GUBUK

1.2K 26 0
                                    

"Kenapa kau melihatku seperti itu!"

"Kau jelek jika menangis."

"Apa pedulimu, kau yang sudah membuat hidupku jadi sial seperti ini!"

Sebenarnya Jemy sudah ingin menangis sejak kemarin-kemarin, tapi dia selalu berusaha menahannya karena tidak suka di anggap rewel dan lemah tapi kali ini sepertinya dia sudah benar-benar tidak tahan lagi. Masa bodoh jika sedang ingin menangis harusnya menangis saja karena ini memang sudah keterlaluan.

"Entah apa yang sedang dipikirkan keluargaku sekarang." Jemy mulai bingung karena ternyata benar-benar kerepotan untuk kembali menghapus air matanya dengan kedua tangan penuh tanah.

"Sudah, kemari." Adam menarik Jemy dengan lengannya membiarkan gadis itu menghapus air mata di bahunya karena tangan mereka sama-sama masih kotor.

"Maaf," kata Adam kemudia.

"Apa gunanya!" tolak Jemy masih dengan nada ketus meskipun sambil menangis sesenggukan.

"Kita pasti akan pulang."

"Untuk mencari air saja kau tidak becus, bagaimana kau bisa menjanjikan hal seperti itu!"

"Kuakui aku memang payah dalam beberapa hal, tapi aku tetap laki-laki."

Baru saat itu Jemy mendongak untuk menatap Adam.

"Lakukan apa yang selayaknya laki-laki lakukan!" tegas gadis itu.

"Baiklah aku akan belajar memanjat kelapa, mencari air, dan berjalan di depanmu lebih dulu."

"Banyak sekali yang harus kita lakukan jika ingin bertahan hidup di tempat seperti ini, Adam. Aku tidak main-main."

"Baiklah, katakan saja apa yang harus kulakukan," pasrah pria itu.

"Kita perlu air, perlu makanan, dan tempat berteduh. Bayangkan saja bagaimana jika tiba-tiba hujan datang sementara kau hanya suka menggerutu."

"Kita akan membuatnya nanti, dan kita pasti akan pulang." Adam kembali coba meyakinkan Jemy yang sepertinya masih sangat tertekan dan dia biarkan saja menangis dulu.

Mereka sudah menunggu hampir tiga jam, genangan air di galian tanah yang tadi mereka buat sudah mulai banyak dan sepertinya sudah bisa di ambil. Pelan-pelan Jemy mengambil air tersebut dengan daun untuk dia masukkan ke dalam botol. Dari tiga jam menunggu mereka akhirnya mendapatkan hampir satu liter air yang jadinya masih agak keruh.

"Bagaimana kita bisa meminum air seperti ini." Adam kembali memperhatikan air dalam botol tersebut dengan alis tertaut ngeri.

"Kita pikirkan lagi nanti yang terpenting sekarang kita punya air tawar."

Adam setuju mengikuti saran Jemy dan tidak protes lagi karena sudah berjanji beberapa kali sebelum gadis itu akhirnya mau berhenti menangis.

Sudah lewat jam dua siang ketika akhirnya mereka kembali ke pantai.

"Hustt... " Adam memberi isyarat untuk diam ketika melihat beberpa burung camar memungut sisa makanan mereka tadi pagi.

Diam-diam Adam coba melemparkan tongkat kayunya dan Jemy langsung tertawa karena pria itu tetap kalah gesit dengan si burung.

"Akan ku buatkan mendali jika kau berhasil menangkapnya satu, " canda Jemy sambil menepuk punggungnya.

Adam menghampiri bara api mereka yang masih menyala karena tadi dia cukup banyak menumpuk dedaunan.

"Sebaiknya coba kita filter dulu airnya." Jemy sudah kembali terlihat sibuk mencari botol kosong, kain, dan apa saja yang sekiranya bisa mereka gunakan untuk memfilter air.

SURVIVAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang