CHAPTER 26 ◈ The Five Reasons

127 6 0
                                    

          MENARIK nafas dalam-dalam, Quinn meregangkan tubuh dan berguling. Tapi tunggu, dia sedang tidur di atas ranjang berukuran king size sehingga dia tidak akan jatuh dari tempat tidur tersebut seberapa banyak dia berguling-guling. Dia membuka matanya dan mencoba mengingat di mana dia berada sekarang.

          Begitu Quinn mengamati dinding dan pintu kamar tidur, dia menyadari di mana dia berada. Dia tersentak dan melompat dari atas ranjang. Bagaimana dia bisa masuk ke sini? Dia yakin sekali jika dirinya tidak tidur sambil berjalan dan dia tahu Claude akan melihatnya masuk atau memperhatikannya jika bisa sampai di sini.

          Quinn sontak merasakan ada rasa terjepit di lehernya. Dia mengangkat tangannya ke lehernya. Dia kaget ketika tahu ada pembalut luka berukuran besar itu di lehernya. “Apa yang—” Ia bergumam pada dirinya sendiri sebab merasa bingung.

          Mata Quinn melihat ke bawah pada apa yang dia kenakan. Dia mengenakan celana pendek dan gaun tidur tipis berbahan sutra. Hebat, sekarang bagaimana dia bisa terlibat dalam hal ini? Dia sangat yakin jika gaun tidur ini jelas bukan miliknya. Dia tidak akan pernah mampu membeli sutra yang terasa seperti ini bahkan memperlihatkan bagian dadanya, jadi dia tidak akan pernah memilikinya.

          “Kau benar, itu bukan milikmu.”

          Quinn tersentak mendengar suara berat Claude di belakangnya. Dia melompat dan berbalik. Claude berdiri di dekat pintu kamar seraya memegang gelas berisi sesuatu yang berwarna merah tua.

          Rasanya Quinn sungguh malu dan tak nyaman sekali menggunakan gaun seperti ini karena itu memperlihatkan bagian dadanya. Dia terus mencoba menutupinya dengan tangannya. Dia mulai mengingat apa yang terjadi dan bahkan dia menjaga jarak dari Claude. Quinn tidak percaya jika Claude tidak hanya menciumnya, tapi dia juga membiarkannya menghisap darahnya.

          Claude masuk dan mengulurkan gelas itu kepada Quinn. “Minumlah ini, kau akan merasa lebih baik.”

          Quinn mengangkat alisnya dan melihat ke arah gelas. “Apa itu?”

          “Anggur.” Claude menjawab.

          Mungkin ada racun di dalamnya, pikir Quinn dengan agak ngeri. Dia mendekatkan gelasnya ke mulutnya dan matanya terbuka lebar. Dia tidak ingin memikirkan hal itu. Dia benar-benar tidak ingin dimarahi saat ini.

          Tapi Claude anehnya tidak berteriak, ia hanya tersenyum kecil. “Ini hanya anggur. Percayalah padaku.”

          Masih bingung, Quinn hanya mengendus-endus isi di dalam gelas tersebut. Dia mungkin tidak akan minum dari pemikiran buruk itu jika dia mau. Dia sepertinya sudah tidak peduli apakah itu racun, jadi mungkin dia akan nekat meminumnya.

          Rasa sakit di leher Quinn memang terasa seperti terjepit. Ia mengarahkan tangannya untuk memegang pembalut luka lagi seraya menatap Claude. “Mengapa aku jadi begini?”

          “Ya, maaf soal itu. Aku tidak bermaksud begitu, tapi aku benar-benar sedang haus dan ada sesuatu yang merasukiku... ” jawab Claude dengan cukup menyesal. Butuh beberapa saat bagi Quinn untuk memahami apa yang ia maksud.

          “Kenapa aku harus minum—” Perasaan terjepit di leher Quinn langsung berubah menjadi rasa nyeri sekali. “Ouch!” Dengan mata berair ia mengusap lehernya.

          “Jika kau meminum anggurnya, rasa sakitnya akan segera hilang.” Claude berkata sembari berjalan ke tempat tidurnya dan berbaring.

          Quinn menghela nafas dan mengambil gelas itu. Dia kembali mengendus anggur tersebut, dia belum pernah minum anggur sebelumnya, baunya jauh berbeda dari alkohol atau bir. Itu pasti bukan benar-benar anggur. Baunya lebih mirip seperti sejenis obat-obatan. Dia menelan rasa mengganjal di tenggorokannya dan meminumnya beberapa teguk. Minuman misterius ini turun ke tenggorokannya. Dia bisa merasakan rasa sakit di lehernya perlahan hilang. Butuh waktu sekitar satu menit hingga seluruh perasaan itu hilang.

Night BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang