27. Barisan Para Mantan

309 55 41
                                    

Monica menyantap sarapan paginya dengan malas-malasan, tidak seperti hari-hari biasanya. Dia mengunyah lama sekali,padahal adatnya, dia menyukai tumis brokoli dan sosis yang ku buat. Bahkan ketika aku merasa masakanku tidak enak, Monic tetap menyantapnya dengan lahap.

Aku berpandang-pandangan dengan suamiku, aku mengernyitkan dahiku, memberinya kode kalau-kalau dia tahu sesuatu yang terjadi pada Monic. Tapi ternyata dia juga tidak tahu.

Suamiku menginterupsi kegiatan Monic dengan memeriksa suhu anaknya itu.

"Kamu sakit?" Tanya nya sambil mencoba mengukur suhu Monic dengan telapaknya, aku tahu itu hanya akal akalannya saja agar Monic berbicara.

Anak itu hanya menggeleng.

"Masakan mama nggak enak?" Tanyaku

Lagi-lagi dia menggeleng , dia hanya diam lalu mencoba dengan keras menghabiskan makanannya hingga tersedak.

"Pelan-pelang makannya" Suamiku bangkit dari duduknya dan mengusap punggung Monic agar merasa lebih nyaman.

Sepertinya anak perempuan kecil ini sedang mengalami konflik batin mendalam.

Flash back on

Pagi setelah ulang tahuku yang ke 28.

Semalam aku tertidur setelah puas menangis.

Paginya aku menemukan noda merah di kasurku yang membuat ku mendengus kesal.

This is my period time

Pantaslah badanku rasanya sungguh pegal-pegal dan perutku tidak karuan, serta nafsu makanku yang berubah-ubah beberapa hari ini.

Aku melihat kalender, seharusnya masih empat hari lagi siklus bulananku dimulai. Ini bukan pertama kalinya siklus bulananku menjadi tidak teratur.

Aku tahu karena apa?

Kemungkinan besar karena stress pekerjaan, dan kemungkinan lainnya karena ... kehadiran tetangga baru dari masa lalu itu.

Aku bangun lebih awal karena perutku sakit, sekalian aku gunakan kesempatan ini untuk mencuci sprai ku yang ternoda dan langsung menjemurnya di balkon, karena tidak mungkin aku mengirim benda ternoda ini ke laundry.

Aku sedang memasang jemuran ku ketika aku mendengar pintu balkon Kenar digeser.

Dan benar saja, aku langsung melihatnya yang sedang membawa secangkir entah the atau kopi, matanya masihterlihat sembab dan sayu.

Kami saling bertatapan, aku seperti tidak memiliki tenaga untuk berkonfrontasi dengannya, mungkin karena kondisi fisikku yang sedang kurang baik.

"Semalem kamu yang bayar taksi ku ya?" Tanya nya ketika aku mulai menjemur spraiku.

"Iya" Jawabku tanpa melihatnya dan masih menyeimbangkan sisi kiri dan kanan sprai bermotif kotak-kotak berwarna hijau itu.

"Terimakasih,Berapa yang harus aku ganti?" Dia bertanya lagi

"Nggak perlu" Jawabku singkat, dia hanya terdiam dan masih memperhatikanku, jujur membuatku sangat gugup.

Tapi aku harus menanyakan sesuatu kepadanya

"Apa kemarin kamu masuk ke sini?" Aku melipat tanganku sambil berusaha menatapnya. Konon gestur ini mengindikasikan kita mendominasi sebuah percakapan.

"iya, maaf"

"Kamu tahu itu illegal?"Tanyaku lagi dengan nada menghakimi

"Aku tahu, sekali lagi maaf" Ujarnya seperti bersungguh-sungguh.

Tiga Babak (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang