Jiang FengMian berdiri di depan grobak penuh dengan jeruk dan kumpulan ibu-ibu, kali ini dia disuruh belanja oleh istrinya namun sepertinya dia kebingungan setengah mati. Beberapa menit sebelumnya mereka masih memutari sekitar pasar, dan Yu ZiYuan melihat ada toge yang bentuknya lurus dan itu sangat menarik perhatiannya.
“Oke FengMian, disitu ada tukang jeruk aku minta tolong belikan pisang! Aku ingin membeli toge lurus itu! Oke, good luck!” Sekejap wanita itu langsung hilang bagai ditelan angin topan. Jiang FengMian belum sempat memprotes tentang dia harus membeli pisang di tukang jeruk, bukankah itu cukup gila?
Dengan kikuk, dia mengeluarkan suaranya. “Mau pisangnya satu kilo.”
Seketika semua mata langsung tertuju padanya, abang-abang penjual jeruk itu melindungi burung beserta kedua telurnya. “Yang ini ga di jual pak.” Katanya sembari menunjuk anunya.
“Bukan begitu maksud saya bang, aduh gimana ya jelasinnya.” Jiang FengMian mondar-mandir sebentar dan tak sadar kumpulan ibu-ibu itu sudah berbunga-bunga. Jarang-jarang kan ada orang tampan + gila di pasar, ini adalah keajaiban dunia.
“Masih berbondong ya mas?”
“Dateng sama siapa? Sendirian aja mas ganteng?”
“Nafkahin tante dong!”
“Aduh si A'a kasep pisan ih, jadi pengen.”
Plak!
“Pengen, pengen! Pengen apa?! Kitu mertua maneh neng! Neng! Jangan ngada-ngada!” Seru Jiang Cheng selepas mengeplak bahu Jin Ling ketika melihat ayah mertuanya dikerubuni ibu-ibu.
“Ya atuh reflek A'a, kayak ga pernah liat orang kasep aja.” Jin Ling menghampiri Jiang FengMian di tukang jeruk dan meningalkan Jiang Cheng dengan penuh belanjaan sayur mayurnya.
“Mau beli apa neng cantik?” Tanya tukang jeruk itu genit, Jiang FengMian yang melihat Jin Ling begitu merasa senang, akhirnya dari sekian banyak orang ada juga yang dia kenal.
“Maaf bang, neng lagi ga pengen jeruk. Kalo pengen tinggal kupas jeruknya si A'a.” Kampret, dengan reflek Jiang Cheng memegang kedua telurnya dan membayangkan dua benda bundar itu akan dikupas. Ngeri, ngeri!
“A-Ling! Tolong ayah nak!” Jiang FengMian memelas. Bagai ibu-ibu peri Jin Ling tersenyum secerah Mimi Peri.
“Itu anaknya mas?” Tanya salah satu ibu-ibu itu. Jiang FengMian menoleh dan tersenyum lembut sebelum mengangguk pelan.
“Yah, udah punya anak!”
“Gapapa udah punya anak, yang penting berondong!” Sahut ibu-ibu lainnya.
Tak lama kemudian Jiang Cheng datang dengan kedua tangannya sibuk memikul belanjaan Jin Ling yang bisa dibilang normal-normal saja. “Berondong apanya? Dia ayahku, sudah tua.” Sahutnya. Seketika hati ibu-ibu itu langsung bergetar hebat, bapaknya aja cakep, apalagi ini anaknya!
“Gapapa ga dapet bapaknya, dapet anaknya juga ga masalah!”
“Nak, nikah sama anak ibu yuk!”
“Fix ini calon imam saya!”
“Kalo bisa anak sama bapaknya, kenapa enggak!”
Suara itu terus bersahut-sahutan, membuat Jin Ling geram. Dia menggebrak gerobak jeruk itu dan seketika semua mata tertuju padanya. Jiang Cheng sendiri sudah panik bukan main, karena istrinya yang blak-blakan membelah gerobak itu menjadi dua, bisa-bisa dia jatuh miskin hanya karena harus membayar ganti rugi gerobak beserta buah jeruk tersebut. Nasib, nasib.
“Kalian sama abang jeruk aja, si A'a udah punya neng ga bisa di ganggu gugat. Ah, jadi pengen makan jeruk.” Matanya sayu namun tatapannya menyeramkan, Jiang Cheng bersembunyi dibalik tubuh ayahnya, sekarang dia benar-benar takut miliknya akan dikuliti. “A'a, ayo pulang!” Jin Ling menyeret Jiang Cheng, sementara itu Jiang FengMian yang membayar ganti rugi dari gerobak beserta jeruk-jeruk itu.
Tak lama setelah itu, Yu ZiYuan datang. “Mana pisangnya?”
“Em, habis.” Jawab Jiang FengMian dengan kikuk.
Yu ZiYuan beroh ria. “Oh, habis. Yaudah sisa uangnya?”
“Ma-maksudnya uangnya yang habis, ha ha ha ha.”
Sementara itu di dalam rumah kediaman Nie, Nie HuaiSang sedang merebus udang. Asik, akhirnya Nie MingJue bisa ngerasain masakan bininya setelah sekian purnama dia lewati hanya memakan makanan cipetan dari Jin GuangYao, bininya kakanda XiChen. Sudah lama dia menunggu di meja makan namun Nie HuaiSang hanya memasak untuk dirinya sendiri, memang dakjal.
“Makan bang!” Tawarnya, dia buta atau katarak? Lakinya udah ngeces kayak anjing liar liatin dia makan.
Tak lama waktu berselang, terdengar teriakan histeris dari Jiang Cheng. “Neng! Jangan di kupas jeruk A'a! Ampun neng, ampun!”
“Wih liat bang, ada yang mau dianiaya!” Seru Nie HuaiSang saat melihat Jiang Cheng yang diseret oleh Jin Ling dari balik jendelanya. Secepat kilat, Nie MingJue juga ikut mengintip drama keributan itu. Kasian banget si Jiang Cheng mau dikulitin jeruk kembarnya.
“Shuut! Kita ga usah ikut-ikutan, nanti jeruk abang ikutan dikulitin.” Nie MingJue merinding asoy sembari membayangkan miliknya dikukiti.
Setibanya di rumah, Jin Ling menatap pria yang lebih tua darinya yang kini gemetar seperti Pou kebelet berak. “A'a kenapa? Neng ga bakalan kulitin jeruknya A'a.” Celetuknya. Malahan setelah menyatakan hal itu Jiang Cheng semakin merinding.
“A'a maunya percaya, tapi itu piso buat apa neng?” Jiang Cheng hendak ngibrit namun Jin Ling menahannya, jantungnya kini sudah dag dig dug ser kayak abis dengerin dangdut tepat di depan speakernya. “Ampun neng, ampun.. Huhuhu, aset A'a jangan diapa-apain!”
“Atuh si A'a lebay pisan, neng cuman pegang piso diributin. Sini neng kupasin apel biar A'a ga cari istri baru.” Jin Ling menepuk sofa disebelahnya dan mulai mengupasi apel yang dia maksud tadi. Dengan ketakutan Jiang Cheng duduk di sebelahnya, sebenernya dia masih ngeri-ngeri asoy. Tapi doakan saja semoga jeruknya tidak benar-benar dikupas
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga [MDZS°TGCF]
FanfictionPara tetangga kampret mulai berkeliaran, bagaimana jadinya jika mereka bersatu?