Sixteenth

2K 315 8
                                    





🥀__🥀




"Kok bisa sih kak sesantai itu??" Reiya menatap Hani khawatir, sudah lima jam sejak mereka datang kerumah sakit, wanita itu belum juga melahirkan. Dokter bilang, bukaannya masih belum cukup. Reiya dan Cecil memijat kaki Hani, Januar sedang menjemput ibu Hani dari stasiun ditemani Janesh. Jayandra dan Dania sedang berdiskusi dengan dokter karena tidak tega dengan Hani yang sepertinya sudah mulai kehabisan tenaga.


"Kalau aku panik, semuanya panik Rei. Liat aja tadi. Januar tuh kalau panik jelek banget, bisa-bisa semua yang penting malah kelupaan. Lagian juga, emang gak boleh panik, nanti tekanan darahnya naik, bahaya" Reiya mengangguk paham, sedari tadi ia tidak habis pikir dengan Hani yang begitu santai. Kalau dia ada di posisi itu, mungkin rambut Janesh sudah lepas semua dari kepala. "Kata bu bidan, harus tenang Rei, panik tuh cuma bikin semuanya berantakan"


"Kak Hani jangan ngomong deh, kasihan aku. Nafasnya pendek-pendek. Kakak sesak kah?? Bajunya mau Cecil bantu lepas aja??" Reiya mengangguk setuju, meskipun dia duluan yang buka obrolan tapi dadanya ikut sakit begitu mendengar Hani yang seperti kesulitan bernafas.


Hani sendiri tidak tahu apa yang membuatnya bisa setenang ini, padahal perutnya sudah mulas sekali, bagian selatannya sudah terasa ngilu. Nafasnya pun mulai tak beraturan. "Aku mau berdiri aja boleh gak??" Keduanya mengangguk, membantu Hani untuk berdiri dan berjalan pelan mengelilingi ruang inap yang tadi dipesan Jayandra. Dokter mengatakan kalau Hani bisa pulang terlebih dahulu, tapi Jayandra menolak. Ia dan Dania tidak ingin terjadi apa-apa kepada menantu dan calon cucunya. Tidak masalah ia harus mengeluarkan biaya lebih untuk ruang rawat inap Hani, keselamatan adalah yang utama.


"Nak, mama waktu hamil kamu enak banget loh. Gak susah, kamu lahirnya juga jangan terlalu sulit ya??" Hani menggelus perutnya yang semakin terasa sakit itu, peluh mulai memenuhi kening Hani. Cecil sigap membantu mengikat rambut kakak iparnya, dia yang paling tidak tega dengan kondiri Hani sekarang ini.


"Rei" Hani duduk lagi diatas tempat tidur, wanita itu meremas tangan Reiya. "Panggilin ibu Rei, tolong. Perut ku sakit banget" Suara Hani begitu kecil, jelas sekali ia tengah menahan sakitnya. Reiya mengangguk, berlari keluar ruangan untuk mencari Dania serta Jayandra. Meninggalkan Cecil yang panik sendiri karena Hani mulai menangis.


"Kakkk, jangan nangis, ihh aku nangis juga nihh"






🥀__🥀





"Gak bisa operasi aja dok??"

"Perlu persetujuan suami pak, atau wali. Tapi dari yang kita amati, ibu Hani bisa kok melahirkan dengan normal"

"Itu anak saya udah hampir lima jam loh dok!! Kalau ada apa-apa sama anak saya dokter mau tanggung jawab??" Dania gemas, dari tadi ia dan Jayandra mengurus persalinan Dania agar di operasi saja tapi seperti dihalangi terus oleh pihak rumah sakit. "Ini urusan nyawa!! Dua nyawa, kok kalian bisa sesantai ini???!" Jayandra mengelus bahu Dania, meminta istrinya itu untuk mengontrol emosi. Marah-marah disaat seperti ini tidak berguna sama sekali.


"Suaminya lagi jemput mamanya, sini saya aja yang tanda tangan" Jayandra langsung menarik kertas persetujuan yang dipegang perawat, membubuhkan tanda tangannya disana. Ia ingin menantunya segera ditangani.


Melihat nafas Hani yang pendek, matanya yang berair dan bermandikan keringat, tidak ada yang tega. Seperti Hani berhasil mentrasfer rasa sakit itu kepada mereka semua. Padahal Hani sudah berusaha agar tidak panik, Hani mengontrol dirinya dengan sangat baik.



"Ibuuu, bapakkkk" Reiya berlari sambil teriak, ia tidak lagi perduli kalau dirumah sakit tidak boleh gaduh. "Kakak, kayaknya udah gak kuat deh, udah lemes banget dia" Dania terpekik, wanita itu cepat menyambut Reiya. Wanita ini sepertinya lupa kalau dia tengah hamil muda.


"Pokoknya saya gak mau tau ya!! Kalau ada apa-apa sama anak dan cucu saya, rumah sakit ini saya tuntut!!" Jayandra tahu kalau dia bilang gitu bakal dianggap angin lalu aja, jadi lelaki yang sebentar lagi akan menjadi kakek itu langsung mengurus administrasi agar Hani dipindah menjadi pasien VVIP. Biar saja, rumah sakit ini sudah banyak mangecewakannya malam ini.







🥀__🥀



Sorry for typo ya🥺🥺

ˈfam(ə)lēTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang