.・。.・゜✭・.・✫・゜・。.
Aku menatap seragam baru yang kudapat dengan agak aneh. Ini terlalu bagus untuk dijadikan seragam dan terkesan seperti outfit untuk jalan-jalan. Setelah berpakaian rapi, aku keluar kamar asrama dan menuju ke sekolah.
Area sekolah luas sekali dan terletak di kaki gunung. Tidak kusangka ada tempat di Tokyo yang masih rimbun pepohonan. Gedung utama sendiri terletak di tengah hutan serta tempat ini begitu asri dan tenang. Meskipun terkesan seram, di sini tak menakutkan. Seperti tempat suci yang tidak akan dimasuki hantu.
Aku melihat lelaki berambut putih dengan penutup mata hitam. Ia tersenyum saat aku tiba, tanpa melihat pun dia tahu aku ada di sini. Manusia yang unik.
"Selamat pagi, apa tidurmu nyenyak."
Orang ini sempat berdebat panjang dengan kakak bahkan mereka tidak menemukan solusi dan titik temu. Akhirnya kakak mengalah dan melepaskanku ke Tokyo untuk tinggal dan sekolah di sana.
"Ya."
"Aku adalah gurumu mulai sekarang, jadi aku akan memperkenalkanmu dengan murid lainnya," dia mengarahkanku untuk mengikutinya berjalan menuju kelas baruku. Sekolah ini bangunannya sangat tradisional dan besar sekali namun aku tidak melihat banyak orang di sini.
"SELAMAT PAGI SEMUA!" Guru aneh ini mendobrak pintu dan berteriak sangat keras. Ternyata isi kelasnya hanya ada 3 orang yaitu lelaki dengan wajah tampan namun tatanan rambutnya jelek banget kayak landak, laki-laki berambut merah jambu dengan senyum manis, dan perempuan berambut emas yang keliatan ketus.
"Kita mendapatkan murid baru di sini, namanya Kanemoto (Y/n). Kuharap kalian akur dengannya."
Wajah mereka nampak tidak nyaman dengan kehadiranku tapi si rambut merah jambu itu tetap berusaha seramah mungkin denganku. Apa aku akan dirundung oleh mereka setelah ini, tatapan mereka seperti mesin scanner yang bergerak dari atas ke bawah.
"Dia Itadori Yuuji, Kugisaki Nobara, Fushiguro Megumi," si guru menunjuknya satu-satu dari mereka. Aku tersenyum kikuk dan mengangguk paham.
Kugisaki Nobara menggebrak meja tidak terima akan sesuatu, ia kesal dan bersungut-sungut seolah bisa saja keluar tanduk iblis dari kepalanya, "Kenapa anak ini dapat seragam putih? Bukannya semua seragam bewarna biru. Tidak adil dia mendapatkan seragam yang super imut sementara milikku kelihatan kampungan. Aku mau tukar seragam!"
"Seragam putih itu bukan kebanggaan," Ujar Fushiguro, tatapan lelaki ini lah yang paling menusukku, "Seragam yang berbeda warna artinya kamu adalah anak yang ditandai. Seperti Yuuji yang memiliki tudung merah karena dia wadah Sukuna atau Okkotsu-senpai yang memiliki kekuatan berbahaya."
"Sebenarnya ini sekolah apa.." lirihku pelan. Aku tidak tahu maksud wadah sukuna, kekuatan, apapun itu semuanya terdengar tak masuk akal. Ditambah lagi kami hanya punya empat murid dalam satu angkatan dan bentuk seragam yang berbeda-beda.
Kupikir aku akan masuk ke sekolah normal.
"Sekolah Jujutsu adalah sekolah shaman. Setiap tahunnya ada 10.000 orang meninggal secara tiba-tiba tanpa alasan, namun hal itu sebenarnya terjadi karena roh terkutuk. Di sekolah ini kita belajar melawan roh terkutuk untuk menekan angka kematian itu dan melindungi orang awam."
Aku menoleh ke arah sensei dengan terperanjat karena tak bisa memahami perkataannya, "Tunggu, maksudmu ini sekolah para dukun? Kau bercanda, aku bahkan tidak bisa melihat hantu."
"Hee.. jangan bilang kamu seperti Maki-senpai," ujar Itadori menyebutkan nama yang bahkan tidak aku kenal.
"Keluarga Kanemoto sebenarnya adalah keluarga shaman yang cukup terkenal dahulu walaupun tidak sebesar klan Gojo, Zenin, dan Kamo. Mereka memiliki benda pusaka berwujud kartu tarot, yang mana setiap kartu mengandung elemen alam. Bisa meledak, mendatangkan petir, banjir, topan, dan bencana lainnya. Kekuatan sebesar itu mereka gunakan seenaknya sendiri sehingga keluarga Kanemoto disingkirkan dari dunia jujutsu."
Maksudnya keluargaku dibanned gitu?
Aku bahkan baru tahu soal itu. Masuk akal jika di keluarga kami banyak yang menjadi dukun seperti nenek. Bahkan kakak pun suka bermain tarot.
"Jika begitu harusnya kau membawa kakakku. Dia bisa membaca kartu tarot dengan baik dan tingkat keakuratannya hampir 100 persen," tanganku mulai merinding. Ternyata dunia ini masih memiliki banyak misteri yang belum terungkap. Sekolah untuk para dukun, itu terdengar konyol tapi beneran ada.
"Kanemoto Yoshinori maksudmu? Ah anak itu... dia sudah pernah bersekolah di sini selama 3 bulan tapi kabur. Dia mengancam akan meledakkan sekolah jika tidak diizinkan keluar. Beberapa kelas hancur karena nya, dan asrama pun ikut rusak. Makanya kamu diberi seragam putih supaya kejadian seperti kakakmu tidak terulang. Hanya antisipasi karena takutnya kamu akan sebarbar kakakmu."
"Dengan kata lain, seragam ku adalah ultimatum untukku karena aku akan diawasi?"
Sensei mendekatkan wajahnya padaku, parfum maskulinnya langsung menyeruak ke dalam hidungku. Antara salah tingkah dan takut, aku langsung bergeser beberapa langkah.
"Lagipula kamu sudah membunuh 15 orang kan? Itu menunjukkan bahwa kamu punya kekuatan yang tidak bisa kamu kendalikan sendiri. Ledakan di Kobe saat ini jadi perbincangan hangat di kalangan para shaman, karena energinya besar sekali. Untuk itu kamu wajib sekolah di sini untuk mengendalikan kekuatanmu."
Aku mengepalkan tanganku. Jadi intinya adalah ada banyak dukun di dunia ini. Mereka membentuk organisasi bahkan membentuk keluarga. Dikarenakan aku terlahir di keluarga dukun itu artinya secara genetika aku memiliki warisan kekuatan juga.
"Apa itu menyenangkan?" Tanyaku.
"Apa kamu berniat kabur dan merusak sekolah seperti kakakmu jika tidak menyenangkan?"
Aku menelan ludah, aura sensei mengerikan sekali, "Bukan.. aku hanya penasaran. Apa itu akan semenyenangkan di Harry Potter, naik sapu terbang, bermain Quidditch, mengahafal mantra."
"Ya, ya, sekolah ini sangat menyenangkan. Oh iya ada murid kelas dua yang sepertinya akan cocok denganmu. Kalian harus bertemu segera."
Senyum sensei, mencurigakan.
__________
·̩̩̥͙**•̩̩͙✩•̩̩͙*˚ TBC ˚*•̩̩͙✩•̩̩͙*˚*·̩̩̥͙
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fanfiction"Aku harus bicara pakai bahasa apa supaya kak Yuta paham? Sudah kukatakan berulang kali pergilah sendiri," aku menginggit bibir bawahku supaya tidak mengatakan lebih dari ini. Perasaanku terlanjur sudah membesar, "Aku bisa bicara sama panda atau mem...