twelve

45 9 0
                                    


1 minggu berlalu.

sekolah ini benar-benar sepi. semua kegiatan diliburkan, bahkan para murid 'ditidurkan' untuk sementara.

sedangkan yena, kini dia sedang duduk di pagar balkon kamarnya. kakinya menjuntai bebas kebawah seolah tak takut jika dirinya terjatuh dari sana.
yena masih mengenakan piyama tidurnya. lukanya sudah membaik sepenuhnya. hanya tinggal pemulihan saja. tapi mentalnya masih sangat sakit, dia masih tidak mengerti tentang rasa sakit yang ada didadanya. dan hal itu membuat dirinya tidak bisa makan dengan baik dan tidak bisa tidur dengan nyenyak. jiwanya sesakit itu. bahkan berat badan yena berkurang drastis dalam waktu seminggu. pipinya menjadi lebih tirus, kantung matanya membesar dan badannya menjadi semakin pucat karna dia mengurung diri dikamar.

hari ini, lino berjanji akan menjawab semua pertanyaan yena. dan yena sedang menguatkan dirinya untuk menerima semua yang akan dia ketahui. jujur, yena takut. tapi yena tidak bisa jika terus-terusan merasa sakit seperti ini. dia harus tahu semuanya hari ini.

dari balkon kamar yena, dia bisa melihat lino datang ntah dari mana. lelaki tampan itu memaki kemeja putih dengan celana berwarna krim yang sangat menyejukkan. dia terlihat sangat manis dengan pakaian yang sederhana seperti itu. yena tersenyum dari atas balkon. dan lino membalas senyumnya. setelah itu, lino langsung berlari ke lantai 4 dimana kamar yena berada.

beberapa menit kemudian, lino datang memasukin kamar yena dengan nafas terengah.

"capek ya?" yena tertawa mendengar lino yang kelelahan menuju kamarnya.

"banget" jawab lino yang kini tiduran dikasur yena.

"tumben mau jawab" cibir yena.

"ngga jadi" perkataan lino membuat yena tertawa diluar balkon sana.

setelah lelahnya sedikit menghilang, lino pun mendekat kearah yena. lino meletakkan dagunya ke kepala yena yang menghadap lurus kedepan. tak lupa, lino memberikan bunga yang dia cabut dari pot yang berada didalam sekolah.

"nih pegang" lino memberikan sebuah bunga kecil pada yena.

"ngga mau" tolak yena.

"kan aku suruh pegang" yena pun memegang bunga kecil berwarna ungu dan menatapnya dengan seksama.

"ini rumput" protes yena.

"tau darimana?" tanya lino penasaran.

"aku yang nanem di pot sekolah" alis yena mengerut melihat tanamannya dicabuti oleh lino.

"aku sengaja nyabut rumput biar ngga merusak tanaman, eh tau nya kamu yang nanem rumput, maaf ya" lino mencoba membujuk yena.

"harusnya kamu nyabut taneman lucas aja, kesel aku liat dia nanem begituan" gerutu yena.

"emang lucas nanem apa?" tanya lino penasaran.

"dia nanem pohon pisang, katanya dia suka liat bunga pisang (jantung pisang) yang bentuknya mirip rafflesia arnoldi. gimana ngga bete aku, masa ada pohon pisang tua begitu diantara bunga-bunga. ngga estetiklah" yena ngomel mode on.

"its lucas. mohon maklum aja" lino tertawa terbahak-bahak mendengar keluh kesah yena tentang pohon pisang lucas yang mentereng di dalam sekolah. bisa-bisanya lucas kepikiran pohon pisang.

"masih mending akulah, rumput itu cantik" yena memandangi rumput pemberian lino.

"iya iyaa" lino mengecupi kepala yena.

mereka diam sejenak. mencoba mencari awal pembicaraan yang nyaman.
tapi malah suasana diam itu terasa canggung.

"lino..." panggil yena.
"choi lino" yena menoleh, menatap lino yang sudah berpindah posisi duduk disampingnya.

human school (CHOI YENA) //tamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang