"Ikut saya." Bu Jisoo berbisik tepat di sebelah kanan gue. Membuat badan gue agak meremang. Gue mencium hawa-hawa gak enak dari gelagat Bu Jisoo sedaritadi. Gak tau apa-apa tapi tiba-tiba diperintah ngikutin ke arah dia pergi.
Gue mengikuti Bu Jisoo dengan takut-takut. Karena Bu Jisoo punya aura tersendiri yang buat gue ciut seketika. Gue menyusuri koridor yang masih ramai karena bel masuk belum berbunyi. Untungnya gak ada satupun yang curiga gue berjalan dengan menjaga jarak di belakang Bu Jisoo.
Bu Jisoo mentitah gue memasuki ruang kelas dengan gestur kepala. Gue makin curiga setelah ingat bahwa kelas ini udah lama gak terpakai.
"Masuk!" Sumpah ya, padahal Bu Jisoo ngomong dengan nada biasa, tapi kenapa gue segemeteran ini? Gue pasrah masuk kelas gitu aja. Bu Jisoo membuntuti lalu menutup pintunya.
Gue kaget melihat itu dan sempat menahan tangannya. Tapi Bu Jisoo mengisyaratkan gue untuk diam dengan menempelkan jari telunjuknya di mulut.
"Pake ini!" ujarnya sambil menyodorkan sebuah kardus. Gue cuma melongo kebingungan. Menatap kardus dan orang yang ngasih bergantian. Pasalnya gue mengetahui apa yang ada di balik kardus kecil itu.
"Gak mau Bu, ini di sekolah," lirih gue pelan. Bu Jisoo maju selangkah. Tiba-tiba mencubit puting gue dari luar kemeja.
"Aw!!" Gue membelalakan mata. Meringis karena Bu Jisoo juga memelintir puting gue. Gue menepis tangannya dengan sisa-sisa keberanian.
"Pake atau saya perkosa kamu di sini?" Gue mengerjapkan mata. Badan gue agak gemetar menatap balik Bu Jisoo yang berada satu langkah di depan.
"Saya gak mau!" bentak gue.
Bu Jisoo menarik tangan gue. Menaruh tangannya di kedua ketek gue, lalu menggendong dengan santai untuk duduk di meja terdekat. Tangannya masih belum terlepas, bahkan udah bagian depan badan.
"Ahh, lepas Bu!" Gue mencoba melepaskan tangannya dari kedua bongkahan dada.
Bu Jisoo akhirnya melepaskan. Tapi tangannya udah berpindah pada paha gue yang gak tertutupi rok. Mulai masuk ke paha dalam sampe mencapai sebuah bukit kecil.
"Sshh ..."
Rok gue dinaikan sampe ke pinggang. Menyisakan CD merah maroon yang berusaha gue tutupi dengan tangan. Gue pasrah. Karena jiwa dan raga gue juga mulai ikut terangsang.
Dia membuka kardus tersebut. Mengambil isinya. Tangan gue ditepis pelan.
"Lebarin paha kamu!" Gue menurut, membuka lebar kedua kaki. Bu Jisoo menyentil tepat di klitoris gue. Membuat gue mendesah kesakitan. Dia menurunkan CD dengan kasar, bahkan gue samps mendengar sobekan tersebut. Bu Jisoo mencoba memasukkan vibrator tersebut dalam-dalam.
"Anghh ..."
"Gimana?"
Gue menunduk malu. Mengedip-ngedipkan mata menahan perasaan terangsang.
"Gak enak Bu, perih," lirih gue. Bu Jisoo menatap gue dengan sebal. Mungkin karena jawaban yang keluar dari mulut gue gak sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Dia mengambil barang kecil lainnya di dalam kardus. Sial. Itu remote nya! Pengendali vibrator ini. Gue gak bisa bayangin muka sange gue tampilin di tempat sakral ini.
Bu Jisoo memencet tombol yang gue juga gak paham gimana gunainnya. Vibrator di dalam memek gue mulai bergetar kecil. Dinding-dindingnya jadi ikut berkedut. Gue menggigit bibir menahan desahan.
Tapi dia gak mengizinkan. Jarinya mulai menekan tombol lagi. Yang menambah kecepatan getaran tersebut.
"Ahh ... ahh ... Pak gak kuathh ... udahh ... ah enak ..."