lima

1.1K 188 7
                                    

pit-a-pat

lima: kebingungan



"Haaaaaaaaaaaaaaaaah.........."



Helaan napas Jeongwoo terdengar cukup kuat. Entah sudah berapa kali hari ini dan rasanya Haruto ingin melempar penghapus ke arah wajah memelas Jeongwoo.



Setelah curhatannya kemarin dan bagaimana Jeongwoo memutuskan untuk menyerah saja, anak ini terlihat tidak baik-baik saja.




Padahal baru beberapa hari yang lalu ia memekik girang karena kembali punya kesempatan untuk dekat dengan cinta pertamanya.




Cinta pertama? Ya. Klasik memang. Tapi Junkyu memang cinta pertama seorang Park Jeongwoo.




Dan anak ini bahkan tidak bisa move on dari tetangganya itu.




"Sekali lagi kau menghela napas, penghapus ini akan mendarat tepat di dahi lebarmu,"






Jeongwoo menoleh, "haaaaaaaah....."





Tuk!




"Aw!"




Penghapus hitam itu mendarat dengan sempurna. Membuat Jeongwoo berteriak kesakitan. Haruto hanya menggeleng sambil mengambil kembali penghapus yang terlempar tidak begitu jauh dari kursi mereka.




"Aku adalah laki-laki yang menepati kata-kataku.." ucap Haruto sambil menunjukkan penghapusnya, entah untuk apa.





Jeongwoo hanya mendengus, mengelus dahinya yang masih sedikit sakit.





Omong-omong mereka sedang jam kosong, jadi belajar sendiri-sendiri saja. Dan tentunya jam kosong adalah saat yang paling tepat untuk bergalau ria.




Haruto hanya menatap sahabatnya itu dengan iba. Jujur ia juga tidak tahu harus bagaimana lagi menghibur Jeongwoo, karena demi Tuhan, Haruto sudah mencoba berbagai hal.




"Kau tahu.." Haruto mencoba bicara.





"Ada yang disebut cinta datang terlambat.." lanjutnya, berhasil membuat atensi Jeongwoo kembali padanya.






Haruto menepuk pundak Jeongwoo, "mungkin Junkyu hyung juga akan mengalami itu.." ujarnya, mencoba meyakinkan Jeongwoo bahwa ia masih ada kesempatan walaupun sebesar biji selasih.






Jeongwoo menghela napas kecil, "aku tidak bisa menjadi seperti kau dan Yedam hyung, kau tahu.."




Haruto tersenyum datar dengan penghapus di tangannya, siap dilempar kapan saja. Tapi ia urungkan niat melempar penghapusnya karena kali ini Jeongwoo menjatuhkan kepalanya di atas meja. Wajahnya terlihat sangat lesu dan Haruto hanya bisa menepuk pundak sahabatnya.



.
.
.





"Tidak pulang bersama?" Tanya Jeongwoo kepada Haruto yang sibuk dengan ponselnya.






Haruto mengangguk pelan, "um, maaf. Yedam hyung kosong hari hehe.." jawabnya masih dengan mata yang tertuju pada layar ponselnya.





Jeongwoo hanya mengangguk. Paham bagaimana Haruto sangat bucin dengan kekasihnya ini sebab setelah Yedam lulus SMA, mereka jarang bertemu.






Ruang kelas sudah mulai kosong dan Jeongwoo tidak punya jadwal hari ini. Haruto pun sudah melambai pamit untuk pulang duluan.







Ia duduk di bangkunya, membiarkan semilir angin yang masuk lewat jendela menerbangkan helai rambutnya.







Ia menatap ponselnya yang tidak terdapat satu notifikasi apapun. Ia menghela napas lalu berangkat dari duduknya untuk berjalan keluar dan mengarahkan kakinya entah kemana.






Setidaknya, dia belum mau pulang. Karena jika di rumah, ia hanya akan memikirkan Junkyu dan Junkyu saja.






Baru saja kakinya hendak melangkah ke gerbang sekolah. Ramai-ramai suara serta pandangan tertuju pada satu titik membuat Jeongwoo ikut penasaran.






Maniknya jatuh pada sosok tinggi yang terlihat menunggu, menoleh kanan kiri seperti sedang mencari seseorang.





Langkah Jeongwoo membeku. Ia tidak berani untuk melangkah lebih jauh. Jika penglihatannya tidak berbohong, orang dalam jarak pandangnya ini adalah orang yang menari dalam pikirannya seharian ini.







"Wah apa aku benar-benar jadi gila?" Gumamnya.





Sampai ketika manik itu bertemu, mata bulat itu membesar. Menggemaskan. Senyum itu terukir lebar dan Jeongwoo langsung tersadar bahwa dia belum gila untuk berhalusinasi bahwa Junkyu sedang menunggunya.







"Jeongwoo!" Sapa yang lebih tua dengan lambaian tangan penuh semangat.




Ia menatap bingung pada Jeongwoo yang masih diam di tempat. Maka kakinya melangkah, membuat Jeongwoo salah tingkah.






"Kau sehat?" Tanya Junkyu







'tidak..' sebenarnya Jeongwoo ingin jawab itu. Tapi tidak mungkin. Jadi dia hanya memilih menggeleng dan menatap Junkyu dengan takjub dan kebingungan.






"Hyung, ada apa ke sini?" Tanya Jeongwoo, menarik Junkyu ke tempat yang tidak menjadi pusat perhatian para siswa yang lewat.






"Menjemputmu?" Jawab Junkyu seperti tidak yakin.






"Kenapa menjemputku?" Tanya Jeongwoo sekali lagi. Masalahnya, ini sangat aneh. Junkyu bertingkah seolah-olah kejadian kemarin dan beberapa hari yang lalu tidak terjadi.





Bukankah yang lebih tua sedang menghindarinya?





"Huum. Kau lapar? Mau makan dakganjeong?" Ajak Junkyu pada Jeongwoo yang masih mencoba mencerna keadaan yang membingungkan.






"Tiba-tiba??"






Tanpa babibu, Junkyu menarik tangan Jeongwoo yang kewalahan. Jeongwoo bahkan tidak tahu apa yang harus ia perbuat saat ini. Terlalu tiba-tiba. Terlalu membingungkan





Tapi diam-diam juga dia menikmati bagaimana Junkyu tidak melepaskan genggaman tangannya, bercerita panjang lebar tentang bagaimana ia menemukan satu restoran ayam yang menurutnya sangat enak dan tiba-tiba saja kepikiran untuk mengajak Jeongwoo makan bersama.






Seperti benar-benar tidak peduli bahwa Jeongwoo, mungkin saja, pernah membuat pemuda Kim ini kebingungan dengan kata-katanya.





pit-a-pat

tbc

ritual dan sesajen pemanggilan selca jeongkyu berhasil. walaupun foto jaman teuday 😞🤲

[re-writing] pit-a-pat ; jeongkyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang