Chapter 11

32 3 0
                                    

Happy Redding

Warning Typo bertebaran

🐻🐻🐻


Somi mendesah pelan.

Bukan, bukan sedang memikirkan kenaikan harga sembako yang bikin ibu-ibu screaming berat. Bukan pula memikirkan kapan ia bisa membeli tas Prada tanpa membuat dompetnya sekarat. Yang berseliweran di otaknya sederhana saja kok, nggak berat-berat amat. Cuma ingin tahu, kenapa Haechan menatapnya begitu intens seperti sedang meneliti aparat.

Masalahnya, salah memilih kata untuk bertanya bisa berakibat fatal. Boro-boro bisa mendapat jawaban, yang ada justru Haechan akan menggodanya dengan kalimat-kalimat frontal. Atau paling tidak akan terlontar ucapan-ucapan super santai yang kadang tidak masuk akal.

"Ada yang aneh dengan bajuku?" Lama-lama Somi gatal untuk tak berkomentar. Lima belas menit ditatap Haechan rasanya benar-benar membuatnya super canggung sekaligus bingung. Canggung karena Haechan mentapnya intens, bingung karena nggak tahu maunya apa.

"Kamu merasa kepanasan nggak, sih?" tanya Haechan.

"Panas?" ulang Somi. Benar juga sih. Sekarang ini sudah hampir memasuki musim panas. Suhu udara naik, tapi belum mencapai suhu ekstrim yang sampai membuatnya harus menyeka keringat berkali-kali sambil kipas-kipas. Sekarang mereka sedang duduk santai di taman, tepat di depan perpustakaan kampus. Lumayan ada angin sepoi-sepoi yang berembus.

"Iya. Kalau kamu kepanasan, buka saja satu atau dua kancing blouse-mu. Kayaknya asyik," tukas Haechan.

Pukulan ringan refleks mendarat di bahu Haechan. Berlanjut dengan lontaran kata-kata kesal, mengatai Haechan sebagai pemuda mesum yang pikirannya selalu tertuju ke arah sana. Seperti biasa, bukannya kesakitan—lagi pula lelaki macam apa yang akan kesakitan hanya gara-gara ditimpuk perempuan—Haechan malah akan menyeringai bahagia. Bagaimana tidak? Somi saja memukul dan mengatainya dengan wajah merona.

Lagi pula, kan lebih baik menyeringai bahagia ketimbang terang-terangan mengatakan 'Rona di wajahmu mengalihkan duniaku'.

Tahun ini usia mereka berada di titik dua puluh. Hubungan mereka masih belum melangkah jauh. Tiap kali Somi berniat mempertegas di mana letak hubungan mereka—sahabat ataukah cinta—Haechan selalu punya cara untuk membuatnya merasa rikuh. Lalu pada kesempatan yang lain, ia tak segan melontarkan kata-kata manis yang membuatnya luluh.

Beberapa teman Haechan dan Somi menuding hubungan mereka dengan sebagai friends with benefits. Memang bukan tanpa alasan, apalagi kalau mereka melihat sendiri bagaimana Haechan melancarkan seduksi yang sanggup membuat gadis manapun yang melihatnya menggeletis. Somi sudah berusaha menepis. Biarpun kadang-kadang level mesum Haechan sudah bisa dikatakan pelecehan, tapi tak sekali pun Haechan melakukan sesuatu yang bisa membuat ayah dan papanya menangis.

Yah, kalau cuma pisau dapur yang terangkat atau sekadar talenan yang siap mencium jidat sih wajar-wajar sajalah. Apalagi kalau Haechan memang sengaja memancing emosi dengan tiba-tiba memeluknya di rumah. Paling parah kalau dia sudah berani mengecup bibirnya sebelum berangkat kuliah. Kalau begitu sih, sudah dipastikan tiba-tiba spatula memiliki sayap dan mendarat di kepala dengan indah.

"Menggodaku terus-terusan begitu ... memangnya benar-benar menyenangkan, ya?" gumam Somi pasrah.

"Memangnya masih kurang jelas?" Haechan malah balik bertanya, "Setiap inci tubuhmu, setiap tutur katamu, dan setiap gerak langkahmu membuatku tak tahan untuk tidak menggodamu."

"Hahh ... jiwa otaku-mu ternyata terbawa sampai ke dunia nyata," keluh Somi.

"Aku setuju," kata Haechan, "kurasa aku otaku Oh Somi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gara Gara HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang