Happy Reading
.
.🐻🐻🐻
"Habis ini kalian pelajaran apa?" tanya Mark sembari menunggui Somi menikmati makanannya.
"Kimia," jawab Somi.
"Oh, Pak Suho," komentar Mark konklusif.
Haechan mendecih kesal berkali-kali secara tersembunyi. Di tangannya ada sebuah konsol game yang menjadi pusat atensi. Jadi, jika ia mendecih, orang-orang akan mengiranya sebagai ekspresi kesal karena game itu tak bisa ia menangi.
Hal yang terjadi sebenarnya adalah Haechan menggunakan game itu sebagai alasan agar tak perlu menyimak pembicaraan Mark dan Somi. Kalau Mark lebih merapat pada Somi, ia bisa mendecih seolah sedang marah pada konsol game-nya. Itu sebabnya tak heran jika beberapa kali Haechan dan Mark beradu death glare yang tak diketahui oleh gadis bermarga Oh.
"Pak Suho suka sekali menyuruh muridnya ke depan kelas, mempresentasikan materi-materi yang bahkan baru akan kita pelajari," komentar Mark.
"Ah, iya. Minggu lalu aku yang mendapat giliran itu. Teori asam basa. Deg-degan, tapi untungnya aku pernah belajar dasar-dasarnya dengan Haechan," Somi menoleh sekilas ke arah sahabatnya. Berharap pemuda itu menoleh atau sekadar menganggukkan kepala.
"Oh, ya? Setidaknya kamu punya pegangan dan tidak sampai blank di depan kelas," komentar Mark, "giliranku waktu itu tentang unsur. Pak Suho memintaku menyebutkan unsur-unsur yang ada secara berurutan sesuai dengan nomor atomnya."
"Semuanya?" Somi membulatkan matanya, sedikit terkejut.
"Ya tidak," Mark terkekeh pelan, "tidak sampai separuhnya. Sisanya aku tidak begitu ingat dengan urutannya. Tapi bagusnya aku tahu ada istilah yang tepat untuk menyebut seorang gadis. Terutama yang sepertimu."
"Perumpamaan seorang gadis dalam kimia? Misalnya seperti apa?" tanya Somi ingin tahu. Ia belum pernah mendengarnya. Biasanya seorang gadis identik dengan bunga-bunga. Kalaupun menyangkut tentang pelajaran juga tidak akan terlampau jauh dari pelajaran sastra.
"Somi, aku berani bertaruh kalau tubuhmu tersusun atas unsur kalsium, nitrogen, titanium, dan kalium," kata Mark.
Somi ingin menyergah ucapan itu, ia tahu unsur-unsur yang mendominasi tubuh manusia bukanlah unsur-unsur tadi. Tapi sepertinya Mark memang ingin Somi penasaran dan menunggu eksplanasi. Pemuda itu bahkan sengaja menatap intens ke arah Somi seolah menunggu gadis itu bereaksi.
"Kenapa ... harus begitu?" tanya Somi ragu-ragu.
Mark tersenyum, "Tahu lambang unsur kalsium, kan?"
"Ca," jawab Somi cepat.
Haechan berhenti memencet-mencet konsol game, matanya melirik sangar. Tampaknya ia bisa menebak maksud Mark tanpa perlu dijelaskan panjang lebar. Yang dilirik hanya tersenyum—lebih tepat disebut menyeringai—seolah bendera kemenangan telah berkibar.
"Kalau begitu, urutkan saja lambang-lambang dari unsur yang kusebutkan tadi secara berurutan," kata Mark, "kamu bisa bantu menebaknya, Byun Haechan."
Empat sudut siku-siku bermunculan di pelipis Haechan.
Somi menoleh ke arah Haechan, "Ca, N, kalium kan K. Eh, lambang titanium itu apa, Echan?"
Haechan mendengus kesal, tapi tetap menjawab pertanyaan Somi, "Ti."
"Oh, Ti. Kalau begitu diurutkan menjadi Ca-N-Ti-K," kata Somi.
"Cantik, "ulang Mark, "makanya aku berpikir kalau unsur-unsur pembentuk dirimu adalah kalsium, nitrogen, titanium, dan kalium. Karena kamu...,"
Brakk!
"Maaf, tanganku licin," celetuk Haechan sembari memungut konsol game yang beberapa detik lalu meluncur bebas dari tangannya. Ia mengusap-usap benda itu, berharap tak ada impact berarti yang diterima 'nyawa keduanya'.
"Kurasa kamu harus lebih berhati-hati, Haechan," komentar Mark, "kecuali kamu sengaja karena terpesona melihat Somi merona."
Disebut begitu, rona di wajah Somi semakin menebal. Dadanya langsung berdegup kencang, berharap ucapan Mark bukanlah bualan. Apalagi setelah mendengar tudingan Mark yang semakin frontal.
"Atau ... haruskah aku mengatakan, kamu cemburu?"
Katakan iya, Echan. harap Somi dalam hati.
"Itukah yang kaurasakan? Aku merasa tersanjung, Kak Mark. Kau sampai menganggapku tembok besar yang menghalangi usahamu. Kasihan sekali," tukas Haechan dengan tenang.
"Tinggi sekali rasa percaya dirimu, Tuan Beruang," komentar Mark.
Haechan mendelik, kemudian mencibir, "Tuan alis camar."
Somi pura-pura tak mendengar psy-war mereka. Ia lebih memilih cepat-cepat menghabiskan makanannya, kemudian mengucapkan terima kasih pada Mark, lalu pergi meninggalkan mereka. Bukan berarti ia tak peduli Haechan dan Mark bertengkar karenanya. Ia hanya tak mau wajahnya semakin memanas lagi dan lagi akibat mendengar ucapan posesif Haechan. Somi senang, sekaligus juga merasa khawatir kalau-kalau Haechan hanya ingin menggodanya.
"Uhuk! Uhuk!"
Mark yang bangkunya lebih dekat dengan Somi langsung tanggap, ia membantu Somi merangkum gelasnya. Tangannya mengusap-usap punggung gadis itu agar batuk akibat tersedaknya reda. Berbalut rasa khawatir ia berkata, "Pelan-pelan saja, Somi."
"Ma-ma ... uhuk ... maaf," sesal Somi.
"Mau tambah minum lagi?" tawar Mark.
"Ini," Haechan menyodorkan gelasnya, "kamu boleh mengambil minumanku. Jangan berbuat konyol seperti itu lagi. Makan cepat-cepat tidak cocok untukmu."
"Terima kasih," ucap Somi.
"Kembali kasih," balas Haechan sembari mengerling penuh makna.
Somi bisa merasakan pipinya memanas lagi. Ia mencoba untuk tak terlihat konyol di depan sahabat yang diam-diam ia sukai. Merasa kerongkongannya telah lega, ia memilih untuk undur diri.
"Terima kasih untuk traktirannya, Kak Mark. Maaf, kurasa aku harus segera pergi. Hari ini adalah piketku. Iya, kan, Haechan?" Somi menoleh ke arah Haechan, berharap pemuda itu mau bekerja sama.
"Kamu memang piket setiap hari, kok," komentar Haechan.
"Aku masih ingin mengobrol denganmu, sih. Tapi tidak apa-apa. Akan kukirim lewat Chat saja," kata Mark.
"Baiklah. Permisi, Kak...,"
Mark menganggukkan kepala. Matanya tetap mengikuti langkah-langkah Somi. Sejurus kemudian, ia keheranan melihat Haechan belum juga beranjak pergi dari kursinya. Padahal Mark sempat mengira beruang satu ini akan terus membuntuti Somi.
"Kukira kau mau mengikutinya, Stalking Bear," komentar Mark.
"Paling-paling dia akan mencari Shin Yuna, lalu menggelar sesi curhat dadakan di toilet wanita," ujar Haechan, "dan aku tidak mau pakai wig hanya untuk masuk toilet wanita."
"Sepertinya kamu benar-benar hafal schedule-nya," gumam Mark, "benar-benar stalker sejati."
"Aku bahkan lebih hafal ekspresi-ekspresi menariknya yang tak pernah ia tunjukkan di depan orang lain, termasuk kamu," kata Haechan sembari memasang seringai.
"Aku tidak peduli dengan itu. Bahkan jika ternyata Somi menyukaimu, aku tidak akan menyerah," kata Mark, "jadi berhati-hatilah."
"Tsk. Terima kasih untuk perhatianmu," Haechan menggerakkan bola matanya dari men-death glare Mark kemudian fokus pada layar konsol game-nya.
Sementara yang dilirik juga tak kalah dalam memberikan pandangan sinis. Mark tahu Beruang itu siap membuatnya terjerungkis. Tetapi bagaimanapun perasaannya pada Somi juga tak bisa ditepis.
Memang bukan hal yang mudah, tapi Mark takkan menyerah
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara Gara Haechan
Fanfictiongara-gara haechan, coco - teddy bear kesayangan somi kehilangan lengannya. tapi siapa yang menyangka, ini menjadi awal haechan mengenal putri pasangan paling fenomenal sekecamatan. . . . cerita ini remake dari funfiction paling bagus menurut saya. f...