Pukul 6.00 pagi sudah rapih dengan seragam putih abu-abu lengkap dan rambut yang ia biarkan tergerai. Ibunya bertanya heran, apakah putrinya akan kesekolah sepagi ini? Jarak sekolahnya tidak terlalu jauh dan tidak akan membuatnya terlambat bahkan jika dia mau pergi agak siangan.
"Ada urusan Bu".
"Beneran gamau di antar Pak Kasman?".
"Gausah Bu. Masih pagi Mira jalan aja. Enak lagi udaranya masih seger".
"Yaudah hati-hati".
Gadis itu melangkahkan kaki nya riang sambil bersenandung kecil. Suara kicauan burung mengikuti langkahnya pula seolah menambah keceriaan paginya.
Jelas la tidak akan langsung pergi sekolah karena itu akan terlalu pagi. Kaki nya melangkah ke arah berbeda. Ke sebuah pemakaman yang memang menjadi tujuannya pagi ini.
Pedagang bunga disekitar makam sudah tiba. Baru saja menyiapkan dagangannya kala Mira datang ingin membeli satu.
"Satu tangkai tulip yang kuning ini berapa bu?".
"45.000 dek".
"Ini ya bu uangnya".
Langkah Mira semakin ringan saat memasuki area pemakaman. Wajahnya tersenyum sambil menatap keelokan bunga yang ia pegang.
"Hai selamat pagi Paras ku".
Mira berhenti tepat di depan sebuah makam bertuliskan Paras Hanafi.
Kini la berjongkok mendekati batu nisan makam.
"Bunga tulip kuning yang indah. Kesukaan ku".
Mira meletakkan bunga indah yang masih sangat segar itu tepat di depan batu nisan sang mantan kekasih.
"Cantik kan kaya aku?".
Sambil mengelus-elus nisan gadis itu tersenyum.
"Ras.. Kamu ingat ga kamu kan pernah bilang, kalo aku harus membuka hatiku untuk orang yang sayang padaku. Heeemm—". Gadis itu mengantungkan omongannya.
"Apa orang itu Batara? Menurut mu apa itu Batara?".
Tanya Mira pada sebuah batu nisan. Jelas itu tidak akan membantu apapun. Batu nisa tidak akan berbicara dan memberinya solusi namun itu adalah cara terbaik baginya untuk bercerita dan meluapkan apa yang sedang ia pendam.
"Apa dia terlihat seperti orang yang tepat?".
"Apa aku harus membuka hatiku Ras?".
"Hatiku masih terkurung Ras. Perasaanku masih utuh tentang mu. Gimana caranya supaya aku bisa membuka hati ku Ras?".
Gadis itu menyeka air mata yang tidak sengaja keluar barusan.
"Maaf terus-menerus nangis kalo keinget kamu".
Dengan berat hati gadis itu memaksa dirinya untuk tersenyum.
"Yaudah aku cuma mau curhat itu aja sih. Aku pamit ya udah jam 6.40 aku harus segera ke sekolah. Daa Paras".
"I love you Tuan Paras Hanafi".
***
Bu Linda masuk membawa buku pelajaran Biologi, dengan langkah tegapnya ia duduk di bangkunya.
"Selamat Pagi anak-anak".
"Pagi Buu". Ucap serempak anak-anak terlihat semangat memulai pelajaran.
Setidaknya ini Biologi bersama Bu Linda bukan Kimia bersama Bu Asdiani.
"Materi mengenai Pertumbuhan dan Perkembangan ibu harap sudah clear ya biar kita hari ini masuk pada Bab Metabolisme".
"Baik bu". Jawab seisi kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMIRA
Teen FictionPerihal luka yang saling mencoba lupa. "Maaf sudah hadir walau ga sampe akhir" -Batara Bima Sanjaya "Aku benci masa lalu bukan saat semesta menyuruhnya pergi tapi saat dia sendiri yang memutuskan berhenti' -Samira Luthfiya "Sedang aku akan selamany...