia merasakan lemas di setiap sendinya hingga lututnya menyentuh tanah.
Dengan cepatnya kedua tangan Danny menyentuh bahu sang ayah yg berlutut di hadapannya. "Ayah!". Namun dengan cepat juga Danny menyingkirkan kembali kedua tangannya dari bahu Elias dan kembali menunduk.
"Apa ayah melukaimu terlalu dalam? Sampai menyentuh saja kamu begitu ketakutan" batinnya ketika melihat ketakutan di wajah Danny.
Elias menyentuh tangan Danny yg kini sedikit bergetar dan saling bergenggaman. "Maafkan ayah nak, tidak seharusnya ayah melampiaskan kemarahan ayah terhadap Tuhan padamu.. Ayah menyesal". Elias menundukkan kembali wajahnya.
"Ayah gak salah, ayah gak perlu minta maaf, gak ada yg perlu ayah sesali.. Aku yg salah, aku yg gak tau diri, aku yg udah bunuh ibu.. Ayah jangan kaya gini" air matanya mulai jatuh.
Dengan cepat Elias menggeleng setelah mendengar ucapannya yg begitu menyayat hatinya, Elias semakin merasa sesak karena sudah merusak mental anak kandungnya sendiri.
Elias sadar bahwa ia sudah begitu kejam terhadap Danny, dia menyesal telah membiarkan harta yg di tinggalkan mendiang istrinya hancur karena ulahnya.
"Kamu bukan pembunuh! Kamu anak ayah.. Jangan katakan hal seperti itu lagi, ayah sadar bahwa ayah salah.. Tolong maafkan ayah nak" Elias benar2 bersimpuh di kaki Danny.
Danny hanya diam dengan air mata yg semakin deras mengalir, ia tak mampu untuk menyuarakan isi hatinya. Dia bahagia mendengar pengakuan Elias yg menyebutnya sebagai putranya secara pribadi bukan di depan media.
Namun dadanya kembang kempis merasakan sesak secara tiba2, diikuti oleh aliran darah yg keluar melalu hidungnya hingga menetes pada punggung tangan Elias yg masih menggenggam tangannya.
Elias mengalihkan atensinya ketika merasakan tetesan yg belum ia sadari bahwa itu adalah darah di tangannya, seketika kaget melihat tetesan darah yg semakin banyak mengenai tangannya dan menoleh pada Danny.
Elias seketika mengeluarkan saputangan dari dalam sakunya untuk menyeka mimisan Danny yg semakin banyak.
Danny sempat ingin mendongakkan kepalanya mencoba untuk membuat mimisannya berhenti, namun Elias menghentikan perbuatannya.
"Kita kembali kedalam kamarmu yah, wajahmu sudah sangat pucat" pinta Elias.
Danny menolak. "Aku baik2 aja, ini cuma mimisan.. Aku sering mengalaminya hampir setiap hari, ayah gak perlu khawatir".
Lagi2 Danny menusuk hatinya, setiap hari Danny selalu kesakitan sendirian tanpa seorangpun tahu tentang keadaannya bahkan Elias yg notabennya tidak pernah peduli padanya.
Elias menelan salivanya. "Ayo kembali!".
Nafasnya mulai memendek, Danny mulai kesulitan menghirup oksigen. "Ba-baik-lah" katanya tersendat.
Elias menggendong Danny di punggungnya setelah melihat kondisi putranya yg bahkan sudah mulai kesulitan bernafas. "Bertahanlah Danny!".
Pandangan Danny mulai mengabur dan perlahan menjadi hitam sempurna.
Daniel mengobrak abrik isi kamarnya hingga tak berbentuk dengan amarah yg memuncak.
"Dia selalu merampas apa yg seharusnya jadi milikku!"
Kemudian beranjak pergi meninggalkan kamarnya yg sudah hancur untuk menemui teman-temannya di sebuah bar untuk minum2 seperti biasanya yg selalu ia lakukan.
Daniel terus minum dalam diam dengan mata yg penuh dengan kemarahan, ia juga tak menghiraukan para gadis yg mencoba menggodanya tanpa lelah.
Daniel tengah berpikir untuk menyingkirkan adik tirinya itu dari hidupnya, agar tak ada lagi yg mengambil semua perhatian kedua orang tuanya darinya.
Dia sosok yg penuh dengan ambisi, ia lahir tanpa tau siapa ayah kandungnya dan tumbuh dengan ambisi ingin memiliki seorang ayah yg akan memberinya banyak cinta dengan keluarga yg lengkap.
Setelah mendapatkan seorang ayah seperti Elias, Daniel justru harus menelan pil pahit setelah tau dia memiliki seorang adik tiri yg juga haus akan kasih sayang.
Awalnya Daniel tidak menghiraukannya sebab Elias membenci Danny, namun Daniel justru kehilangan kasih sayang seorang ibu.
Yubi wanita dengan hati yg hangat itu justru memberikan kasih sayangnya kepada Danny dan mengundang rasa cemburu Daniel terhadap Danny, perlahan rasa cemburunya berubah menjadi benci ketika sang ibu terus membela Danny di depannya ketika Elias mencaci makinya.
Belum sempat Daniel mendapatkan kasih sayang yg ia inginkan dari seorang ayah, Daniel justru mulai di abaikan oleh Yubi.
Itulah yg membuatnya menjadi seorang pecandu alkohol dan sering menemui Danny di malam hari jika dalam keadaan mabuk, Daniel berani memukuli Danny dalam keadaan seperti itu sampai babak belur.
Daniel akan merasa iba jika menyakiti Danny dalam keadaan sadar, dia juga memiliki ketakutannya sendiri. Karena Danny tidak pernah mengadukannya Daniel malah semakin sering menyakitinya tanpa ampun.
Kesel gak? Mau next gak?
Voment nya jangan lupa😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Choi Danny
Fanfiction𝔻𝕚𝕒 𝕓𝕖𝕘𝕚𝕥𝕦 𝕟𝕒𝕞𝕡𝕒𝕜 𝕤𝕖𝕞𝕡𝕦𝕣𝕟𝕒 𝕕𝕒𝕣𝕚 𝕝𝕦𝕒𝕣, 𝕟𝕒𝕞𝕦𝕟 𝕤𝕚𝕒𝕡𝕒 𝕤𝕒𝕟𝕘𝕜𝕒.. 𝕁𝕚𝕨𝕒 𝕕𝕒𝕟 𝕣𝕒𝕘𝕒𝕟𝕪𝕒 𝕓𝕖𝕘𝕚𝕥𝕦 𝕒𝕜𝕣𝕒𝕓 𝕕𝕖𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕣𝕒𝕤𝕒 𝕤𝕒𝕜𝕚𝕥. Setiap karakter dan cerita hanyalah fiksi, saya hanya...