Epilog

0 0 0
                                    

***

Entah sudah berapa kali, Alana menghela napas selama perjalanannya.

Dengan outfit atasan hitam polos dibalut coat cream, serta celana jeans hitam yang menutupi kaki jenjangnya--membuat ia terlihat simple but elegant. Jangan lupakan topi hitam serta kacamata yang bertengger indah di kepala dan hidungnya.

Baiklah. Itu tidak penting untuk sekarang.

Alana menyisir sekitarnya, melihat-lihat apakah bundanya menunggu atau meninggalkannya lebih dulu.

Namun pada saat pandangannya lurus pada area pintu keberangkatan, ia melihat empat sekawan sedang berdiri dengan baju yang masih sama pada saat mereka berpisah di sekolah.

Alana tersenyum tipis. Meski iya dirinya melarang mereka untuk tak mengantarkannya, tetapi ia juga tak menampik kenyataan bahwa ia senang luar biasa akan kehadiran para sahabatnya.

"Itu Alana..!!" seru Javar saat ia menoleh.

Alana melambaikan tangannya dan tersenyum.

"Ngapain pada disini?" tanya Alana saat Daffa mengambil alih kopernya.

"Diem! Lo gak berhak ngusir kita lagi!" Javar misuh-misuh sendiri.

Alana terkekeh.

"Gue gak sejahat itu.."

"All.. ini beneran lo mau pergi? Lo tega ninggalin gue..?" Javar menyendu.

"Gue harus pergi.."

"Gak bisa besok aja? Atau lusa, atau bulan depan? Gue anterin deh ya? Atau gue juga kuliah disana, gimana?" Ia mengoyang-goyangkan lengan.

"Kayak anak kecil ditinggal induknya tau gak lo??" Alana lagi-lagi terkekeh.

"Biarin!!"

"Jangan gini dong!! Gue jadi gak tega.."

"Ya udah kalo gitu jangan pergi. Bisa 'kan?"

Alana menggeleng.

"Sumpah demi apapun gue rela lo babuin selamanya, asal lo tetep disini, Al.. jangan tinggalin kita!!"

"Lo bukan babu gue! Lo itu sahabat gue! Lo kakak gue.."

"Cih.." Javar memalingkan muka, menyembunyikan matanya yang memerah.

"Sini peluk.." Alana merentangkan tangannya. Dan tentu saja Javar langsung merangsak memeluknya.

"Makasih udah jadi teman adu bacot gue.. udah selalu hibur gue." Alana tersenyum sebelum melanjutkan. "Tetep jadi Javar yang gue kenal, ya? Selalu ceria. Tapi jangan ceroboh! Jangan jail! Jangan juga bego!" Alana kini terkekeh. "Tentuin kemana lo mau melangkah. Jangan buang-buang waktu lo untuk main, oke? Gue tunggu kesuksesan lo pas pulang nanti.."

Javar berkaca-kaca. "Makasih juga lo mau ladenin gue adu bacot. Makasih lo gak pernah buang gue padahal gue gak berguna. Lo itu sahabat terbaik yang gue punya.."

Alana melepaskan pelukannya, dan mengusap ujung matanya yang berair.

Lalu ia beralih pada Daffa, dan memeluknya.

"Daffa Raharja yang sedingin kutub, terimakasih lo udah mau jadi sahabat, kakak, dan ayah bagi gue. Makasih untuk apapun yang selalu lo berikan buat gue. Dan gue punya permintaan sama lo.."

"Apa?" tanya Daffa serak.

"Jangan dingin lagi sama cewek ya?"

"Gak bisa! Itu udah mendarah daging di tubuh gue."

Alana terkekeh.

"Terimakasih lo udah mencintai gue sepenuh hati, meski pada akhirnya gue ninggalin lo! Dan sekarang gue pengen lo temuin kebahagiaan lo. Entah sama siapapun itu, gue harap lo segera nemu pengganti gue. Gak peduli meski ia bar-bar, asal hatinya baik dan mau nerima kekurangan lo, gue setuju-setuju aja."

ALANA [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang