Chapter 1

129 17 0
                                    

Namaku Halilintar. Seorang pemuda berumur 19 tahun.

Entah sudah berapa lama aku berada di tempat ini. Ruangan sempit yang tiga sisinya berdinding besi tebal dan satu sisinya lagi adalah kaca yang terlalu tebal untuk pecah bagaimanapun aku mencoba memecahkannya. Tidak ada perabotan apapun selain tempat tidur yang hanya muat untuk satu orang, serta sebuah bilik kecil dengan sebuah keran, sebuah ember dan sebuah lubang kecil. Pintu yang terhubung ke luar pun terbuat dari besi tebal yang dikunci rapat-rapat. Bagaimana caranya aku bisa ada di sini, aku tidak tahu. Terakhir yang kuingat adalah, saat aku sedang berjalan-jalan sendirian, aku dikepung oleh beberapa orang. Aku sebenarnya cukup kuat, tapi mereka lumayan banyak dan mempunyai berbagai macam peralatan aneh. Mereka membuatku pingsan, dan saat aku membuka mataku kembali, aku sudah berada di tempat ini.

Tiap hari akan ada yang memasuki ruangan ini untuk menyekapku lalu menyuntikkan cairan yang membuat tubuhku lemas seketika. Aku akan dibawa ke sebuah ruangan penuh dengan mesin-mesin dan alat-alat yang aku yakin adalah untuk eksperimen. Selanjutnya mereka akan mengutak-ngatik tubuhku. Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan karena kesadaranku hanya setipis kertas.

Setelah mereka selesai, mereka akan memasukkanku kembali ke ruangan ini. Mereka hanya memberiku makan dan minum yang hanya cukup untukku mempertahankan hidup. Semasa sebelum aku diculik, makananku selalu mewah dan berlimpah. Tak kuduga sama sekali kejadian ini akan terjadi padaku.

Beberapa waktu setelah aku berada di tempat ini (walau sebenarnya aku tidak yakin sudah berapa lama aku di sini. 2 minggu, mungkin? Entahlah, bagiku sudah lama sekali), seseorang dibawa masuk ke ruangan  berhadapan dengan ruangan ini dalam keadaan tidak sadar diri. Dia... Aku mengenalnya. Aku dulu pernah bertemu dengannya dan keluarganya beberapa kali. Seorang gadis bernama Gempa.

Setelah mengurungnya, para manusia-manusia bejat itu pergi. Ku tunggu gadis itu sadar dan benar dugaanku, ketika dia menyadari dimana dia berada sekarang, dia seketika panik dan berteriak, walau aku tidak bisa mendengar suaranya sama sekali. Di tengah kepanikan, dia segera berlari ke arah kaca yang berhadapan dengan ruanganku. Ketika dia melihatku, ekspresinya terlihat bingung, lalu lega, lalu kembali panik dan dia membuka mulutnya seolah-olah bertanya padaku. Matanya menatapku memelas, seakan meminta pertolongan. Aku hanya menggeleng dan dia pun tertunduk lesu. Air mata mulai mengalir dari matanya dan dia jatuh terduduk.

Apa yang bisa ku lakukan? Para manusia bejat itu menggunakan cara licik. Kalau aku bisa membebaskan diriku sendiri, sejak awal aku tidak akan mau berlama-lama di tempat ini. Mana mungkin aku bisa menolong orang lain dalam situasiku ini?

Berbulan-bulan berlalu dan aku semakin putus asa. Hingga akhirnya aku hampir menyerah. Aku pasrah saja saat mereka membawaku seperti biasanya. Tidak perlu lagi obat bius. Tubuhku yang sekarang kurus sudah mati rasa akibat kurangnya gizi dan berbagai macam eksperimen yang telah mereka lakukan padaku.

Walau begitu, aku bisa merasakan bahwa kali ini berbeda. Mereka tidak membawaku ke tempat biasa, melainkan ke sebuah ruangan yang cukup besar. Aku bisa melihat, sudah ada beberapa orang di sana. 5 diantaranya dipaksa berlutut oleh para manusia bejat di tempat ini, mengelilingi seorang lelaki tinggi berjas putih panjang khas peneliti. Seluruh tubuhnya tertutup pakaian, wajahnya juga memakai masker dan diperban. Sepertinya dia punya kedudukan tinggi di sini, melihat orang-orang yang mengelilingi aku dan 5 orang yang dipaksa berlutut, membungkuk hormat padanya. Aku pun dipaksa untuk berlutut di hadapannya.

Ku coba mengedarkan pandanganku, dan terkejut. Kelima orang yang berlutut di sebelahku hampir semuanya ku kenal. Gadis bermata emas yang terlihat mencoba untuk melindungi seorang gadis lain dari pandangan lelaki berjas putih adalah Gempa. Matanya penuh tekad untuk melindungi gadis dibelakangnya. Gadis yang ia coba lindungi adalah adiknya, Duri, yang gemetaran ketakukan dengan air mata yang hampir berderai jatuh dari mata hijaunya. Tubuhnya membungkuk mencoba untuk bersembunyi dibalik kakaknya.

ElementaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang