Happy reading :)
Perhatian (18+).
.
.
Ting
Suara lift terbuka. "Mark! Mark! Mark!" panggil Allona dengan berteriak. Matanya berpencar mencari empu nama yang ia panggil, namun nihil ruangan ini kosong. Tak ada yang mencurigakan dari ruangan kamar ini, semuanya terasa sama seperti terakhir ia tinggalkan kemarin. Kamar luas yang hanya berisikan satu kamar mandi, tempat tidur king size dan sudut lain yang ia jadikan studio kecil untuk area lukisnya.
Jantung Allona semakin berguncang kala tak menemukan Mark. Mark tak mungkin keluar dari sini dan kalaupun ia pergi itu berarti ada yang membawanya dan di rumah ini yang tahu keberadaan Mark hanya ia dan Hendery. Dan Hendery tak mungkin melakukannya. Allona meremas rambutnya, segala hal negatif bercampur di dalam otaknya, ia sudah tak bisa berpikir positif lagi. Tenaganya sudah mulai terkuras, Allona memegangi kepalanya yang mulai pening. Gadis itu nyaris roboh, menahan jeritan frustasi yang ingin ia keluarkan. Sampai suara lift yang kembali terbuka di belakang gadis itu menarik atensinya.
"Mark!" teriak gadis itu, berlari memeluk prianya yang kini hanya memakai handuk di bagian pinggang dengan bagian atasnya yang bertelanjang dada. Gadis itu nyaris menangis lega di dekapan prianya, namun terus menahannya dengan menggigiti bibirnya secara kasar.
"Han," panggil pria itu, membalas pelukan gadisnya, merasa bingung dan khawatir mendapati keadaan Allona yang begitu kacau. Belum sempat pria itu bertanya lebih lanjut, hanya selang sepersekian detik tubuh berlekukan indah itu langsung roboh dalam dekapannya.
oOo
Mark menatap dengan sendu gadis yang kini tengah berbaring di ranjang kebesarannya. Gadis ini terlihat sangat kacau. Mark tidak tahu apa-apa saat itu, dirinya tengah membersihkan diri di kamar mandi Allona, beralasan bahwa dia merindukan gadisnya dan ingin menggunakan sabun mandi gadis itu. Dan saat ia hendak ke kamarnya dia menemukan gadis itu dalam keadaan sangat kacau, dia belum pernah melihat Han nya dalam keadaan sekacau itu. Entah apa yang terjadi pada gadisnya, namun tak dapat dipungkiri terbesit rasa hangat saat Mark mengetahui dari Hendery bahwa alih-alih gadis itu ketakutan karena phobianya, justru gadis itu ketakutan dan khawatir terjadi hal buruk pada dirinya.
Tangan Mark terulur membingkai pahatan indah itu, mengelus pipi kanan gadisnya dengan sayang, tersenyum begitu tulus. Mark belum pernah diperlakukan dan merasakan hal seperti ini, dan rasanya menyenangkan bisa berbagi ketulusan dengan seseorang.
Tok
Tok
Tok
"Tuan," Mark beralih pada pintu kamar, mendapati Hendery berdiri di sana dengan tatapan yang sama sedihnya.
"Kau sudah menemukan siapa yang menyebarkan ular itu di pekarangan?"
Hendery nampak lesu, menghela napas panjang. "M-Maaf. Mereka bermain bersih. CCTV kita disabotase," lirih Hendery sedikit serak, merasa sedih nyaris menangis setiap matanya melihat nona mudanya masih terbaring dengan keadaan yang begitu lemah.
Sekretaris yang loyal sekali
"Tidak apa, Hendery. Dokter Kim bilang Han akan baik-baik saja, kita hanya perlu menunggu Han sadar," Mark tersenyum mengerti kegelisahan pria di depannya. Hendery menghela napas dan membungkuk berpamitan.
Drrt
Drtt
Benda pipih milik Allona bergetar di atas nakas membuat Mark yang berada di sana merasa kesal sendiri karena ini entah keberapa kalinya nomor tak dikenal itu mencoba untuk menghubungi Allona. Mark dengan asal mengambil benda pipih itu dan mengangkatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAINT ME NAKED
Fanfiction[18+] "If you wanna be my slave, make me be your slave too."