MERINDING hebat menjalar di seluruh tubuh Quinn yang terasa semakin gemetar. “Bagaimana jika aku tidak mau? Tapi kumohon, jangan sakiti aku.” Ia seketika merasakan keringatnya padahal cuaca sedang dingin, namun tubuhnya malah terasa panas. Ia mencoba bergerak menjauhi sosok di hadapannya itu.
“Aku tidak ingin menyakitimu tapi kau harus ikut denganku.” Claude malah semakin mendekati Quinn lalu meraih lengannya. Tangannya terasa sangat amat dingin seperti es batu yang baru saja keluar dari dalam freezer sehingga itu menyebabkan Quinn merasakan kembali merinding hebat.
“Apa maksudmu?” Quinn semakin ketakutan. “Aku tidak akan kemana-mana.” Ia mencoba melepaskan lengannya namun Claude tetap menahannya dengan kuat seolah-olah dia akan meremukkannya. “Tapi tidak denganmu.” Setengah takut, setengah memberanikan diri, ia mendesis kesal.
Kedua mata Claude tiba-tiba berubah menjadi lebih abu-abu dan tampak sangat indah—sangat menghipnotis. Dia hanya diam memperhatikan Quinn dengan seksama. Quinn yang balik memandangi wajah tampan itu merasa semakin ngeri diiringi dengan gemetar pelan dan was-was.
Claude tak lama kemudian berkedip. Ia mengernyit heran. “Mengapa ini tidak bekerja?”
Apa?
Dalam diam, Quinn tersentak kaget. Claude ternyata memang sengaja menggunakan hipnotisnya ketika tadi terus memperhatikannya dengan intens. Ya ampun, Claude mencoba mengontrol dirinya. Tapi anehnya mengapa tidak bisa?
“Baiklah, lupakan saja.” Claude tanpa diduga menarik Quinn untuk berbalik badan lalu menghantam pukulan yang sangat kuat ke tengkuknya sehingga Quinn yang tak siap dengan gerakan tiba-tibanya seketika langsung ambruk tak sadarkan diri.
※※※
Mata Quinn mulai perlahan terbuka meskipun belum sepenuhnya dia menyadari ada di manakah dia. Dia bisa melihat lampu remang-remang berada di atas dirinya yang sedang baring terlentang di sebuah ranjang besar. Dia berusaha bernafas dengan normal dan mencoba menggerakkan tubuhnya. Begitu matanya terbuka lebar, dia tetap melihat keadaan lampu masih remang-remang.
Di landa rasa bingung, Quinn juga merasa bagian kepalanya terasa nyeri seperti ada yang menghantamkan sesuatu. Dia seketika tersentak begitu menyadari dirinya ada di mana. Ini bukan ruangan kamarnya. Anehnya ruangan ini pencahayaannya tetap saja remang-remang dengan getaran di sekitarnya yang terasa janggal. Dia berusaha memperhatikan ruangan dengan seksama tapi matanya terasa perih sehingga membuatnya mengusap-usap matanya sampai berair. Ruang kamar ini berukuran sedang dengan warna krim dan dekorasi yang tampak normal-normal saja.
Quinn mencoba membangunkan dirinya yang sedang terbaring di atas ranjang dan mulai meregangkan tubuhnya yang terasa pegal. Ia sedikit meringis saat kepalanya kembali terasa sakit. “Ada di manakah aku ini?” Ia bergumam sendiri.
Saat Quinn kembali memperhatikan ruang kamar yang sedang dia tempati ini, dia baru menyadari ada tempat tidur lain dengan selimut berwarna kecoklatan yang terbentang di atasnya. Dia kemudian bergerak menuju ke arah jendela dengan tirai berwarna krim juga.
Tangan Quinn mulai menyibak tirai tersebut dan dibuat antara takjub dan heran dengan pemandangan yang dia dapatkan. Di luar sana tampak sangat indah layaknya negeri dongeng dengan pemandangan hutan yang cantik dengan pohon-pohon rindang berwarna hijau yang menyegarkan mata. Namun cuaca sayangnya terlihat kelabu, seolah-olah hendak turun hujan. Dia juga melihat kumpulan burung-burung mungil seperti kolibri terbang bersama-sama tapi tampak berkilau seperti kunang-kunang. Lalu ada juga jamur raksasa berbentuk payung mungkin setinggi satu meter terlihat mengeluarkan asap berwarna campuran biru dan keunguan.
Takjub dengan apa yang dilihatnya di luar sana, Quinn mulai merasakan keanehan. Cuaca saat ini perpaduan antara siang dan sore, bahkan tampak benar-benar akan turun hujan akan tetapi tidak sama sekali. Rasa merinding yang aneh mulai menghantam Quinn yang menahan diri untuk tidak panik.
Gagang pintu tiba-tiba berbunyi yang menandakan ada seseorang yang sedang membuka pintu. Quinn melihat ada seorang gadis yang terlihat lebih kurus darinya dengan tubuh hampir sama tinggi, memiliki kulit putih namun terlihat seperti kekurangan darah karena cukup pucat, berambut panjang berwarna kemerahan seperti jingga. Gadis itu menggunakan gaun sederhana sebatas lutut dengan warna abu-abu yang membuatnya tidak terlihat segar.
“Hi!” Gadis itu mulai tersenyum kecil. Ia tampak cukup ramah. “Akhirnya kau bangun juga.” Ia tanpa diminta mulai merapikan ranjang yang tadi ditempati oleh Quinn. “Yang Mulia bertanya-tanya kapan kau akan bangun.” Ia cekikikan sembari melirik Quinn. “Dia tidak menyadari karena telah memukul tengkukmu dengan sangat kuat dan menyebabkan kau pingsan.”
“Apa?” Quinn merasa tertampar tak kasat mata. Ia baru teringat apa yang telah terjadi dengannya tadi malam sehingga ia bisa tiba-tiba ada di tempat ini. Si Claude pasti sudah membawanya tanpa izin.
Gadis itu meraih tangan Quinn lalu mengajaknya duduk di atas ranjang. “Tenangkan dirimu, Sayang.” Ia menenangkan Quinn yang sepertinya menjaga jarak serta waspada dengannya. “Aku tidak akan menyakitimu. Aku bukan vampir. Aku manusia biasa sama sepertimu. Namaku Hannah.”
Quinn tak benar-benar yakin apakah ia harus mempercayai gadis bernama Hannah itu atau tidak. “Aku Quinn.”
“Aku tahu.” Hannah tersenyum kecil. “Pangeran Claude mengatakannya padaku.” Ia tanpa diduga menjitak dahinya sendiri. “Uh! Aku lupa memberitahumu tentang di mana kau berada saat ini. Tenang saja, kau bukan satu-satunya manusia di kastil ini.”
“Tunggu, tunggu,” banyak pertanyaan yang tertimbun di dalam pikiran Quinn saat ini, “bisakah kau menjelaskan lebih detail di wilayah mana sekarang kita berada, apakah tetap di Salem, di kota lain atau Negara Bagian mana? Lalu mengapa kau memanggil Claude dengan sebutan Yang Mulia? Apakah benar Claude memang seorang vampir? Lalu apa saja yang sudah dia katakan padamu tentang aku? Alasan apa yang membuatnya sampai mau membawaku ke sini?”
Hannah tertawa kecil. Ia merasa terhibur mendengar gaya bicara Quinn yang menurutnya sangat anak muda sekali. “Baiklah, aku akan menjawab semua pertanyaanmu satu persatu. Pertama, kita tidak sedang berada di wilayah ataupun daerah manapun, kita seperti berada di dimensi lain. Mereka biasa menyebutnya Dunia Bawah. Kedua, sebab Yang Mulia merupakan seorang pengeran mahkota. Ketiga, Pangeran Claude memanglah seorang vampir. Dia tidak berbohong ketika dia mengatakan bahwa dia adalah vampir. Keempat, Pangeran Claude hanya menceritakan hal-hal yang penting tentangmu, seperti namamu, tempat tinggalmu maupun orang-orang yang terlibat bersamamu. Tidak lebih dari itu. Kelima, kau bisa bertanya lebih detail padanya. Maaf, bukannya aku ingin membuatmu sedih, sebagai manusia di sini tugasku saja hanya sebagai pelayannya. Bahasa kasarnya adalah seorang budak.”
Antara syok dan panik, Quinn terdiam sejenak. Rasanya ia ingin menghilang saja dari tempat yang disebut Hannah adalah kastil ini. Ia sekarang berada di dimensi lain dengan sosok vampir seperti Claude dan akan benar-benar menjadi pelayannya. “Katakan jika aku sedang bermimpi. Kau pasti bercanda, bukan? Aku tidak mau menjadi budaknya. Aku tidak mau tinggal di sini. Aku tidak—”
“Oke, tenang.” Hannah meletakkan kedua tangannya di bahu Quinn untuk menenangkannya yang sedang gelisah dan sepertinya hendak histeris. “Kau bisa membangunkan penghuni lainnya di kastil ini. Memang tak ada jalan keluar. Kita tidak bisa kabur dari sini. Naasnya kita terjebak selamanya di sini. Tapi tidak apa-apa, Pangeran Claude tidak seburuk yang kau pikirkan asalkan kau bisa melayaninya dengan baik.”
“Apa kau bercanda?” Quinn tiba-tiba berdiri lalu berjalan terburu-buru ke arah jendela dan menyibak tirainya. Ia menunjuk pada pemandangan di luar sana yang misterius dan magis. “Aku terjebak di tempat aneh yang antah berantah ini. Aku tidak bisa. Aku akan terus mencari cara untuk kita bisa kabur dari tempat mengerikan ini.” Ia berujar dengan penuh keyakinan, tapi tampaknya Hannah hanya memasang wajah sendu. Apakah benar ia bisa sungguh-sungguh keluar dari dunia Claude ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Blood
VampireQuinn Carson-Link merasa berhutang budi dengan sosok misteriusーsepertinya dia belum pernah melihatnyaーkarena telah menyelamatkannya. Suatu hari sosok misterius itu mendatanginya kembali dan meminta Quinn membalas budinya, namun yang ada Quinn malah...