"Jangan mengejan dulu mbakyu. Atur nafasnya."
"Huh huh huh..."
"Aku periksa sekali lagi ya pembukaan mbakyu."
Perut Purbasari yang sudah sangat besar pun cukup menghalangi wanita itu untuk membungkuk dan memeriksa pembukaan jalan lahir sang kakak.
"Sudah pembukaan lengkap. Mbakyu bisa mulai mengejan kalau kontraksinya muncul lagi. Kangmas Indrajaya, tolong sanggah tubuh mbakyu supaya dalam posisi setengah duduk."
Indrajaya segera duduk di belakang tubuh istrinya dan menyandarkan tubuh sang istri padanya. Ia pun menggenggam tangan istrinya untuk memberi kekuatan. Tak mau membuang waktu, Purbabarang langsung mengejan begitu kontraksi datang tak lama setelah Purbasari menyatakan bahwa pembukaannya sudah lengkap.
"Eeeenggghh..."
Entah kenapa, melihat Purbabarang mengalami kontraksi bahkan kini tengah berjuang melahirkan, Purbasari turut merasakan kontraksi-kontraksi ringan di perutnya. Namun wanita itu coba tak menghiraukannya supaya tetap bisa berkonsentrasi membantu Purbabarang melahirkan.
"Eeeemmmhhhh... Huh huh huh..."
Kepala bayinya terlihat keluar malu-malu. Muncul sedikit namun tak lama kembali masuk seiring terputusnya ejanan sang ibu.
"Eeeemmmhhhh..."
"Ayo mbakyu, dorong lebih kuat. Aku sudah bisa melihat rambutnya yang hitam."
"Eeeenggghh... Aaah..."
Sesekali Purbasari mengelus perutnya yang tiba-tiba menegang sambil terus berupaya fokus membantu sang kakak bersalin.
"Eeeenggghh... Aaakkh... Sakiith..."
"Setengah kepalanya sudah muncul mbakyu..."
Purbabarang merasakan organ intimnya sakit dan panas seperti terbakar saat kepala sang bayi melewati jalur lahirnya.
"Eeeenggghh..."
"Bagus mbakyu... Sedikit lagi..."
"Eeeenggghh... Aaah.... Huh huh huh..."
Plop
Kepala bayinya keluar dengan sempurna, menggantung di antara kedua kaki sang ibu. Purbasari mengambil lap basah untuk membersihkan wajah bayi itu dari lendir dan darah kemudian memeriksa apakah ada lilitan tali pusar di lehernya.
"Tidak ada lilitan tali pusar. Mbakyu bisa kembali mengejan kalau sudah siap."
"Eeeemmmhhhh..."
Ejanan Purbabarang belum memberikan kemajuan yang berarti. Bahu bayinya masih tersangkut di dalam jalan lahir.
"Eeeenggghh..."
Sementara itu, Purbasari makin merasa tidak nyaman dengan perutnya. Dia terus merasakan perutnya mengencang dan juga sakit.
"Eeeemmmhhhh... Huh huh huh..."
Perlahan-lahan, bahu sang bayi mulai menyembur keluar. Sisi kanan kemudian menyusul sisi sebelah kiri.
"Bagus mbakyu, bahunya sudah keluar..."
"Huh huh huh... Aku lelah..."
"Sebentar lagi kita bisa bertemu anak kita Dinda..."
Purbabarang mulai kehabisan tenaga. Ejanannya pun mulai melemah. Indrajaya berusaha dengan segala cara untuk menyemangati istrinya
"Eeeenggghh..."
Purbasari coba membantu dengan menarik pelan kedua belah bahu bayi mungil itu. Dengan sisa-sisa tenaga terakhir yang Purbabarang punya, ia mendorong bayinya sekuat tenaga.
"Eeeenggghh... Aaah... Huh huh huh..."
"Oek oek oek..."
Bayi kecil berjenis kelamin laki-laki itu langsung menangis kencang saat keluar dari rahim sang ibu. Purbasari membawa bayi kecil itu ke pangkuannya, kemudian memotong tali pusarnya dan mengelap badan si bayi dengan handuk basah.
Brak
Guruminda datang dengan tergopoh-gopoh bersama seorang bidan. Tadi Guruminda pergi menjemput bidan untuk membantu persalinan Purbabarang. Tapi cuaca yang tidak mendukung membuat mereka baru tiba saat bayi Purbabarang telah lahir.
"Maaf putri, saya baru datang."
"Tidak apa bidan. Tolong periksa mbakyu."
Sambil menggendong bayi kecil yang baru lahir itu, Purbasari menyingkir Dan memberi tempat pada bidan tersebut. Setelah menyerahkan bayi itu pada Purbabarang untuk disusui, Purbasari berjalan menghampiri Guruminda.
"Tidak ada masalah dengan persalinan putri Purbabarang. Selamat atas putra kanjeng putri Purbabarang dan kanjeng pangeran Indrajaya."
Semua orang di ruangan itu pun dapat menarik nafas lega. Tiba-tiba Purbasari merintih kesakitan.
"Sssh.... Aakh..."
"Dinda, kenapa?"
"Purbasari?!"
"Perutku Kanda... Aakh... Sakiith..."
"Bidan tolong!"
"Kita ke kamar kanjeng ratu saja. Saya akan memeriksa kanjeng ratu di sana."
Dengan sigap Guruminda langsung menggendong istrinya dengan bridal style. Dia kemudian meletakkan Purbasari dengan hati-hati di atas ranjang mereka.
Sang bidan pun mendekat ke arah Purbasari dan mulai memegang perut besar sang ratu. Bidan itu merasakan perut hamil Purbasari yang sangat keras di bawah telapak tangannya.
"Kanjeng ratu mengalami kontraksi."
"Kontraksi? Bukannya perkiraan waktu persalinan Purbasari masih beberapa minggu lagi?"
"Benar kanjeng raja. Sepertinya kanjeng ratu mengalami kontraksi karena merasakan ketegangan saat membantu kanjeng putri bersalin."
"Apakah tidak berbahaya kalau harus melahirkan sekarang?"
"Kandungan kanjeng ratu sudah cukup umur. Seharusnya tidak masalah bagi bayi dan ibunya. Tapi posisi bayi kanjeng ratu sungsang."
"Lalu bagaimana?"
"Kanjeng ratu tetap harus melahirkan, tapi akan lebih sulit dan sakit proses karena bayi dalam posisi sungsang."
"Lakukan yang terbaik untuk anakku, bidan... Aakh..."
"Atur nafasnya kanjeng ratu..."
"Huh huh huh..."
"Kanjeng raja, bisa tolong duduk di belakang tubuh kanjeng ratu? Tolong Topang tubuh kanjeng ratu hingga posisi setengah duduk. Pembukaan ratu sudah hampir sempurna. Persalinan akan segera dimulai."
Guruminda bergegas duduk di belakang Purbasari kemudian menyandarkan punggung istrinya itu ke dadanya.
"Sssh... Aaah..."
"Tahan sebentar kanjeng ratu. Jangan mengejan dulu."
"Uugghh... Sssh..."
Guruminda mengulurkan tangannya dari belakang tubuh Purbasari untuk mengelus perut besar istrinya itu.
"Sebentar lagi kita akan bertemu dia. Dinda harus kuat."
"Sssh... Iyaah kandah... Aaakkh... Sakiith..."
*
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Pregnancy
Fiction généralePangeran dan putri menikah dan hidup bahagia selamanya... The end Begitu lah kira-kira akhir dari setiap cerita dongeng seorang putri... Kali ini aku ingin membawakan sekelumit cerita tentang para putri negeri dongeng saat menanti kelahiran buah h...