Mata seorang pemuda yang terlihat tidak tenang tadi kini berhenti saat sosok seorang gadis dengan rambut di ikat ekor kuda itu memasuki kelas dan berjalan menuju bangku sebelahnya.
"Kenapa liatin akunya begini banget ya?". Ucap Mira saat merasa risih ditatap dengan tatapan memuja oleh Batara.
Batara malah tersenyum. Baginya melihat wajah Mira marah atau kesal kebingungan seperti sekarang adalah hal lucu.
"Udah kelas 12 Mira, lo jangan jutek-jutek deh ke gue".
"Ga jutek Bataraaaaa".
Teeetttt..
Bel masuk telah berbunyi para murid juga sudah berkumpul, duduk rapih di bangku masing-masing.
Bu Asdiani masuk sambil membawa buku seperti biasanya. Seisi kelas senyap tidak ada yang berani bersuara.
"Guru kesayangan gue". Bisik Batara di telinga Mira.
Alis gadis itu terangkat. Lantas apa? Seisi kelas juga tau bukan kalau Batara murid kesayangan Bu As dan sebaliknya, Bu As guru keasayangan buat Batara.
"Lo ga nanya kenapa?".
Apanya yang salah? Apanya yang harus ditanyakan? Semua orang sudah tau alasannya.
"Karena Bu As guru Kimia". Ucap Batara tersenyum.
Dengan sengaja pemuda itu mendekatkan bangkunya pada bangku Mira. Pemuda itu tidak pernah ingin berjauh-jauhan dengan Mira.
Wajah Mira masih menampilkan kembingungan.
"Karena sepanjang dia ngajar lo akan manja ke gue".
Mata Mira melotot seketika.
"Paansih Bat!".
"Bener kan? Gue suka saat lo manja ke gue. Dan gue cuman dapet kesempatan itu saat mata pelajaran Kimia berlangsung".
"Terus? Keberatan?".
"Jelas engga lah. Kan gue bilang gue seneng".
Entah sudah sejak kapan perkataan ngelantur Batara berhasil membuat pipi Mira bersemu merah seperti sekarang ini. Mungkin semenjak kelas dua belas?
Mereka berdua kerap kali mengobrol diam-diam saat ada guru yang menerangkan. Seperti asyik berdua, mereka tampak tidak pernah bosan saat jam pelajaran apapun di mulai.
Mereka tekun belajar, mereka bersungguh-sungguh. Bahkan beberapa kali kedapatan saat jam istirahat pun mereka tetap di kelas dengan alibi membahas tugas.
"Lo udah bisa menyetarakan reaksi redoks?". Batara bertanya.
Mira mengangguk ragu.
"Udah belum?".
"Udah. Mungkin. Hehe".
"Coba gimana?".
"Ih Batara nanti deh aku mau fokus ke Bu Asdiani dulu".
Samira yang gugup kini berpura-pura tengah memperhatikan Bu Asdiani menjelaskan padahal Bu Asdiani sudah selesai. Kini Bu Asdiani pun menuliskan beberapa soal di papan tulis.
"Aduh!". Serunya pelan yang masih dapat terdengar jelas di telinga Batara apalagi dengan posisi bangku mereka yang berdekatan.
Entahlah, tiap kali Batara mendekatkan bangkunya Mira sudah tidak pernah lagi mengomel. Dulu, dia akan mengomel habis-habisan jika Batara bergelagat mendekat padanya. Secepat ini dunia berputar ya?
"Kan udah gue bilang".
Mira menatap sebal pada Batara. Itu bukan sebal yang benar-benar sebal. Hanya sedikit sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMIRA
Teen FictionPerihal luka yang saling mencoba lupa. "Maaf sudah hadir walau ga sampe akhir" -Batara Bima Sanjaya "Aku benci masa lalu bukan saat semesta menyuruhnya pergi tapi saat dia sendiri yang memutuskan berhenti' -Samira Luthfiya "Sedang aku akan selamany...