TERDENGAR suara milik Hannah yang sudah terbiasa Quinn dengar namun itu terasa jauh. Quinn masih enggan membuka matanya karena tadi malam dia tidur larut akibat keluyuran di dalam kastil dan untungnya tidak sampai tersesat. Setidaknya dia masih bisa tidur meskipun itu hanya sekitar kurang lebih tiga jam saja.
“Quinn, ayo bangun!” Hannah menepuk pelan tubuh Quinn yang memaksakan dirinya untuk segera bangun tapi sulit sekali. “Ayolah, Putri Tidur.” Ia pelan-pelan menarik Quinn yang pasrah saja namun matanya masih tertutup. “Waktunya kerja.”
Hampir menjerit kesal, Quinn menahan diri. Jadi semua ini tetap bukan mimpi? Dan bekerja? Pasti bercanda. “Tidak akan.” Ia kembali berbaring lalu menarik selimutnya. Namun tiba-tiba selimut itu ditarik paksa darinya. “Hannah, apa-apaan kau?”
“Bangun!” Hannah tiba-tiba memberikan sebuah gaun seragam yang dipakai oleh para pelayan di kastil ini. “Seragam itu harus kau pakai sekarang.”
“Huh! Bagus sekali. Aku benci bekerja.” Quinn dengan jengkel berujar. Ia akhirnya beranjak dari atas ranjang dan mulai bersiap-siap.
“Ayo, cepat.” Hannah sudah menunggu di depan pintu. “Ah iya, sebelum itu, Pangeran Claude mengatakan padaku untuk menyuruhmu datang ke ruangannya terlebih dahulu. Hati-hati, dia tampaknya dalam suasana hati yang buruk. Kemungkinan dia bisa sangat kasar daripada waktu itu.” Ia sengaja memperingatkan.
Nah bagus, berkat kejadian semalam yang mulai Quinn sesali mengapa dia harus mendobrak paksa pintu ruangannya dan keluyuran di sekitar dalam kastil membuatnya dalam masalah jika harus berhadapan dengan Claude.
“Lebih baik aku bekerja terlebih dahulu. Dan kau harus menyiapkan dirimu, sebab Pangeran Claude mungkin akan menyenandungkan nyanyian paling merdu yang pernah kau dengar.” Setelah mengatakan itu, Hannah sedikit cekikikan.
“Ya, benar. Senandung yang membuatku akan muntah karena terlalu bagus.” Quinn berkata dengan sarkas. Ia melirik Hannah yang membuka pintu dan menutupnya sambil masih tertawa.
Ketika tiba di depan pintu ruangan milik Claude, Quinn belum sempat mengetuknya namun sudah dipersilakan untuk masuk. Quinn menarik pelan gagang pintu dan mulai membukanya lalu ditutup begitu masuk ke dalam dengan gerakan hati-hati. Claude tidak sendirian, di dekatnya ada wanita vampir berambut pirang emas yang sedang menatapnya dengan tajam—tatapan layaknya penjahat. Dia tetap saja cantik dengan gaun beludru berwarna merah gelap serta perhiasan yang berkilau dan dandanan tebal.
Mata Quinn mulai beralih pada Claude yang selalu terlihat menawan dengan pakaian yang juga menunjukkan betapa luar biasanya dia. Claude duduk tenang dibalik mejanya.
“Akhirnya,” wanita vampir itu berujar dengan suara yang terdengar menyebalkan di telinga Quinn, “kau tiba juga di hadapan kami, setelah menunggumu yang sangat lamban. Butuh berapa lama kau bersiap-siap?”
Quinn memilih diam sembari memasang wajah cemberut. Wanita vampir itu benar-benar menyebalkan sekali. Mengapa dia selalu ingin ikut campur? Mengapa dia ada di ruangan ini juga?
“Quinn,” Claude berujar sembari menatap Quinn lekat-lekat. “Apa yang kau lakukan di kemarin malam ... lebih tepatnya di waktu tengah malam?”
Quinn berpikir sejenak untuk mencari alasan yang klise. “Um, aku hanya ingin berkeliling karena tidak bisa tidur. Aku tidak tahu kalau itu tidak boleh.”
“Memang tidak boleh. Kecuali,” Claude terdengar sangat tenang, “kau meminta izin ke dapur untuk makan karena rasa lapar di malam hari ataupun ke toilet. Intinya alasan mendesak. Namun kau harus tahu ini, sebenarnya beberapa dari teman-temanku juga berada di kastil ini. Kemungkinan besar kau bisa saja menjadi cemilan bagi mereka.” Ia masih tak berpaling memandang Quinn. “Dan aku punya beberapa tugas yang harus kau kerjakan sesuai jadwal. Kau akan dibantu oleh Grace nanti.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Blood
VampireQuinn Carson-Link merasa berhutang budi dengan sosok misteriusーsepertinya dia belum pernah melihatnyaーkarena telah menyelamatkannya. Suatu hari sosok misterius itu mendatanginya kembali dan meminta Quinn membalas budinya, namun yang ada Quinn malah...