A15

0 0 0
                                    

***

Selama dua minggu menghindari mereka, satu hal yang Alana sadari adalah bahwa ia tidak ingin kehilangan sahabatnya.

Seberapa besarpun ia mencintai salah satu dari mereka, tak ada artinya jika Alana kehilangan pada akhirnya.

Tidak apa jika ia memang kehilangan cintanya. Tidak apa jika ia kehilangan Regan sebagai orang terkasihnya. Asal jangan ia kehilangan Regan sebagai sahabat dekatnya.

Menyendiri dan berpikir membuat Alana yakin pada keputusannya untuk tak mengedepankan ego dan perasaannya.

Meski memang sakit dan sulit pada awalnya, Alana yakin bahwa ia akan segera terbiasa dan akan baik-baik saja.

Mencintai dirinya selama separuh hidup Alana, membuat ia paham bagaimana memendam cinta yang sesungguhnya. Dan Alana yakin bahwa sekarang ia juga mampu melakukannya, lagi.

"Alaanaaa..!!"

"AL??!"

"Anj-- ngapain sih malem-malem teriak-teriak." Alana kesal karena lamunannya buyar begitu saja.

"Al lo dimanaaa??!"

"GAK USAH TERIAK-TERIAAAAKK!! GUE GAK BUDEGGG!!"

"Oh di kamar." gumamnya yang dapat Alana dengar.

"Al??" panggilnya sembari membuka pintu kamar Alana.

"APA?!"

"Buseeet! Santai napa?!"

"Ya elo!"

"Gue ngapain?"

"Ganggu tau gak?!"

"Iya iya sorry. Tapi ini mendesak bangett.. ayo!!"

"Apaan?!" Alana mengerinyit heran. "Mau kemana lagi lo, rapih bener.." Alana menatap Regan dari atas sampai bawah.

"Temenin gue, Al.."

"Kemana?"

"Ketemu calon mertua." ungkapnya.

Alana sempat membisu, namun ia buru-buru mengalihkan pikirannya.

"Ngomong yang bener! Sini masuk!" titah Alana.

Regan masuk dan langsung duduk di ujung ranjang Alana.

"Jadi?"

"Nanti keluarga Indira mau ke rumah." katanya.

"Ngapain?"

"Makan malem bareng."

"Doang?"

"Iya."

"Yakin?" Alana memincingkan matanya sebab tingkah Regan yang berbeda dari biasanya.

"Hehe." Regan menyengir kuda sebelum melanjutkan. "Sebenernya gue mau tunangan sih, Al."

"Whattt?!!"

Regan tersenyum lebar.

"Lo?"Alana menunjuk Regan sambil melotot. "Mau tunangan tapi gak ada ngomong sama kita-kita?! Waaahh parah sih, lo! Lo anggap kita apa, hah?!"

"Ya gue belum siap aja. Maksudnya abis ini gue mau cerita, Al."

"Terus kenapa sekarang tiba-tiba? Gue doang?"

"Karena elo mau nemenin gue, 'kan?"

"Kapan gue nge-iyain?"

"Lo pasti mau."

"Pede!"

"Ayolahhh!! Lo 'kan udah kayak pinang dibelah dua, sama gue."

"--lagian gue udah minta izin sama bunda. Katanya boleh, orang lo tinggal nyebrang ke rumah gue."

ALANA [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang