Major hoonsuk
Garden party jadi pilihan utama. Acara privat yang hanya dihadiri kerabat terdekat.
Tempat ini, suasana ini, pernah dirasakannya dahulu saat menghadiri acara pernikahan teman lamanya seperti sekarang.
Meski melangkah perlahan karena ujung jasnya ditahan, sebuah senyum tipis tak menghilang dari bibirnya karena tingkah manis laki-laki yang ragu untuk mengaitkan lengan padanya namun tidak ingin tertinggal langkah.
Ia tau, harusnya menggenggam tangannya tidak akan jadi masalah besar karena semua tau bagaimana dirinya. Tatapan aneh dari beberapa orang harusnya tak menjadi masalah untuknya, agar terus menyamakan langkahnya dengan Miko.
Tanpa sadar ia tersenyum getir. "Wisata masa lalu."
Bukankah harusnya ia turut bahagia atas kedua mempelai tersebut? Mengapa iri hati begitu terasa saat ini?
Memang niatnya untuk mengajak seseorang ke jenjang yang lebih serius belum tercapai hingga kini. Pikirnya hubungan kemarin akan menjadi sesuatu yang diidamkannya selama ini, namun takdir memang berkata lain.
Dengan balutan jas hitam yang senada dengan celana, serta sepatu pantofel mengkilat yang menghiasi langkah kakinya, Jian menaiki pelaminan untuk menemui kedua mempelai.
"Kok sendiri? Gandengannya mana?"
Jian mengambil tangan kanannya untuk digenggam seraya mengulas senyum, "Nih."
"Bener kata kamu, mending nggak usah ngundang mantan."
Laki-laki di sebelahnya, yang tidak lain sudah resmi menjadi suaminya itu tertawa. "Kamu yang pengen ngundang kan."
"Doain aja, biar ketemu yang bener-bener mau diajak serius," sela Jian cepat agar tidak menimbulkan keributan.
"Nathan, Nathan, nggak nyangka gue jadinya malah sama si Rey. Jujur gue masih kaget sih, tapi Juna pasti lebih kaget."
Nathan, laki-laki itu membalas senyumnya. "Lo berdua nggak tau aja, ini orang diem-diem tuh suka sama gue."
Rey yang diam-diam hanya sebagai pengamat selama ini, berakhir mengikat janji suci dengan Nathan yang tidak lain adalah mantan dua temannya.
"Ji, lo nggak capek gitu terus sama Juna?" tanya Nathan.
Konyol memang jika diceritakan bagaimana kisah percintaan mereka selama ini. Julukan soulmate begitu melekat karena keduanya selalu mempunyai selera yang sama meski caranya berbeda. Tanpa sadar itu terbawa hingga bagaimana mereka memilih pasangan.
"Dari awal harusnya gue nggak maksain diri juga."
Meski semua itu masih membekas untuknya, namun kini hanya menjadi kenangan sekaligus pembelajaran untuk Jian.
"Jangan lama-lama, orang antri."
Jian tersentak dalam lamunan sekaligus terkejut mendapati seseorang di belakangnya.
Beri ucapan selamat seperti yang dilakukan Jian sebelumnya, tanpa basa-basi meraih tangannya untuk segera turun karena tak ingin membuat orang lain menunggu.
"Apa kabar, Ji?"
Ada sengatan aneh begitu matanya beradu. Lama tak bertemu hampir membuat Jian lupa apa warna terakhir rambutnya. Karena sekarang laki-laki dengan potongan rambut cepak berwarna white blonde itu hampir tak dikenalinya.
"B-baik. Bang Harsa?"
Perayaan wisuda hari itu memang menjadi pertemuan terakhirnya dengan Harsa. Meski kabarnya masih sering Jian dengar dari Yogi, namun untuk bertemu baru kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Control Me
FanfictionKisah klasik, berakhir di sebuah kamar karena alkohol bersama teman sendiri. Miko mengalaminya malam itu bersama Arjuna, temannya. Bukan hanya sekadar teman tetapi laki-laki yang lebih sering disapa Juna itu adalah sahabat Jian, pacarnya. "Let's ma...