Chapter 9-1

13 3 1
                                    

Warning: Typo, AU, and OOC

Happy reading
.
.
.
.

Byun Baekhyun memperhatikan tingkah polah putra semata wayangnya. Menebak-nebak sarapan macam apa yang sudah ditelan Haechan. Tumben-tumbenan pemuda itu mau masuk gudang, mengambil sepeda tuanya yang sudah berkarat, lalu mengotak-atiknya dengan peralatan seadanya. Apa jangan-jangan Yuri iseng menambahkan hasil eksperimennya sebagai pengganti vitamin ke dalam mangkuk sup anaknya?

Hush, tidak mungkin.

Inner Baekhyun membantah kemungkinan paling absurd yang baru saja menghampiri. Haechan anak mereka satu-satunya, limited edition, tidak diproduksi lagi. Satu-satunya alasan paling masuk akal adalah Haechan ingin membuat sesuatu dari sepeda ini. Buktinya ada sekotak perkakas berisi mur, baut, dan kunci-kunci yang dibiarkan tergeletak di sisi kiri.

Tapi benda macam apa yang mau dibuat? Bioskop sepeda seperti yang ada di iklan Bish Kwat?

"Ehm ... ehm...," Baekhyun berdeham, berusaha menampilkan citra bapak-bapak penuh wibawa, "sepedanya mau kamu apakan, sih?"

Detik itu pula Baekhyun mati-matian menahan tawa ketika Haechan menoleh sehingga ia melihat bagaimana rupa anaknya. Tentu saja ia tidak mau Haechan marah hanya karena ia tertawa melihat wajah mulus anaknya kini dinodai cairan oli bercampur debu-debu di gudang tua. Remaja tujuh belas tahun itu menggaruk pipinya sekilas sebelum menjawab pertanyaan papanya.

"Benerin sepeda, Pa. Masih bisa dipakai. Aku hanya ingin mengganti beberapa onderdil dan mengecat ulangnya saja," jawab Haechan.

Baekhyun bengong.

Anaknya kesambet jin mana sampai-sampai tertarik merekondisi sepeda begitu? Apa ada kegiatan festival sekolah yang mengadakan kompetisi recycle agar membuat barang-barang lama menjadi seperti baru. Kalaupun iya, biasanya Haechan takkan pernah tertarik untuk mengikuti kompetisi semacam itu.

"Naik sepeda berdua, membonceng gadis yang kausuka. Merasakan semilir angin yang mendukung suasana. Sesekali kalian bercanda tawa. Tangannya melingkari erat pinggangmu, antara takut terjatuh dan karena ingin berbagi hangatnya cinta."

Yuri berdiri di depan gerbang, masih dengan jas putihnya. Ibu-ibu berjiwa muda itu melipat tangan di depan dada, menanti reaksi anaknya setelah ia mendeklamasikan sajak yang—menurutnya—cetar membahana. Yuri bisa melihat ada jeda sejenak ketika Haechan mendengar sajaknya sebelum akhirnya berpura-pura meneruskan ucapannya.

"Maksudnya?" Baekhyun menaikkan alisnya.

"Sepeda itu mau dipakai Haechan untuk membonceng Somi."

Terima kasih Baekhyun. Karena ketidakpekaanmu, Yuri memperjelas segala-galanya tentang hal yang ingin Haechan kunci rapat-rapat dalam hati. Lagi pula, kenapa mamanya tidak bisa diajak kompromi, sih?

Walaupun begitu, Haechan masih bisa berlega hati. Mamanya tidak bicara apa-apa pada Somi tentang rekondisi sepeda ini. Terbukti dari reaksi Somi keesokan paginya ketika Haechan menjemputnya dengan sepeda BMX yang telah dimodifikasi. Multifungsi, bisa untuk membonceng Somi sekaligus bisa dipakai atraksi.

"Ayo, naik," tawar Haechan.

Sepeda Haechan memang tidak memiliki tempat duduk untuk pemboncengnya. Tapi ada dua potong besi kokoh yang bisa digunakan sebagai pijakan kaki Somi. Memang tidak wow sih, tapi lumayan ketimbang harus berjalan kaki sampai SMA Kwangya. Yang lebih penting lagi, Somi bisa dibonceng Haechan.

"Kemarin kamu bilang ingin naik sepeda. Biar tidak ketinggalan seperti saat aku memakai skateboard," ucap Haechan.

"Eh? Kamu dengar ucapanku?" Somi terkejut, tidak menyangka gumaman tak jelasnya ternyata didengar Haechan.

Gara Gara HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang