Chapter 4

120 11 1
                                    

Lilly tiba dirumah, disambut senyum ceria dan pelukan hangat ayahnya membuat Lilly semakin menyayangi pria dengan mata biru laut itu.

"Aku sangat merindukanmu, dad. Aku mencium sesuatu. Kau masak sesuatu, dad?" tanya Lilly dengan nada ceria.
Terlihat perubahan drastis pada suasana hati Lilly hari ini.
"Ya, lasagna untuk kau dan ayah. Kau suka kan?" sahut Armand membalas senyuman manis Lilly.
"Tak akan kutolak, dad" kemudian Lilly langsung menghampiri meja makan.

Terlihat Lilly makan dengan semangat sekali. Dan sepertinya makan banyak dikantin sekolah tadi pun belum cukup mengisi perut kecilnya.

Benar saja, selama hampir 9 tahun mereka hidup bersama, Lilly tak pernah sekalipun bercerita mengenai masa lalunya kepada sang ayah.
Lilly hanya ingin menjadi manusia normal dan menyimpan rahasia itu rapat-rapat.

Tapi sayangnya ia tak tahu bahaya lambat laun akan menghampirinya.
Adapun awal dari bahaya tersebut, mereka telah memulainya dengan terror malam beberapa hari yang lalu.
Tapi tetap saja Lilly tak bercerita tentang hal itu kepada ayahnya.

"Bagaimana sekolah hari ini, sweatheart?' tanya sang ayah yang masih sibuk memakan hidangan dihadapannya.

"tak ada yang spesial, dad. Hanya anak baru yang sok jagoan di kantin sekolah" jawab Lilly terkekeh.

"Baiklah, dan siapa pacarmu sekarang?" gumam Armand sambil tersenyum melihat putrinya yang sibuk dengan sendok dan garpu dihadapannya.

Lilly tak menjawab, hanya senyum dan menggelengkan kepalanya tanda bahwa ia tak mempunyai pacar.
"Oke, bagaimana ulang tahunmu ke-18 nanti? Kau mau merayakannya?" tanya Armand antusias.
"Bolehkah hanya makan malam spesial bersamamu, dad?" jawab Lilly yang menghentikan kegiatannya sembari menatap ayahnya dengan senyum manis dari bibir tipisnya.
"Oh itu pasti, sweatheart. Apapun untukmu" balas Armand.

"Bagaimana kalau kau ajak beberapa temammu? Itu pasti akan menenangkan" tambahnya dengan memegang tangan Lilly dan berusaha meyakinkan anaknya itu.

"Hm, tapi aku tak memiliki banyak teman, dad. Dan bagaimana kalau hanya satu teman yang kupunya?" sanggah Lilly dengan wajah menyesal menatap ayahnya.

"Hanya Sam yang selalu ada untukku, hanya dia yang setidaknya tak pernah meninggalkanku sendiri disekolah. Baiklah akan ku ajak dia". Gumam Lilly dalam hati.

******

Sudah hampir pukul satu malam, Lilly tetap belum memejamkan matanya seakan perasaan gusar menyelimutinya.

Sedikit ia memikirkan bagaimana apabila terror itu kembali menghantuinya.

Kemudian sesaat seperti ada angin menerpa wajahnya, membelai rambutnya yang tergerai, sedikit aroma kayu jati dan vanilla yang bercampur tercium samar-samar.
Lilly sudah terlalu lelah memikirkannya dan hendak menghiraukannya.
Sesaat kemudian ia pun terlelap dalam tidurnya.

Keesokan paginya, Lilly menjalani rutinitas normalnya. Bertemu Sam dikelas dan mengikuti pelajaran seperti biasa.

Saat jam istirahat, ia teringat kata ayahnya untuk mengajak seorang teman pada makan malam saat hari ulang tahunnya.

Disela makan siangnya itu, Lilly memperhatikan seraya berpikir apakah benar ia akan mengajak Sam untuk makan malam.

Teman pria yang selalu ada saat disekolah, yang memiliki warna rambut sama sepertinya, berhidung mancung dengan rahang yang kokoh juga tatapan mata yang sejuk selalu menghiasi wajahnya setiap saat.
"Dia sangat baik, mungkin saatnya aku membalas kebaikannya selama ini" gumam Lilly dalam hati.

Melihat Lilly yang tengah serius memperhatikannya dengan raut wajah yang datar, Sam sedikit canggung untuk memulai pembicaraan.

"Ehem, Lill. Are you okey?" Sam berdehem dan mencoba memecahkan kecanggungan diantara mereka.

Lilly yang selama beberapa saat tidak sadar bahwa ia tengah memperhatikan wajah Sam dalam waktu yang cukup lama itu sontak sedikit kaget.
"Ahh ya, Sam. I'm sorry, what did you say?" sanggah Lilly yang sedikit terkejut dengan tingkahnya sendiri.

"Lupakan Lill, kupikir kau sedang ada masalah. Kau bisa menceritakannya padaku, itupun kalau kau mau" ucap Sam tenang sambil mengunyah makanannya.

Dalam hati Lilly berkata "apa reaksinya apabila aku menceritakan bahwa ada seseorang yang menelponku tengah malam, menyuruhku untuk kembali dengan suara seperti monster disertai suara jeritan anak-anak yang sepertinya bukan lelucon beberapa waktu yang lalu?"

Lilly mengatur napasnya sedikit dan berpikir ia akan mengurungkan niatnya untuk menceritakan hal tersebut pada siapapun.

"Maukah kau makan malam bersama keluargaku besok malam?" tanya Lilly dengan sedikit terbata-bata.

"Oh my God. Seriusly, Lilly mengajakku makan malam bersama keluarganya. Thank God" ucap Sam dalam hati.

"Tentu saja Lill" gumam Sam dengan senyum jahilnya.

"Thanks, Sam. Aku tak mempunyai teman sedekat kau disekolah ini. Jadi aku akan senang bila kau datang" ucap Lilly dengan senyum mania yang terpampang dibibir tipisnya.

******

Apa Lilly anggep Sam cuma temen?

Gak bosen2 aku ngingetin kalian buat ksh comment, apapun itu :D
Tinggalin jejak vote juga ya.
Happy reading

Mulmed disamping itu Sam. The blonde boy

The Last LegacyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora