.・。.・゜✭・.・✫・゜・。.
"Kanemoto, bangun," Kugisaki menepuk bahuku perlahan guna membuat mataku terbuka. Cahaya kuning matahari menembus melalui jendela besar di kamar Kugisaki. Ia menyentuh dahiku lalu tersenyum sehangat matahari pagi, "Demam mu sudah turun sepertinya."
Semalam, Rika tidak mau keluar dari kamarku meskipun Okkotsu sudah pergi. Tentu saja aku ketakutan setengah mati dan langsung lar
i ke kamar Kugisaki. Ketika aku bilang ada Rika di kamarku, Kugisaki menyuruhku tidur di kamarnya sebab dokter Shoko tidak ada di sekolah malam-malam begini. Gawat sekali kalau terjadi sesuatu.Parahnya lagi aku sampai demam, jadi Kugisaki lah yang merawatku. Heran, kenapa ya orang setelah melihat hantu bisa jatuh sakit. Aku sering menemukan testimoni nya di sekitarku, awalnya tidak percaya tapi semalam aku mengalaminya sendiri.
Aku segera bersiap-siap untuk kelas pagi di saat Kugisaki sudah cantik dan rapi. Setelah mandi, ganti baju, dan berdandan tipis, Kami berdua segera pergi menuju sekolah.
"Buset.. kalian berdua kenapa dah? Besar banget kantung matanya. Jadi ada tiga panda nih," ujar Itadori meledek wajah kami yang memang kurang tidur semalam. Kali ini Kugisaki terlalu lelah untuk menanggapi walaupun ingin memukul Itadori sekaligus.
"Kanemoto tidur di kamarku semalam, karena dia demam tinggi jadi aku merawatnya semalaman."
"Kamu sakit?" Okkotsu mendekat ke arahku, Kugisaki refleks menaikku agar tidak dekat-dekat Okkotsu. Aku sering curhat banyak hal pada Kugisaki tentang Okkotsu. Dia satu-satunya teman perempuan yang kupunya. Setiap mendengar ceritaku, Kugisaki selalu gondok pada Rika.
"Bagaimana kamu merawatnya?" Tanya sensei.
"Ya dikompres lah, masa dipalu. Untung kotak P3K di dapur ada paracetamol," Sekali lagi Kugisaki menyentuh dahiku untuk memastikan demamku sudah benar-benar turun, "Dia tidur seperti mayat. Bahkan tidak bergerak untuk ganti posisi dan kelihatan seperti tidak bernafas. Jadi setiap ganti kompres aku selalu membangunkannya hanya memastikan dia masih hidup."
"Namanya juga tidur, pasti gak gerak. Kalau banyak gerak namanya akrobat," cibirku.
"Kamu kok ga bilang kalau sakit, kan bisa aku jagain kemarin," ujar Okkotsu lembut, ia merapikan poniku yang berantakan dengan raut muka khawatir. Padahal penyebab aku sakit secara tidak langsung juga karena dia.
Aku tidak berani menatap wajahnya tapi kenapa dengan bodohnya aku malah fokus ke bibirnya.
Sial sial sial!
Aku mencengkram lengan Okkotsu yang menyentuh rambutku, lelaki itu mengaduh pelan, "Tolong jangan sentuh!"
Seandainya Rika tidak muncul, apa kami akan berciuman sungguhan? Argh! Pokoknya bukan saatnya untuk memikirkan hal itu. Ini bisa dijadikan pelajaran kalau kau melintasi batasan dan terlalu dekat dengan Okkotsu maka Rika akan sigap mendepakmu sejauh mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fanfiction"Aku harus bicara pakai bahasa apa supaya kak Yuta paham? Sudah kukatakan berulang kali pergilah sendiri," aku menginggit bibir bawahku supaya tidak mengatakan lebih dari ini. Perasaanku terlanjur sudah membesar, "Aku bisa bicara sama panda atau mem...