48. The Moment We're Lost and Found (Ending)

765 50 94
                                    

Aku tersenyum memandangi foto-foto di HP ku yang diambil selama liburan dengan keluarga besar. Entah kapan terakhir kali kami berkumpul sebahagia ini. Aku hampir menangis melihat fotoku, Grandhis, kakak kembar, dan Mami Papi di tepi pantai yang diambil Kenar. Aku bersyukur melihat kedua orang tuaku benar-benar menikmati masa tua mereka dengan bahagia tak kurang satu apapun.

"Kenapa sih senyum-senyum terus?" Ujar Kenar sambil konsentrasi mengemudi di jalan tol yang panjang ini.

"Mami papi ini lho, fotonya lucu-lucu" Ujarku

"Hahaha iya, papi sekarang jadi narsis mungkin melepas stress, kemarin ngakak banget papi cerita setiap hari diomelin mami karena ini dan itu" Kata Kenar terkekeh geli dan aku pun juga, mami memang secerewet itu, tapi papi juga kadang keras kepala.

"Tapi syukurlah, sepertinya mereka bahagia" Ujarku

"Oh iya, tadi pagi Monic telepon opa omanya, mereka juga sedang liburan keluarga"

"Oh ya, eh kamu tau nggak sih Pak Hartono sama Bu Lindri itu dulu sahabatan terus sampai nikah?"

"Iya aku tahu, Pak Hartono pernah cerita, dulu mereka sering double date sama mama papaku waktu masih kuliah" Jawab Kenar sambil tersenyum mengenang mamanya

"Ahhh so sweet, bahkan sampai mereka kompak terus mereka berdua tuh, jadi kangen"

"Iya, nanti kalau kita nemuin Si Hagi langsung lah ke Kota J!" Kenar benar-benar membicarakan kakaknya dengan santai. Ahh... semoga taka da lagi drama.

"Hmm... semoga kita juga bisa seharmonis mereka ya,orang-orang tua kita, even sometimes things getting hard" Kenar menggenggam tanganku saat mobil kami berhenti untuk mengantre tap kartu tol.

Aku tersenyum simpul, sambil menoleh ke arah Monic yang sudah tertidur sejak 10 menit kami meninggalkan rumah Mami Papi.

🌼🌼🌼🌼🌼

Sehari setelah liburan usai, aku-Kenar dan Monic kembali menjalani hari-hari kami seperti biasa. Kemarin kami sempatkan pergi ke toko stationaries terbesar di pusat kota dan sekalian jajan ke mall, karena Monic minta tas dan peralatan sekolah yang baru untuk menemaninya belajar di kelas dua nanti.

Tapi Kenar menolak keras ketika Monic minta sepatu baru. Monic sangat ingin sepatu yang ada gambar unicorn warna warni yang sangat matching dengan tas nya.Namun papanya yang masih saja suka berhemat itu menolaknya karena menurut pendapatnya sepatu Monic masih sangat bagus.

"Pelit amat sih jadi papa" Omel ku kepadanya tanpa sepengetahuan Monic. Di depan anak kami harus selalu kompak, karena anak-anak akan merasa orang tuanya tidak konsisten dan peraturan bisa dipermainkan setiap kali mendapati orang tua berbeda pendapat, setidaknya aku sudah pernah membuktikannya.

"Aku nggak akan mendidik Monic jadi anak yang lemah dan hanya tahu minta ini dan itu, sesekali dia juga harus merasakan gimana nggak enaknya tidak mendapatkan apa yang dia mau" Paparnya panjang lebar.

Aku hanya mendengus kesal, lalu apa gunanya kami bekerja sekeras ini kalau hanya untuk membelikan sepasang sepatu bergambar unicorn saja tidak mau.

Kemudian aku memandang Monic yang sedang duduk di depan kami menyantap es cream itu dengan iba,kali ini kami sudah duduk di sebuah restoran pizza.

Kasihan anak mama , tidak punya sepatu baru untuk dipakai di kelas dua nanti.

"Ya nanti aku belikan kalau nilai ulangan pertamanya bagus, she has to show her effort ... kamu mau anak kamu satu-satunya jadi lembek?"

Kenar sepertinya tahu kalau aku jauh lebih tidak terima daripada Monic.

"Kalau tidak mau beliin Monic sepatu, belikan aku saja!"

Tiga Babak (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang