24. Dia lagi Dia lagi

294 58 33
                                    

"Baru pulang? Lain kali kalau pulang malam kabarin" Kata suamiku menyambut di ambang pintu, nadanya agak tinggi membuatku hanya diam dan melewatinya begitu saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Baru pulang? Lain kali kalau pulang malam kabarin" Kata suamiku menyambut di ambang pintu, nadanya agak tinggi membuatku hanya diam dan melewatinya begitu saja.

Ini memang sudah lewat pukul 9 malam, aku yakin Monic sudah tidur, meeting hari ini alot sekali, argument-argumenku dengan mudahnya dipatahkan oleh team lain.

Sungguh membuatku kesal, aku kesal karena gagal mengolah kemampuan persuasifku sendiri. AKu yakin rencanaku lah yang paling baik dan efisien, tapi aku gagal memaparkannya. Sepanjang jalan aku hanya menyesali ini itu yang tidak ku katakana sepanjang meeting.

Kesal sekali rasanya!

"Ochi ... diajak ngomong diem aja sih?" suamiku tetap mengikuti di belakang

"Capek, aku mau mandi!" aku mengacuhkannya, otakku sungguh masih penuh dengan rencana-rencana yang hanya sirna menjadi past tense.

"Kita udah sepakat nggak bawa-bawa rumah ke tempat kerja dan kerjaan di rumah!" Kini dia meraih lenganku ketika aku baru menaiki dua anak tangga

"Apa sih! Kamu nggak tau aku lagi kesel banget!Bisa kalau nggak nambahin beban pikiranku?" Nadaku mulai meninggi, perlahan dia naik juga ke dua anak tangga itu dan berdiri nyaris mengungkungku.

"Bilang apa barusan?" tanyanya pelan tapi penuh penekanan

"Aku nggak mau ribut!"

"Siapa yang ribut? AKu dari tadi tanya baik-baik? Nada kamu yang tinggi!"

"Nggak salah? AKu baru keluar dari mobil nada kamu udah tinggi ngehakimin! AKU ITU CAPEK!"

"Nggak usah teriak-teriak! Nggak cuma kamu yang capek!" Balasnya lantas melewatiku begitu saja.

Bukan pertama kalinya kami bertengkar seperti ini.

FLASH BACK ON

Hari demi hari berlalu. Pekerjaan yang padat membuatku melupakan mengenai masalahku dengan Kenar. Beberapa kali aku tidak sengaja berpapasan dengannya di lift, di laundry, di grocery, tapi tidak pernah ada pembicaraan. Aku tahu Kenar selalu menatapku tapi aku tidak ingin terbawa kenangan masalalu. Bagiku lima tahun ini sudah cukup untuk melupakannya dan membuangnya dari peredaran.

Tapi bohong

Kenyataannya aku selalu menunggu waktu bertemu dengannya lagi, hanya untuk tahu hari ini dia memakai baju apa atau berulah apa. Ketika aku tidak tidur dan menunggu balasan dari Dio, terkadang aku menunggu suara kunci kombinasi pintu apartemen Kenar berbunyi petanda dia sudah pulang lembur dengan selamat. Terkadang aku was was dan ingin bertanya dia ke mana saja jika 3 sampai satu minggu tidak kembali ke apartemen. Aku juga ingin tahu, apakah yang dia tonton sepanjang weekend, atau ke mana sajakah dia?

Sewaktu waktu ketika aku sedang janjian dengan Dio di toko buku, aku sempat berharap kalau Kenar mengikutiku lagi dan ketika sampai di apartemen dia akan menanyaiku seperti tempo hari.

Tiga Babak (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang