Chapter 11

1.9K 155 21
                                    

27 Maret 2022


•••

"Zal ...."

"Yo!" Izal menyahut Hesti yang memanggilnya dengan sedikit berteriak, bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan keduanya ada di atas motor, suara angin tentu meredam percakapan mereka.

"Ajarin gue ...." Hesti agak menggantung kalimatnya.

"Ajarin apaan?" Izal bertanya bingung, agak tak sabar karena Hesti menggantung kalimatnya cukup lama.

"Ajarin gue ngebela diri, dari orang mesum!" Hesti akhirnya bisa memberitahukan perihal ini, pada teman kepercayaannya, sebenarnya sangat ingin ia memberitahu orang tuanya tetapi ia tak ingin mereka terlalu khawatir dan bertanya banyak soal itu.

Akan ada waktu yang tepat.

"Hah? Mesum?" Izal terlihat kaget. "Siapa yang mesum sama lu? Sini gue tempeleng palanya! Kurang ajar yang mesum sama lu! Eh atau jangan-jangan ...." Izal terdiam, Hesti mengerutkan kening kebingungan, apa yang tengah pemuda ini duga? "Pak Oliver yang lu maksud?"

"Hah? Apa Zal? Gue gak denger!" Hesti tak mendengar kalimat belakang Izal, suaranya memelan.

"Pak Oliver!" Izal agak berteriak. "Dia yang--"

"Eh, bukan bukan, justru dia yang nolongin gue waktu pengen dilecehin oknum ojek online yang gue pesen," kata Hesti, wajahnya menyendu. "Ini kali pertama gue kena kek gitu, Zal. Gue kaget. Biasanya gak gini. Gue ... jadi takut."

"Astaga, ortu lu tahu soal ini?"

Hesti menggeleng. "Gue gak mau buat mereka khawatir terus sama gue, Zal. Gue pengen bisa ngejaga diri gue. Gue mohon Zal ajarin gue bela diri dari orang-orang kek gitu!"

"Oke, oke, gue bakal ajarin lo." Izal mengangguk paham. "Tapi perlu lo ketahui, kalau tindakan lo gak ngasih tahu ke ortu lo, itu salah. Lo harus ngasih tahu mereka ...."

"Iya, nanti gue kasih tahu, tapi nanti." Hesti mengangguk sendu.

"Oke, bagus, janji ya." Lagi, si gadis hanya mengangguk sendu. "Omong-omong, gue ada kenalan ojek online langganan gue, mungkin kalau ada masalah, dan gue sibuk, lo bisa ngehubungin gue atau dia aja. Selain hubungin keluarga lo. Santai aja, dia kakak gue."

"Lo punya kakak?!" Hesti tampak terkejut.

"Iya, punya, tapi bukan kakak kandung, kakak angkat, oh ya dia cewek BTW."

"Astaga kaget gue, Zal!" Hesti tertawa. "Kapan-kapan temuin kami, lah. Gue rasa kakak lo tipe cewek kuat, gue mau kek dia!" Hesti tampak antusias.

"Sip, kalau dia gak sibuk ya, dia orangnya suka keluyuran soalnya. Biasa, ojek online." Izal terkekeh geli. "Omong-omong, maaf ya kemarin sibuk, gue ... nyesel ninggalin lo sendiri."

"Ck, udahlah gak papa, lagian gue gak kenapa-kenapa kan? Untung ada Pak Oliver saat itu." Hesti menghela napas lega.

Wajah Izal tampak menyendu, tetapi seperdetik kemudian ekspresinya kembali santai. "Iya, syukur aja. Lo keliatannya udah gak sekesel itu sama Pak Oliver, ilang ya PMS-nya?"

Hesti memutar bola mata. "Itu mulu dibahas, gue kepret juga lo!"

Izal hanya tertawa akan tanggapan Hesti, yang kemudian menghela napas lagi. "Sebenernya, ada hal lain sih yang pengen gue bilang ke elo, tapi lo jangan bilang siapa-siapa ya!"

"Bilang sama siapa gue? Sahabat gue cuman elo." Izal menggedikan bahu, wajahnya kelihatan penasaran. "Apa nih?"

Hesti terlihat ragu-ragu, sejenak ia diam sampai akhirnya ia bersuara lagi. "Jadi gini ... lah kok kita ke kampus, Zal? Gue kan maunya ke bengkel buat ambil motor gue!" Hesti kaget karena Izal berhenti di parkiran kampus mereka.

"Eh, astaga, gak sadar gue maaf. Gue keinget ke kampus soalnya. Sore aja deh abis pulang nanti ambilnya." Izal menyengir lebar seraya menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Gak fokus soalnya dari tadi."

Kalau begini Hesti tak bisa menyalahkannya, dia sendiri saja tak fokus dengan jalanan, ya sudahlah toh ia memang berencana ke kampus, meski harusnya setelah mengambil motornya di bengkel. Kini Hesti turun dari motor, menyerahkan helm pada Izal dan Izal melepaskan helm serta maskernya.

"Jadi, lo mau ngomong soal apa?"

"Ini tentang Pak Oliver," kata Hesti, wajahnya agak mendekat ke wajah Izal, maksudnya berbisik saja, tetapi tiba-tiba seseorang menyeletuk.

"Dih, kelakuan lo, dasar lont*!" kata seseorang tiba-tiba, membuat keduanya menoleh kaget, dan ternyata itu para fans barbar Oliver. Keduanya menatap heran karena celetukan tiba-tiba itu.

Izal mengangkat dagunya. "Maksud lu apa hah hina-hina cewek gue?!" Izal berkata lantang, Hesti agak kaget dengan ungkapan cewek gue itu, tetapi ia sendiri ingat bersandiwara sebagai pacar Izal, jadi ia menepis pemikiran anehnya.

"Zal, lo jaga deh cewek lo, jangan jajain badan ke mana-mana." Hesti yang dikatakan begitu kesal bukan main, apa-apaan sih fitnahan itu?! "Mau jual sama Pak Oliver, dih murah gitu mana mau Pak Oliver!"

Mata Hesti membulat sempurna.

"Jaga omongan lo, ya! Lo yang lont*!" teriak Hesti balik, ia siap menyerang tetapi Izal menahannya.

"Sekali lont*, tetaplah lont#, dari SMA kan udah begitu." Mereka berkata dan Hesti terdiam, mereka tahu masa lalunya soal itu ... dada Hesti seketika sakit dan Izal berusaha menenangkannya. "BTW, enak gak tuh, pas pulang jalan kaki? Masih rusak ya motor lo? Kasian ...."

Dan motornya, bagaimana mereka tau?

"Jadi elo yang campurin bensin sama air hah?!" Izal kali ini yang emosi.

Mereka hanya menggedikan bahu seakan tak merasa bersalah, tetapi sudah jelas dari ekspresi itu merekalah yang melakukannya. Mereka yang nyaris merusak total motor Hesti.

Izal menatap Hesti yang diam, ia sepertinya mulai mengalami masa-masa traumatis lagi, membuat Izal merengkuhnya lembut.

"Lo pada denger ya, denger omongan gue baik-baik. Gue pacar Hesti, dan Hesti gak pernah naruh hati apa pun ke Pak Oliver, kalian aja yang terlalu gila, terlalu fanatik sama dia, tu mata dipake lebar-lebar buat liat, sebelum gue colok tu pake piso!" ancam Izal.

"Duh, serem, mantan penguasa SMA serem ...." Mereka berkata dengan mengejek, seakan tak takut dengan ancaman Izal sama sekali. "Sekali bucin tetap aja bucin, buta juga ama kelakuan pacarnya sendiri."

"Cukup." Dan suara itu terdengar di tengah-tengah adu mulut keduanya, semua menatap ke sumber suara dan menemukan Pak Oliver ada di sana, ekspresinya yang biasa ramah tamah kini terlihat hanya tatapan tajam penuh amarah. Ia menatap para mahasiswa dan mahasiswi itu bergantian.

"Pak ... Pak Oliver ...." Para cewek itu terlihat kikuk, mereka tak nyaman dengan ekspresi Pak Oliver saat ini.

"Jika keberadaan saya membuat terjadinya pertentangan di sini, lebih baik saya tidak pernah mengajar di sini." Mendengar itu, tentu saja semuanya syok bukan main. "Kalian pikir kampus tempatnya cinta-cintaan? Antar mahasiswa, antar dosen, antar dosen mahasiswa, antar warga kampus? Hanya itu? HANYA ITU?!" Semua terkesiap karena teriakan Oliver di akhir.

Jelas sekali, pria itu marah berat, sangat marah.

"Kalian mahasiswi, dan mahasiswa saya, saya berbuat baik pada Hesti pun sewajarnya mahasiswa dan dosen. Begitu pula dengan kalian, ada saya membeda-bedakan itu, huh? Ada? ADA ATAU TIDAK?!" Emosi Oliver tampaknya sangat meledak-ledak pagi ini.

Satu hal yang mereka tahu, jika orang ramah marah, maka sangatlah menakutkan ....

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

PAK DOSEN & RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang