13. Absen

414 68 10
                                    

Tuan Wira berdiri mematung di depan pintu kamar Renjun untuk waktu yang lama. Bahu tegaknya yang dulu gagah kini merosot turun dengan aura putus asa yang melingkupinya.

Kepala Pria tua itu terkulai kebawah, menatap sandal rumahannya dengan pikiran kosong. Pria Tua itu sedang menuju ambang patah hati yang sangat Ekstream oleh Putra semata wayangnya sendiri.

Dia merasa telah menjadi orang tua yang gagal dan mengecewakan tanggung jawab yang Istrinya berikan padanya.

Di usianya yang hampir menginjak 60 tahun... Tuan Wira merasa sangat rugi di anugrahi umur panjang. Saat-saat putus asa seperti ini rasanya dia sangat ingin Malaikat cepat bosan dan mengambil nyawanya.

Kelopat mata tua dengan lipatan keriput dan kulit mati gelap yang suram itu terbuka dan tertutup dengan hampa, sebelum dia memengang Knop pintu dan membukanya.

Dia melihat Putranya yang terluka, berbaring mengistirahatkan tubuhnya yang kesakitan. Tiba-tiba hati Tua nya sangat sakit! Tuan Wira meremas bagian Jantungnya sambil terengah-engah.

Nak, dosa apa yang telah aku lakukan di kehidupan sebelumnya, sampai-sampai kamu menyiksa orang tua yang tidak akan lama lagi mati ini... Untuk merasakan penghinaan yang begitu Hina dari semua penghinaan di muka bumi!

Tenggorokan Tuan Wira tercekat. Dia tersedak dan hampir kehabisan nafas.

Istriku... Kenapa kamu pergi lebih dulu? Andai saja kamu mau membantuku merawat Anak Nakal ini bersama, aku yakin kita tidak akan gagal mendidiknya.

Ini semua salahku.... Salahku... Salah Pria tua ini!

"Ayah.."

Renjun menatap Ayahnya yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan sedih. Dia menjilat bibirnya yang kering dan mencoba menggerakan tubuhnya dengan takut-takut, ingin bangun dan duduk dengan benar agar tidak menyulut kemarahan Pria tua itu lebih jauh lagi.

Matanya tanpa sadar melihat tangan Ayahnya yang kosong, tanpa senjata apapun dan tiba-tiba merasa sedikit lega. Setidaknya Tuan Wira datang tidak untuk memukulinya lagi.

Renjun menangis karena bersyukur dalam hati. Kemudian memikirkan cara untuk meminta maaf dan meminta ampun dari Ayahnya, sebelum dia meminta izin untuk bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.

Tuan Wira tidak tau apa isi Otak anaknya yang pintar ini. Dia hanya tau bahwa Anaknya sudah rusak dan harus segera di perbaiki. Dia berkata dengan nada lembut yang sangat jarang, hingga membuat bulu kuduk Renjun berdiri; "Nak, kemasi barangmu. Ayah akan mengirim mu ke Jilin. Kamu akan tinggal bersama Paman, Kakek, dan Kakek Buyutmu disana. Besok pagi kamu akan pergi ke China."

"...."

Renjun menatap Ayahnya dengan tatapan tidak percaya. Matanya terbuka tanpa berkedip hingga terasa perih dan semua luka di tubuhnya tiba-tiba terasa sakit!

"Ayah!" Renjun mengerang. Tubuhnya membungkuk hampir berguling ke bawah, dia mencoba mendekati Ayahnya namun tidak bisa.

"Ayah..."

Tuan Wira tetap diam sambil menatap tanpa ekspresi pada Putranya yang sedang kewalahan. Dia sudah membuat keputusan ini sejak Teo Tua pergi dari Rumahnya... Dia tidak bisa menunggu hal-hal gila ini berkembang lebih jauh lagi.

Renjun dan Chenle harus di pisahkan!

"Ayah...." Dengan putus asa dia berkata, "Ayah... Jangan lakukan ini! Apakah Ayah sudah tidak mencintai aku lagi?" Dia menangis dengan sedih, "Orientasi Seksual ku bukan sebuah kenajisan! Orang-orang seperti ku mengenal Cinta yang berbeda dari kalian. Bahagia ku berbeda denganmu Ayah. Memaksakannya hanya akan membuatku hancur..."

[𝐁𝐋] 𝐒𝐌𝐀🌱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang