"Semalem papa pulang, Gi." itu adalah kalimat pertama yang di ucapkan Jeffrey begitu keduanya terduduk di depan ruang rawat ibunya.
Raut wajah lelaki itu mengeras namun sorot matanya tidak bisa berbohong bahwa ia tengah kembali terluka.
"Aku udah niat buat nggak masuk kampus hari ini, tapi mama bilang dia nggak apa-apa."
Jeffrey mendongkak, menatap wajah Giandra dengan mata yang kini perlahan memerah. "Tapi aku sadar kalau mama lagi nggak baik-baik aja, mama syok karena semalem laki-laki itu berulah lagi."
"Dia nyakitin mama lagi, dia bentak-bentak mama—" kalimat Jeffrey terhenti begitu saja, lelaki itu terlanjur tidak sanggup berkata-kata, telapak tangannya mengepal di atas lutut. Membuat buku-buku jari itu memutih.
"Aku benci dia, tapi aku lebih benci diri aku sendiri karena nggak bisa ngelawan dia—aku—" Giandra mengerti jika lelaki di sampingnya itu tengah hancur, maka daripada mengeluarkan kalimat panjang sebagai penenang. Giandra memilih untuk membawa Jeffrey ke dalam pelukannya. Membuat lelaki itu tanpa ragu untuk menangis di ceruk lehernya. Menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak semakin terlihat menyedihkan di pelukan kekasihnya.
"Hidup aku bener-bener nggak berguna, Gi." dengan susah payah kalimat itu keluar dari mulut Jeffrey. Yang langsung Giandra balas dengan gelengan cepat.
"Nggak, Jeff, kamu nggak boleh ngomong gitu, mama bakal sedih begitu juga aku." sejujurnya, Giandra ingin menangis, tapi siapa yang akan menguatkan Jeffrey di saat lelaki itu rapuh jika bukan dirinya.
***
Setelah mengantar Giandra ke rumah sakit menyusul Jeffrey, dengan sedikit kejadian yang sebenarnya sudah biasa bagi mata Dafka namun berbeda dengan hatinya yang tetap saja merasa panas.
Ia memilih untuk mendudukkan bokongnya di sisi ranjang. Sekedar untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Dafka merasa cemburu, saat harus melihat bagaimana Giandra memandang Jeffrey saat itu. Bagaimana khawatirnya Giandra saat melihat wajah kusut dari seorang Jeffrey yang tak lain kekasihnya.
Kekasih. Kenapa tidak berubah menjadi kata mantan saja?.
Sungguh, kalian boleh menyebut Dafka teman yang jahat atau memaki dirinya habis-habisan. Karena jika boleh jujur Dafka sudah mengharapkan hal itu sejak lama, saat dimana Giandra dan Jeffrey mulai berpacaran. Bahkan Dafka selalu menekankan dalam dirinya jika kedua anak manusia itu mungkin saja akan mengalami guncangan dalam suatu hubungan seperti kebanyakan pasangan, misalnya saja;
Suatu saat nanti Jeffrey dan Giandra pasti akan putuskan? Mereka akan menjadi sepasang mantan kekasih yang saling menjauhkan?.
Tetapi sampai sekarang semua yang Dafka harapkan itu ternyata tidak semudah yang ia pikirkan, Giandra dan Jeffrey tidak sekanak-kanakan itu untuk putus dengan hubungan mereka yang makin terlihat erat setelah 2 tahun terjalin.
Apalagi yang Dafka tahu keduanya adalah tetangga sejak Sekolah menengah pertama. Mengingatnya saja membuat Dafka ingin mundur, namun tentunya melupakan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan Dafka sudah mencatatnya dalam hati dan pikiran, bahwa ia hanya akan benar-benar melupakan Giandra setelah perempuan itu menikah.
Kecuali menikah dengan dirinya, tapi sebelum kehaluannya itu semakin bertambah, Dafka cepat-cepat memukul kepalanya.
Tidak terlalu kuat, tapi cukup membuat Dafka sadar bahwa ia lebih baik mandi daripada memikirkan hal yang mustahil terjadi antara dirinya dan Giandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD LIFE | DOYOUNG NCT
Teen Fiction______________________________________________________ Sejak dulu, tidak ada yang berubah tentang bagaimana Dafka menatap Giandra. Perihal perasaannya yang masih juga tak tersampaikan kepada perempuan itu, dan perihal Giandra yang juga masih milik d...