Chapter 2

6.3K 342 15
                                    

17 Maret 2022

•••

Wejangan dari Pak Randa mau tak mau dituruti Hesti demi nilainya, cewek itu kini melangkah sendiri ke ruangan seorang Oliver Haribowo, atau yang kerap disapa orang-orang Pak Oliver. Dengan wajah malas, serta helaan napas pasrah tak ada pilihan, ia mengetuk pintu.

Tak ada jawaban, tetapi tak lama pintu terbuka, kini tampak seorang pria dewasa dengan sejuta kharisma menawan di depan mata Hesti, tetapi cewek itu terlihat tak terpengaruh dan fokus ke tujuannya ke sana.

"Pak, baju Bapak yang akan saya laundry ...." Hesti tak terlalu tahu cara meminta yang benar, tetapi ia yakin Pak Oliver pasti paham maksudnya.

Pak Oliver mengulas senyum manis yang mampu melumpuhkan banyak wanita, terkecuali Hesti dan banyak insan yang tahu kedoknya pastinya, Hesti hanya mengulas senyum terpaksa.

"Ah, itu." Pak Oliver menyerahkan sebuah tas jinjing ke Hesti, Hesti pun menyambutnya. "Terima kasih banyak, ya, Hesti. Oh ya uangnya ada di dalam tas."

"Uh, oh ...." Harusnya Hesti yang membayar, lho. Tapi ia tak tahu cara menolak dan memberitahukan itu tanpa menyinggung sang dosen. Ya sudahlah sih, yang terpenting ia bertanggung jawab, setidaknya antar jemput jas ini. "Saya bener-bener minta maaf atas kejadian ini, Pak."

Hesti tetap beritikad baik meski tak nyaman dengan semuanya.

"Tak mengapa, kita sama-sama salah." Pak Oliver mengangguk paham, ia sedikit membenarkan jasnya yang sepertinya agak kekecilan. Karena dibandingkan Pak Randa, tubuh Pak Oliver itu tinggi besar, mungkin karena ada darah bule di sana, Hesti saja hanya kitaran ... mungkin sebawah dada Pak Oliver, dia memang cewek mungil.

Menepis pemikiran soal Pak Oliver, Hesti membungkuk hormat.

"Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak."

"Ah, ya, hati-hati." Sambil menenteng tas berisi jas kotor Pak Oliver, Hesti dilanda banyak pikiran di kepalanya.

"Dia pasti tahu gue siapa, tapi hebat banget sama topeng yang dia pake selama ini." Wajah judes cewek berbadan imut itu terpatri di sana. "Beruntunglah dia gue udah dikasih wejangan gak ngasih tahu apa-apa soal dia, tapi rgh gue greget." Ia menggemas sendiri. "Ck, biarlah, biar waktu yang buka mata semua orang, penjahat bakal hancur dengan sendirinya! Kita, protagonis, cuman perlu ngikutin alur yang ada!"

Hesti, dan hobi bermonolognya terdengar di sepanjang jalan menuju parkiran, ia menaiki motor matic-nya, memakai helm, dan menjalankannya dengan kecepatan sedang ke tempat laundry. Ia menghela napas lega kala menuntaskan tugas pertamanya dan tak lama, ponselnya berdenting, tanda ada notifikasi.

Hesti mengeluarkan ponsel, membukanya, dan menemukan pesan dari Izal di sana.

"Gimana, udah beres?" Begitu isi pesannya.

Hesti mengambil pap tempat laundry-nya saat ini, tetapi tak mengetik apa pun, cukup foto saja pasti Izal paham maksudnya. Izal lalu membalas dengan jempol, percakapan berakhir sampai di situ.

Tinggal menunggu beres.

Hesti pun memilih kembali ke kampus, ada matkul yang harus ia masuki setelah ini, dan mungkin sore dia akan ke sini lagi mengambil jas Pak Oliver, menunggu sehari saja. Setelah semua ini beres, cukup sudah, tak ada urusan lagi dengan Pak Oliver dan urusan dengan Pak Randa dinyatakan tuntas.

Sesuai plan, selesai matkulnya, Hesti siap berangkat ke tempat laundry lagi.

"Hes!" Hesti menoleh karena panggilan itu, dia temukan Izal, teman karibnya berlari kecil menghampirinya. "Ke tempat Pak Oliver?"

PAK DOSEN & RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang