4

140 15 22
                                    

Daniel berjalan jalan disekitaran taman dan hanya memandang lurus ke arah depan. Dilihat nya banyak anak-anak yang bermain bersama keluarga mereka. Harmonis, kata yang menggambarkan kehidupan mereka. Daniel menghela nafas panjang. Kapan ayah nya itu menyadari kehadiran dirinya?. Ia tak sebodoh itu untuk tak menyadari kemiripannya dengan sang Ayah. Lagipula jika bukan Paman Joan yang memberitahu dirinya tentang fakta yang sebenarnya.

~FLASHBACK~

Daniel yang berusia 15 tahun kini begitu jauh berbeda dengan Daniel 5 tahun yang begitu ceria. Kejadian 10 tahun lalu membuat dirinya kehilangan senyuman dan keceriaan nya. Joan sangat iba melihat bocah kecil yang dulu begitu ceria sekarang malah menjadi begitu dingin tak tersentuh bahkan sangat jarang berbicara. Majikan nya bahkan semakin sering menghukum Daniel dengan cara yang sama. Hari ini Daniel sudah pulang sekolah dan seperti biasa Joan datang menjemput nya. Daniel sudah duduk di belakang Joan.

"Tuan muda? Apa tuan baik baik saja?."

Hening, Daniel tak menjawab perkataan Joan. Semakin takut dengan kondisi mental tuan muda nya, Joan segera melajukan mobil nya menuju psikiater kenalan nya.

Sesampainya di rumah si Psikiater tersebut, Joan langsung mengajak Daniel ke dalam rumah.

"Lah? Jo? Tumben lo kesini bawa bocah. Anak lu?." Tanya si Psikiater

"Hen, mending lo tanganin dulu bocah ini. Bentar gue bakal jelasin segala nya."

Segera pria yang dipanggil Hen itu pun segera memeriksa kondisi Daniel. Hendra Dwika Heryasta. Psikiater tampan yang merupakan sahabat Joan. Saat pertama kali melihat Daniel, ia begitu terkejut dengan pandangan kosong anak itu.

"Nak....siapa nama kamu?." Tanya Hendra

Lagi lagi Daniel tak menjawab. Hendra semakin gelisah. Ia menduga anak remaja dihadapan nya ini mengalami depresi yang begitu berat.

"Kamu umurnya berapa?. Nama om Hendra. Kalo kamu mau bicara, bicara aja nak, jangan takut. Ngga ada yang bakal ngapa-ngapain kamu kok."

Tak lama setelah itu Daniel menangis. Mendengar ucapan Hendra membuat perasaan nya meledak. Ia menumpahkan segala kesedihan nya lewat tangisan dan jeritan nya.

"Ngga apa-apa, keluarin semua nya nak. Ngga apa-apa kok." Kata Hendra sambil memeluk Daniel. Daniel semakin kencang menangis saat mendengar ucapan Hendra.

"K-kenapa a-ayah hiks.... Benci dan-daniel. Ka-kata ayah hiks.... Ak-aku bukan anak k-kandung nya." Hati Hendra teriris mendengar perkataan Daniel. Malang sekali nasib anak ini.

"Da-daniel ngga mau di hukum ayah lagi hiks..... Sakit hiks.... Daniel ngga kuat..."

"Daniel dihukum apa sama ayah? Mau cerita sama Om Hendra?." Tanya Hendra

"Daniel hiks... Daniel di iket di kursi hiks... T-terus m-mereka sayat sayat badan Daniel hiks... M-mereka pukul pukul Daniel hiks... Daniel takut." Kata Daniel sambil meringkuk dalam pelukan Hendra.

Hendra menatap Jaon dengan tatapan bingung dan kesal nya. Siapa yang berani melakukan hal keji pada anak semanis Daniel? .

"Daniel mau ikut bunda Daniel hiks... Daniel capek hiks... Daniel takut a-ayah jahat hiks.... Sama Daniel." Daniel melepaskan pelukan nya dan meraih silet yang ada di meja lalu mencoba menggoreskan nya pada pergelangan tangan nya. Hendra menahan aksi Daniel begitu juga dengan Joan. Dengan terpaksa Hendra memberikan obat penenang pada Daniel. Setelah Daniel terlelap, Hendra memindahkan Daniel ke kamar nya. Ia mengajak Joan ke ruang tengah.

TWINS! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang