6. Teman Korea

546 88 10
                                    

Mereka yang tinggal di Indonesia sepertinya tidak ada yang tidak punya Motor. Semua memilikinya.

Tidak terkecuali Chenle dan Abian. Mereka baru saja sampai di depan tempat tinggal Jeno sebelum Ketua keluar dari dalam.

"Kenapa kalian bawa Motor sendiri-sendiri?" Renjun sudah memakai Helm dan duduk di Motor Scoppy miliknya. Dia memandang Abian di atas KLX dan Chenle dengan NMXnya. "Padahal kita bisa boncengan."

Abian mengangkat penutup Helm yang menutupi matanya. Dia mengeluh, "Teo belum mandi!"

"!"

Ini hari minggu dan Chenle tidak mandi.

Chenle: "...." Kenapa harus mandi? Mandi itu tidak penting! Mandi hanya buang-buang air... Chenle mendengus tajam di balik Helmnya, "Seolah-olah aku sudi satu Motor denganmu!"

"Teo!"

Jeno bertanya dari belakang, "Kalian punya SIM?"

Mereka bertiga menatapnya dengan tertegun. Lalu menggeleng hampir bersamaan.

Jeno mengerutkan alisnya yang tampan, "Kalian bisa kena pelanggaran lalulintas!" Sebagai warga Negara yang taat peraturan, wajar saja jika Jeno mengkhawatirkan hal ini dan di Negaranya jarang bagi Masyarakat memiliki kendaraan pribadi, mereka terbiasa menggunakan Transportasi umum dari pemerintah. "Kalian tidak boleh mengemudi!"

Renjun melepas Helm dan turun dari motornya, "Tidak apa-apa. Selagi kita membawa surat kendaraan dengan lengkap, Polisi lalulintas tidak akan merazia." Salah satu kebiasaan warga Negara wakanda adalah... Punya kendaraan namun jarang punya SIM.

Renjun, Chenle, Bian:  Lagipula mereka masih pelajar'-'

Jeno: Lalu kenapa kalian punya Motor sendiri?'-'

Akhirnya mereka tidak jadi menggunakan Motor dan di paksa naik angkutan umum oleh Tuan Korea yang sangat disiplin. Abian lebih banyak mengeluh sepanjang hari. Sangat di sayangkan dia tidak jadi memamerkan Motor barunya di jalan.

Mereka berkeliling kesana kemari dan mampir ke Starluck terdekat untuk membeli segelas kopi, sambil nongkrong dan mengobrol.

Renjun membawa teman-temannya ke tempat duduk di pojokan yang lebih sepi. Jeno mengibarkan ujung Kaosnya yang basah karena keringat. Wajahnya sudah memerah seperti pantat monyet, dia belum terbiasa dengan Cuaca Panas setelah hujan di Negara ini.

Abian dengan patuh memesan Kopi untuk mereka semua dan mengambilnya sendiri. Seperti yang di katakan Chenle di awal, Bian sudah seperti pesuruh yang berbakti untuk Ketua dan Wakilnya. Padahal Jabatan sebenarnya adalah Bendahara. Tapi Chenle Teo terlalu terbiasa menggunakannya sebagai alat kemalasannya. Dan Renjun tidak bisa mengatakan apa-apa karena Bian, walaupun dari luar dia terlihat mengeluh tetapi sebenarnya dia suka melakukannya.

Abian suka menjadi berguna untuk Team dan menjadi senang saat dia lebih di gunakan lagi oleh mereka. Itu membuatnya merasa di perlukan. "Tambahkan toping..." Abian menunggu pesanannya dengan sabar.

Mengobrol tentang masalah sepele di luar Sekolah terlalu santai dan menyenangkan. Jeno tidak pernah menyangka bahwa sebelum seminggu dia tiba di Indonesia, dia akan mempunyai teman-teman yang solid dan berjabatan tinggi di Sekolah.

Keramahan warga Negara ini bukan kaleng-kaleng. Jeno merasa nyaman seperti tinggal di Negara sendiri. Apalagi dia baru mengetahui kalau orang Indonesia cenderung lebih perhatian kepada orang asing. Dia bahkan sampai lupa mengabari temannya di Korea.

Saat ini Ponselnya berdering dengan lembut. Sebuah panggilan Vidio dari temannya di Korea mengejutkan Jeno dan yang lainnya. Abian sudah tiba saat Jeno mengangkat panggilan itu.

"Hyung!"

Sebuah suara nyaring dan kekanakan terdengar dari ujung lain. Jeno tersenyum dengan gembira sampai matanya menyipit. "Hei!"

Mereka bertiga yang tidak ada hubungannya benar-benar diam memberikan sedikit waktu untuk Jeno mengobrol di telepon.

Chenle tidak terlalu penasaran dan memfokuskan dirinya kedalam Game Online di Ponselnya. Telinganya tersumbat earphone dengan erat hingga dia tidak bisa mendengar kebisingan Abian yang heboh meminta di kenalkan pada teman Korea Jeno.

Abian berpikir sederhana. Dia sangat senang jika dia bisa mendapatkan lebih banyak teman Korea dan lebih nyaman baginya untuk pamer pada keluarganya nanti.

'Hehe... Sangat bagus!'

Dia akan menangkap beberapa orang Korea menjadi temannya dan sesekali memamerkannya di Media Sosial. Punya teman luar Negeri terlihat sangat bagus apalagi orang Korea asli. Beberapa Netizen pasti akan Iri. Heh...

Abian muncul di layar dari belakang Jeno dan mengepakan tangannya seperti sayap capung. Dia sangat antusias saat menyapa Pemuda berambut putih disana. "ANNYEONG!" dia berpikir; kepercayaan diri orang Korea ini sangat tinggi. Sepertinya dia sadar kalau dirinya tampan dan berani mengecat rambutnya seperti Lansia di usia muda. Tetapi tidak ada kata jelek dari penampilannya. Justru warna uban pada rambutnya membuat Visualnya lebih menonjol dan tampan.

Abian berdecak dengan iri. Dia mengusap kepalanya sambil berpikir. Jika dia mengecat rambutnya dengan warna yang sama, apakah dia juga akan terlihat sangat tampan seperti Pemuda itu?

Orang di balik layar balas menyapa Abian dengan hangat. Dia terlihat sangat ramah dan lebih banyak bicara. Sayang sekali Bian tidak mengerti bahasa Korea, jadi setelah menyapa sebentar dia langsung duduk kembali di samping Chenle dan meminta Wakil Ketua untuk mengundangnya kedalam permainan.

Mereka sibuk Online dan tidak terlalu berisik lagi.

Kali ini Jeno mengenalkan Renjun kepada temannya. Orang di telepon sangat tercengang saat mendengar Renjun berbicara menggunakan Bahasa Korea dengan lancar.

"Kamu bisa bahasa Korea? Hebat!"

Renjun tersenyum malu; "Aku belajar sedikit. Kebetulan guru bahasa Korea di Sekolah sangat baik, jadi aku belajar darinya. Oh... Beliau juga Asli Korea."

"Benarkah???? Wahh... Hyung, ini hebat!"

Jeno tertawa sebentar kemudian mengarahkan kameranya kepada Chenle yang sibuk:  "Ini Wakil Ketua dari Sekolah. Namanya Chenle Teo."

Chenle terlalu fokus hingga dia tidak menyadarinya. Wajahnya yang kecil dan putih mengerut dengan jari lincah mengusap layar Ponsel seperti pemain E-Sport propesional.

Orang di Telfon berbicara dengan riang. Dia memperkenalkan dirinya dan bertanya beberapa pertanyaan namun Chenle tidak juga mengangkat kepalanya.

"Hyung! Dia tidak mendengarku???"

Jeno berkata, "Dia sedang bermain Game."

Renjun menendang kaki Abian di bawah meja dan memperingatinya dengan matanya agar menyadarkan Chenle. Abian terlihat linglung sambil memandang wajah Ketua sebelum menyadarinya dan melepaskan Earphone Chenle tanpa persetujuan. Dia berkata: "Teo! Teman Jeno ingin berkenalan denganmu! Kamu tidak sopan!"

Chenle hampir mengepalkan tinju pada Abian dan menggerutu dengan kesal. Karena bocah ini dia mati tertembak, padahal tinggal beberapa musuh lagi dan dia akan meraih kemenangan.

Saat Chenle akhirnya menunjukan wajahnya yang putih dan kemerahan karena Matahari, orang di Korea sana terdiam seperti membeku, lalu berkata dengan tergagap: "I-itu... Annyeong... M-maksudku Hallo! Namaku Jisung... Park Jisung. Senang berkenalan denganmu!"

Chenle menatap orang kecil di telepon dan mengeser bola matanya pada Renjun. Wajahnya berkata: Terjemahkan. Dengan begitu jelas tanpa di tutup-tutupi.

Renjun langsung bereaksi dan menerjemahkan kalimat dengan lancar untuknya. Baru setelah itu Chenle mengangguk dan menanggapi orang itu dengan ramah, "Senang berkenalan denganmu juga. Park Jisung."



















[𝐁𝐋] 𝐒𝐌𝐀🌱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang