Third

2.7K 378 9
                                    


🥀__🥀


"Dirumah bantu-bantu kak Hani juga ay" Janesh mengelus lembut kepala istrinya, prosesnya dengan Raiya sama saja seperti Januar dan Hani. Kalau Januar dan Hani punya kendala di kerjaan, maka Janesh dan Raiya berkendala direstu. Sebenarnya orang tua Raiya sudah menyuruh mereka menikah dari beberapa tahun lalu, tapi Dania belum memberikan restu.

"Aku tuh bingung Janesh, aku ngeliatin kak Hani tuh kayak orang bego jadinya. Soalnya kayak semuanya bisa di handle sama dia, aku jadi gak tau musti ngapain" Reiya merenggut, ia bukannya tidak suka kepada Hani yang seolah mengambil seluruh pekerjaan rumah, ia hanya sedikiiiiitt sebal karena dirinya menjadi semakin terlihat tidak bisa apa-apa.

"Makanya, kalo kak Hani kedapur di temenin, Cecil juga biasanya gitu kok. Nanti pasti ada aja perintah dari kak Hani" Janesh faham bagaimana Hani, karena dulu sebelum ia menikah yang mengurusnya juga Hani. Mulai dari makan, sampai baju kotor Janesh itu semua Hani yang nyuci. Jadi Janesh faham kanapa Januar akhir-akhir ini mulai ngungkit buat pindah kerumah yang setahun lalu ia beli, mungkin Januar takut kalau Hani akan kelelahan akibat bertambah satu manusia lagi yang harus ia urus.

Ada sedikit rasa tidak enak hati kepada Januar, tapi mau diapa?? Reiya kelewat cuek. Bahkan wanita itu baru belajar membuatkan Janesh kopi beberapa minggu sebelum mereka menikah.

"Kita tinggal sama orang Rei, kita tinggal sama orang tua aku, otomatis kita harus ngikut aturan orang rumah sini, kecuali kalau kita tinggal dirumah kamu, terserah kamu soalnya disana ada pembantu, disini gak ada Rei. Faham ya??" Reiya cemberut, batinnya sudah berontak kalau ia tidak ingin dipaksa melakukan pekerjaan rumah, tapi mau bagaimana lagi. Janesh sudah bicara dengan cara paling lembut, kalau itu tidak mempan maka Janesh akan berbicara keras dan demi apa pun, Reiya tidak suka kalau Janesh sudah mulai berbicara keras.






🥀___🥀




Jayandra memperhatikan istrinya yang sedang berbicara panjang lebar, menjelaskan sesuatu yang mahal yang akan dibelinya. Sebenarnya Dania tidak perlu izin karena semua uang Jayandra dipegang oleh Dania, tapi untuk menghindari pertengkaran maka ia harus bilang terlebih dahulu.

"Gimana pa?? Boleh??" Dania menutup penjelasannya seiring wanita itu juga menurunkan tablet ditangan Jayandra.

Jayandra berdehem sebelum menjawab, "Boleh ditahan dulu gak ma?? Papa rencananya mau bantu Janu renovasi rumah dulu"

"Loh??? Emang Janu sama Hani mau pindah?? Udah papa izinin??" Jayandra menggeleng, ia belum memberi izin tapi ia berniat menyelesaikan sesuatu yang menjadi larangannya. Janu dan Hani membeli rumah bersubsidi, atau mungkin lebih tepatnya kredit??
Perumahan yang diperkirakan akan ramai dan mahal dalam beberapa tahun kedepan. Rumah yang perlu direnovasi sebelum ditinggali.

"Jangan deh pa, bilangin Janu, pindahannya abis Hani melahirkan aja"

"Iya, papa juga bilangnya gitu. Papa bilang rumahnya dipager aja dulu, trus nanti pelan-pelan bangun dapur. Masih lama mustinya. Uang mereka juga biar fokus ke biaya persalinan dulu" Pemikiran Jayandra, meskipun anak-anaknya sudah menikah, tapi ia tidak akan lepas tangan. Apalagi mengingat pernikahan Januar dan Hani adalah sebab sedikit desakan dari pihak keluarganya. Lamaran mereka sudah empat kali ditolak orangtua Hani karena alasan Hani yang belum selesai kuliah dan ekonomi keluarganya sama sekali tidak terbantu.

Lain Jayandra, lain pula Dania. Kalau Januar dan Hani harus keluar dari rumah maka ia kehilangan banyak hal. Dania akan kehilangan sosok anak perempuan yang bisa membantu segala pekerjaan rumah, Dania akan kehilangan tempat curhatnya, dan yang paling penting, Dania akan kehilangan teman belanjanya. Memang sih ada Reiya, tapi wanita itu selalu menentang yang Dania suka. Kalau Hani pindah, yang paling merasa kehilangan adalah Dania.





🥀__🥀





Cerita ini bakal update sebelum jam 10 (gak tau deng wkwk tapi target aku, bakal ku update sebelum aku tidur)

ˈfam(ə)lēTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang