Sixth

2.3K 312 12
                                    



🥀__🥀


Hal yang ditunggu Hani tiba, Januar mendapat libur dihari sabtu dan papa mengizinkan mereka untuk berkungjung kerumah orangtuanya. Sedari pagi mereka semua sudah sibuk, Dania sibuk menyiapkan barang-barang yang akan ia berikan kepada besannya, dan Reiya yang sibuk membantu Hani menyiapkan sarapan. Hani tentu tidak bisa lepas tangan begitu saja.

"Salam ya sama mama" Hani mengangguk, meraih sekantong besar bahan masakan lalu memberikannya ke Januar untuk dimasukkan kedalam bagasi.

"Nih, untuk dijalan" Dania memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan ke Hani. Sudah dijelaskan dari awal, meskipun cerewet tapi Dania tidak pernah pelit.

"Makasih bu, kita berangkat dulu ya" Hani terkekeh melihat Reiya yang cemberut, Hani menepul bahunya pelan, "Tiga hari doangg, nanti minta bantu Cecil masak. Pasang alarm jangan lupa" Reiya mengangguk, Hani bukan sekedar kakak ipar saja, kelakuan wanita itu sudah seperti kakak kandungnya.

Januar membunyikan klakson sebelum akhirnya menjalankan mobilnya keluar gerbang rumah, begitu mobil itu menghilang, tiba-tiba saja suasana menjadi sunyi. Cecil sebagai yang termuda berinisiatif mengunci gerbang kembali.

"Ibu mau mancing Rei, kamu bisa gak masak untuk makan siang?" Reiya mengangguk, sebenarnya ia tidak bisa, tapi tadi Hani sudah memberikan beberapa instruksi dan mengarahkannya untuk melakukan apa saja, Reiya pikir, mungkin sekarang waktunya buat belajar.

"Ibu mancing aja, Cecil ikut??" Sibungsu menggeleng.

"Aku kerumah aja sama mbak Rei, mama mancing sama papa aja" Dania mengangguk sebentar, langkah mereka terpisah. Dania yang berbelok kekamarnya untuk berganti pakaian dan Reiya serta Cecil yang berbelok kedapur. Masing-masing dari keduanya sudah diberi tugas oleh Hani untuk hari ini. Reiya memasak dan Cecil dibagian pakaian.

Reiya menghela nafas pelan sebentar ketika dirinya sudah sampai di depan kulkas, "Ayo Rey, kapan lagi lo mau belajar"

Menyemangati diri sendiri itu penting.





🥀__🥀







"Kamu belum masak loh tadi??" Jayandra menatap istinya yang sudah sibuk memasang umpan, karena tidak ada Januar jadi mereka memutuskan untuk memancing di pemancingan terdekat, kondisi Jayandra tidak terlalu bagus untuk berkendara jauh.



"Ada Reiya, lagian masak buat mereka sendiri kok. Kita paling makan malem dirumah, kalo misal Reiya gak masak ya nanti pulang mancing aku yang masak" Bukan apa, Hani dan Reiya itu berbeda, mungkin Hani bisa diharapkan untuk masak memasak, tapi Reiya kan belum punya pengalaman??


"Tenang aja sih pa, mantu mu gak bakal ngerusak dapur kita. Meskipun Reiya gak bisa masak, tapi dia tau mana yang bahaya dan enggak" Dania tahu kalau mantunya tidak sebodoh itu. Ia percaya perempuan yang dinikahi anaknya semuanya perempuan cerdas.


Jayandra terkekeh melihat kerutan dikening Dania, tangannya terulur untuk meluruskan kerutan-kerutan itu. "Mama kalo fokus tuh coba keningnya gak usah ngerut gitu, nanti makin banyak kerutan dimuka mu. Makin kelihatan tua" Dania mendengus, ini selalu dibahas oleh Jayandra kalau mereka hanya berdua.


"Ya kan emang udah tua. Emang papa mau muda terus?? Trus emang kenapa kalo mama kelihatan tua?? Mau nyari yang baru kamu??" Jayandr mencubit pelan pipi Dania, wanita ini masih sama. Dari mereka masih berumur belasan sampai sekarang sudah punya tiga anak, kegemasan Dania tidak pernah luntur dimata Jayandra.


"Mama masih muda dimata papa, tapi kasihan mantu mu kalo kalian jalan bareng. Mereka fresh banget sedangkan kamu banyak kerutannya" Sebenarnya semuanya masih sama. Tidak hanya Dania, tapi Jayandra pun masih. Lelaki itu masih suka menggoda Dania disetiap kesempatan.

Seperti itu kah cinta?? Orang bilang manisnya cinta itu hanya ada diawal pernikahan, sisanya sudah asamnya saja. Tapi untuk kasus Dania dan Jayandra apakah sama???





🥀__🥀










Aneh gak???

ˈfam(ə)lēTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang