Pukul 10.00 pagi bell masuk kelas sehabis istirahat pertama berbunyi. Para siswa-siswi sibuk berlarian menuju kelas masing-masing. Namun beberapa murid masih ada yang tetap santai di kantin sambil menghabiskan makanan mereka seolah tuli saat bel masuk berbunyi.
Pak Guntur, guru Fisika itu akhirnya memasuki ruang kelas XII IPA 2. Wajahnya masih ceria dan tambah ceria lagi mengetahui ada tugas yang harus dikumpulkan nya.
"Hai anak-anak, bapak harap kalian tidak lupa mengerjakan tugasnya".
Beberapa murid mengaduh karena lupa menyelesaikan tugas atau memang tidak mengerjakan.
"Yang belum siap silahkan keluar". Dengan santai Pak Guntur berkata.
Tanpa harus di ulang dua kali tampaknya murid-murid yang tidak mengerjakan dengan suka rela melangkah keluar.
"Samira kumpulkan tugasnya".
"Baik Pak". Gadis itu mengangguk.
Dengan wajah riang mengumpulkan buku-buku PR milik teman-temannya dan segera Ia serahkan kepada sang guru pengajar.
"Kerjakan No.5 Risman, 6 Edo, 7 Aida, 8 Rico, 9 Batara, 10 Farhan". Ucap Pak Guntur membuat copot jantung mereka yang namanya di sebut.
Jelas mereka yang mencontek akan kesusahan pasalnya buku tugas mereka telah di kumpulkan di meja guru di depan.
Dengan ragu-ragu mereka berlima maju. Mulai mengambil bagian masing-masing di sisi papan tulis. Aida melirik Mira sekilas berharap jika Ia kesusahan sang sahabat akan membantu.
Mira mengangguk. Jika membantu bisa ia lakukan dengan senang hati akan dia bantu. Namun mata Pak Guntur tak henti-hentinya menatap Mira yang menatap cemas ke arah sahabatnya itu.
"Jangan di bantu". Seru Pak Guntur yang diyakini adalah sindiran kepada Mira.
Mira tertunduk bingung harus apa. Di depan sana Aida sudah gugup setengah mati. Dia hanya menyalin tugas Mira tadi malam. Bukan cuma Aida, tapi hampir seisi kelas menyalin tugas milik Samira.
Setalah 10 menit beberapa dari lima orang yang disuruh maju mengerjakan di papan tulis sudah selesai dan kembali ke bangku masing-masing. Temasuk Batara dan Risman. Tapi lihatlah wajah panik Aida bahkan dia belum menyelesaikan separuh nya, juga Edo dan Farhan.
"Kalian bertiga ketahuan hanya menyontek saja. Berdiri".
Seisi kelas senyap. Sahutan doa dalam hati meminta keselamatan, itu yang tengah mereka lakukan sekarang.
"Samira kerjakan". Suruh Pak Guntur.
Mira melangkah dengan percaya diri. Dalam waktu kurang 10 menit ia telah menyelesaikan 3 soal milik temannya itu.
"Kalian ini kalau saya jelasin tuh ya di dengerin. Kalo kurang faham ya di tanyakan. Saya nih gak galak-galak banget loh. Atau kalau gak berani bertanya ke saya ya coba di tanya ke temennya yang faham. Yang penting ada niat belajar saja". Ucap Pak Guntur mengelus dahi.
Guru itu tampak pusing menghadapi anak muridnya yang bandel dan lebih senang mencontek.
"Bener Pak. Saya sekarang suka belajar dan banyak bertanya ke Mira. Alhamdulillah saya tadi mampu mengerjakan soal bapak". Dengan sok oke nya Batara berseru demikian sambil tersenyum becanda.
Seisi kelas menyoraki dirinya. Jelas gelagat itu hanya untuk membuatku bangga padanya yang mulai jago Fisika.
"Becanda mu ga lucu di situasi kayak gini". Ucap Mira.
"Lah? Kan bener".
"Ya gimana entar kalo jadi banyak yang minta ajarin ke aku. Gamau ah capek".
"Iya karena Lo kan maunya cuman gue muridnya. Yakan?".
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMIRA
Teen FictionPerihal luka yang saling mencoba lupa. "Maaf sudah hadir walau ga sampe akhir" -Batara Bima Sanjaya "Aku benci masa lalu bukan saat semesta menyuruhnya pergi tapi saat dia sendiri yang memutuskan berhenti' -Samira Luthfiya "Sedang aku akan selamany...