Chapter 17

952 110 3
                                    

2 April 2022

•••

Hari Minggu, adalah hari bersantai bagi banyak orang. Entah sekolah yang libur, pekerjaan yang libur, dan masih banyak lagi. Hari ini pun Hesti dan Izal yang libur hang out bareng sebagai penenangan otak karena harus mengerjakan skripsi masing-masing, dan niat utama mereka tentu, seperti kemarin, bertemu kakak angkat Izal.

Sampai di rumah pemuda itu, Hesti turun dari motor, melepaskan helm, dan melihat keadaan rumah pacarnya tersebut. Izal punya rumah yang sederhana, mirip rumahnya saat dulu sebelum direnovasi Kak Brendon.

"Nah, ini rumah gue, biasa aja ya?" tanya Izal yang ternyata sudah ada di samping Hesti. Ia tahu persis Hesti dari kalangan anak orang kaya.

"Keliatan nyaman." Hesti berkomentar, memang rumahnya meski mungil kelihatan nyaman. Taman depan rumah terawat baik, bata-bata jalanan yang ada tersusun rapi, pula kayu yang dipakai untuk rumah terlihat kokoh. Warna kecokelatan yang khas bahkan mengkilap cantik. "Kesannya rumah klasik tapi tetep zaman milenial."

Izal tertawa. "Yah, kami renov dikit-dikit." Izal menyetujui. "Ya udah, yuk masuk! Kakak pasti di dalem, paling lagi masak sih."

Hesti mengangguk dan keduanya pun masuk ke rumah itu, Hesti melihat di luar saja nyaman, maka dapat dipastikan di dalam pun juga sama nyaman dan asrinya. Kesan klasik semakin kentara karena interior rumah Izal sepertinya memang didesain lawas.

"Keknya ini tangan hasil arsitek," kata Hesti, menatap Izal yang memang mengambil prodi untuk menjadi itu.

Izal tertawa. "Yah, lumayan gak bayar double."

"Eh, kalian akhirnya dateng!" Sebuah suara terdengar, Izal dan Hesti menoleh ke sumber suara dan tampaklah seorang wanita cantik memakai celemek, bergaya sangat keibuan di sana. Hesti ingat Izal pernah mengirimi foto Kak Nata padanya, dan inilah Kak Nata.

Nyatanya, lebih cantik saat dilihat di dunia nyata.

"Kak Nat!" sapa Izal dan Hesti bersamaan.

"Ayo, sini, Hes, Zal. Kakak udah masak buat sarapan. Kalian sepagi ini pasti belum pada sarapan kan?" kata Kak Nata dengan gembiranya, ia wanita yang menyenangkan.

Hesti menatap Izal, apa ia harus menerima tawaran itu, ini kali pertama ia ke sini ... perasaannya jadi tak enak.

"Wah, Kakak tau aja!" Izal tertawa kemudian menatap kekasihnya. "Ayo, Hes!"

Namun menolak ajakan, rasanya malah makin tak enak. Ah, Hesti sepertinya harus menerimanya, asal jaga image dan sadar diri.

"Ayo, Hesti, Izal! Nanti keburu dingin!" Kak Nata kembali mengajak mereka.

"Makasih banyak ya, Kak." Hesti menjawab malu-malu dan mulai mengekori Izal menuju dapur bersama Kak Nata.

Kak Nata sejenak menghentikan Hesti. "Aduh, cantik banget kebanding di foto ya, Hesti jangan malu-malu ih, anggap aja rumah sendiri. Kan ini rumah ... calon suami kamu." Kak Nata menggoda Hesti, dan kedua pipi Hesti seketika memerah.

"Kak, apaan, jauh amat mikirnya!" Izal agak miris.

"Ya gak papa jauh-jauh, kalian berdua cocok banget ih, gemesin couple satu ini." Kak Nata gemas sendiri dengan terkikik geli, ia benar-benar senang melihat adik angkatnya dan kekasihnya itu. Dan Hesti senyam senyum sendiri karenanya, salting.

"Ayo kita makan bareng, sebagai keluarga! Kuy!" Kak Nata menggandeng tangan Hesti menuju dapur melewati Izal yang geleng-geleng kepala, kakaknya heboh sekali ternyata.

Hesti didudukkan Kak Nata lembut ke kursi yang tersedia, kemudian duduk di kursi lain. Hanya ada dua kursi di sini.

"Ayo, ambil makanan yang kamu suka, ini Izal yang bilang kesukaan kamu apa aja jadi jangan heran ya." Benar, Hesti berwow ria, semua masakan yang ada adalah masakan kesukaannya.

"Kakak hebat banget," kata Hesti kagum, ia berusaha tak malu-malu dan akrab dengan calon kakak iparnya itu, yang penting tidak malu-maluin. "Keren deh."

"Ugh, jangan dipuji, nanti kepala Kakak menggede," kata Kak Nata, tertawa geli begitupun Hesti.

Izal yang berjalan malas menghampiri mereka menatap kedua cewek itu, ia kemudian tersenyum, mereka mudah akrab sepertinya. Namun, senyumnya hilang, kala ....

"Lho, kursi buat aku mana Kak?"

"Ambil sendiri, dasar cowok!" Kak Nata mengomel. "Ingat, ladies first."

Izal mendengkus sebal dan Hesti serta Kak Nata tertawa mengejeknya, Izal senang sih mereka akrab, tapi tampaknya mereka juga akan akrab mempermainkannya. Oh, kenapa ada dua cewek menyebalkan yang begitu Izal sayangi.

Kembali, Kak Nata dan Hesti berbincang akrab, mereka sudah jadi bestie sekali ketika Izal datang bersama kursi baru dan duduk di sana. Rasanya, malah Izal yang jadi obat nyamuk, padahal Hesti pacarnya. Yang mereka omongkan pun random sekali, khas perempuan, beda sekali kala Hesti bicara pada Izal.

Walau ia sadar, Izal ini cuekan dan tak punya banyak topik di kepala.

Ah, Izal bodoh amat ajalah, dia fokus makan, masakan kakaknya enak juga.

"Jadi, kapan kalian nikah?" Izal yang tengah makan langsung terbatuk karena hal itu, segera ia ambil minum demi melegakan tenggorokannya.

Hesti tampak malu-malu. "Ih, Kakak ...." Hesti tertawa geli.

"Kak, suka amat ngegas soal itu." Izal mendengkus sebal setelah berhasil menetralkan tersedaknya.

Kak Nata hanya tertawa geli akan tingkah keduanya. "Ya kali aja abis tamat kan? Kakak banyak aja kok tabungan buat kalian nanti ke jenjang pernikahan."

"Kak, simpen aja tabungannya." Izal menatap serius kali ini. "Buat Kakak aja, aku mau kerja sampai sukses, baru rencananya ngelamar Hesti. Aku mau usaha, aku gak mau nyusahin Kakak, dan seharusnya aku yang bantu Kakak bukan sebaliknya."

Mendengar itu, meja makan seketika hening, kecuali suara Izal yang entah kenapa makan lagi seakan tak mau tahu setelah mengatakannya, padahal baik Hesti dan Kak Nata takjub dengan penuturan Izal yang demikian. Tersentuh. Keduanya pun saling bertukar pandang seraya tersenyum.

"Kamu denger kan, Hes? Kamu gak akan salah pilih." Hesti mengangguk setuju akan ungkapan Kak Nata.

"Iya, Kak." Hesti tak bisa melepas senyumnya, rasanya menghangatkan.

"Oh ya, kapan nih kami ketemuan sama keluarga kamu, Hesti?" Kali ini Kak Nata berbisik, tak ingin mengganggu Izal, tetapi Izal entah kenapa langsung menatap sinis.

Apa yang mereka bicarakan saat ini? Kalau ia cegukan, mungkin itu dia.

Hesti terlihat malu-malu. "Pertemuan antar keluarga aja kok, bukan lamar-lamaran, Kakak tau kok kalian pasti punya banyak cita-cita buat digapai. Eh, kalian keknya sibuk skripsian ya?"

"Gak sibuk-sibuk banget sih, Kak. Masih banyak waktu, kalau Kakak free dateng aja!" Hesti jelas senang hati akan kedatangan Kak Nata di rumahnya.

"Hihi, oke sip. BTW, gimana tanggapan ortu atau keluarga kamu tentang Izal? Mereka udah tahu tentang kalian?"

"Nah, ini dia Kak, Mama sama Bapa langsung heboh, mana bawa-bawa nikah ini nikah itu, sebelas dua belas kek Kakak, eh maaf Kak." Hesti keceplosan, ia terlalu jujur rasanya, tetapi Kak Nata hanya tertawa geli.

"Bagus deh, keknya saling nerima aja, gak sabar deh nanti diketemuin terus muach muach owek owek ...."

Astaga, Kak Nata ternyata lumayan weird juga, Hesti jadi tak akan menanyakan sikap aneh Izal sendiri dari mana.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

PAK DOSEN & RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang