Bulan Februari.
Bulan kedua di tahun 2022.
Tak ada yang menarik. Bahkan ketika usia bulan baru menginjak angka dua.
Harusnya ini menjadi awal yang baik untuk memulai resolusi atas apa yang sudah ditulis bahkan diyakini dalam hati dan buku diary.
Namun entah mengapa resolusi itu kini terlihat tak begitu penting ketika menyadari dampak beberapa tahun ke belakang karena pandemi.
Tidak ada yang tahu, memang.
Karena semesta selalu punya cara untuk mengejutkan jiwa-jiwa penghuninya.
Berubah dan tak tahu kapan kembali seperti semula.
Begitupula dengan cuaca dan udara. Tak ada yang sama.
Selalu berubah-ubah tanpa bisa diprediksi.
Hari ini hujan, besoknya adalah panas. Hari ini panas besoknya adalah berangin.
Seperti saat ini.
Udara dingin pagi ini terasa begitu menusuk hingga ke rongga dada.
Bahkan sweater hijau botol itu, tak mampu melindungi sang pemiliknya dari udara.
"Alanaaaa..!"
Gadis pemilik nama itu menoleh ketika ia hendak keluar rumah. "Ya?"
"Ini masker kamu ketinggalan!" katanya.
"Lagi gak mau pake masker, Bunda."
"Loh harus pake dong! Udaranya dingin banget, sayang. Nanti kamu flu."
Alana menatap bundanya. Lantas ia tersenyum dan menerima uluran tangan itu. "Makasih, Bunda.."
"Sama-sama sayang.."
Brummm..brummm..
"Eh, tuh besti kamu udah keluar kandang. Cepetan gih!"
"Apa sih, Bunda? Besti besti. Kayak anak muda aja." Alana terkekeh mendengar penuturan ibunya.
"Ya 'kan menyesuaikan, Al. Biar bunda ngerti kalo anak jaman sekarang ngobrol."
Alana masih terkekeh, "iya gimana bunda aja, deh."
"Assalamualaikum.." sahut seseorang yang baru saja ibunya bicarakan.
"Waalaikumsalam.." jawab Alana dan bunda serempak.
"Bundaaaaaa.." serunya, langsung memeluk bunda Alana.
"Aduuhh anak bunda satu ini.. diluar aja kek singa. Dirumah bunda kayak anak kucing manja, ya?"
"Singa apanya, bun? Sama aja! Makan di sekolah aja harus Alana suapin?!" ungkap Alana.
"Oh ya?! Disuapin sama Alana?"
"Iya, bun.. MANJA banget tau, gak?!" kata Alana penuh tekanan.
"Gak papa dong! Sekali-sekali, sayang.."
"Enggak sekali-sekali, bunda.. T-I-A-P H-A-R-I."
"Kan kalian udah kayak sodara.. harus akur, dong.."
"Tapi aku kesel, bunda.. Regan nyebelin!!"
"Jangan gitu ah! Gak baik sayang.."
"Bundaaaa.." Alana merengek kesal.
Sedangkan cowok dihadapannya itu, sudah memeletkan lidah merasa menang.
"Yang anak bunda itu aku atau Regan, sih?! Kok belain dia teruss??"
"Ya kalian berdua anak bunda." kata bunda masih memeluk cowok jangkung itu.
"Tapi aku berasa anak tiri tauuu.." Alana merengut lagi.
"Sirik aja cewek jadi-jadian."
"Heh! Mulut lo ya?! Gue slepet mau?!"
"Jangan dong! Cium aja kalo mau. Nih.." kini cowok bernama Regan itu melepaskan rengkuhannya pada bunda dan mendekatkan wajahnya pada Alana.
"Regaaaannnn.. jijik tau gak?!" Alana bermaksud menjauhkan wajah Regan. Tapi nyatanya ia malah menabok wajah gantengnya dengan tidak sengaja.
"Alanaaaa! Sakit bego!"
Alana tak merasa bersalah. Ia malah memeletkan lidahnya dan tertawa kemudian.
"Apa sih ini yaampun.. masih pagi udah main tabok-tabokan?!"
"Alana tuh, bun!"
"Kamu juga! Apa maksudnya cium-cium Alana!"
"Hehe peace, bun.." Regan mengacungkan kedua jarinya.
"Udah sana! Telat baru tau rasa!"
"Iyaaaa.." jawab mereka serempak.
"Salam dulu dong, bun. Biar selamat dunia akhirat." Regan menyodorkan tangannya.
"Berangkat, bun." kini giliran Alana yang menyalimi bundanya.
"Hati-hati, Nak!"
"Alana sini lo!"
"Apa sih?! Anj-- argggh Regaaaannn rambut gue berantakan lagiii.."
"Bodo! Bye!" Regan berlari meninggalkan Alana.
"Sini gak lo?!"
"Hadeuhh, pusing juga punya anak dua." Bunda Alana hanya bisa geleng-geleng kepala.
***
Baru prologg.. santai.. hihi
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA [LENGKAP]
Storie breviCover by: pinterest ( @itrsnn_) ALANA MACKENZIE. Ia tidak dingin, namun juga tidak ramah. Begitu kira-kira pemikiran setiap manusia yang melihatnya. Ia hidup dengan ibu tunggal. Namun bukan berarti kekurangan kasih sayang. Ia juga mempunyai 4 sahaba...