tujuh

811 155 15
                                    

pit-a-pat

tujuh: kebingungan




Junkyu membeku. Tangannya dalam genggaman Jeongwoo seperti mati rasa, tapi entah bagaimana ia masih bisa rasakan kehangatan dari yang lebih muda.




Manik Jeongwoo menatapnya dengan sungguh-sungguh. Seperti tidak ada kebohongan dalam setiap kata yang dilontarkan olehnya.




Jeongwoo tersenyum simpul. Rautnya berubah sedih. Junkyu hanya bisa diam, mengigit bibirnya. Terlalu terkejut dan bingung apa yang seharusnya ia lakukan atau katakan.




"Ayo pulang, sudah hampir jam 7 malam. Kau ingat aku anak di bawah umur, kan?" Jeongwoo terkekeh, menarik tangan Junkyu untuk berdiri.




Junkyu menatap tangannya yang masih dalam genggaman Jeongwoo. Kemudian ia menatap punggung yang lebih muda, berjalan sedikit di depan dengan genggaman yang mengerat.




"Maaf, hyung. Tapi..." helaan napas terdengar. "Izinkan aku untuk menggenggam tanganmu.." lanjut Jeongwoo tanpa menatap lawan bicaranya.





Junkyu masih tetap diam. Membiarkan Jeongwoo menuntun jalan mereka pulang dengan tangan hangat yang sedikit gemetaran.





Dan tahu-tahu saja mereka sudah sampai di depan pagar rumah. Jeongwoo membalikan tubuh. Tersenyum sambil melepaskan genggaman tangannya.





"Selamat malam, Hyung. Mimpi indah.."




Seperti tidak terjadi apa-apa. Seperti kata itu tidak pernah terlontar dari bibir yang lebih muda.




Jeongwoo melangkah mundur sambil melambai pelan, lalu meminta Junkyu untuk masuk ke dalam rumahnya terlebih dahulu.





Tapi Junkyu memilih diam. Ia menatap kedua manik Jeongwoo yang gemetaran. Mungkin, pemuda Park itu ingin menangis. Namun Junkyu juga tidak yakin akan hal itu.




"Jeongwoo.." panggil Junkyu pelan.





"Hm?"





"Gumawo.."




Jeongwoo rasakan nyeri pada ulu hatinya namun kemudian ia tersenyum kecil, menunduk lalu kembali menatap Junkyu dan mengangguk.





"Umm... kalau begitu aku masuk duluan, ya?" Tanya Jeongwoo pelan namun Junkyu dapat rasakan nadanya gemetar.




Junkyu menggigit bibir bagian dalam, menatap Jeongwoo yang buru-buru masuk ke dalam rumah.





".... Mimpi indah..." Ucap Junkyu pelan begitu sosok Jeongwoo tertelan pintu rumah.




.
.
.





Bruk.




Jeongwoo merebahkan tubuhnya. Menggigit bibir bawahnya. Ia memejamkan mata, menutup dengan lengannya.





Helaan napas terdengar kuat. Bahkan suara sang Mama yang mengajak makan malam ia abaikan. Pintu kamar ia kunci rapat dan lagu dengan tempo keras mulai mengalun menguasai kamar.





"Haaaaaaaaaaah..."





Ia mengambil ponselnya lalu mencari satu nomor untuk melakukan panggilan.




"Ada apa?"




"Ruto, kau di mana?"




Ruto diam sejenak lalu kembali menjawab, "rumah Yedam hyung,"





"Ah, sialan.." Jeongwoo mengumpat pelan, dibalas protes dari Haruto.





"Hei, kau kenapa huh? Tidak pernah kau mengumpat kepadaku seperti ini? Dan apaan suara musik berisik itu aku bahkan tidak bisa mendengarmu dengan jelas!"






"Hei, Ruto. Apa rasanya minum cola dengan mentos di dalam mulut?"





"KAU GILA???"



Jeongwoo tidak menjawab. Haruto juga memilih diam. Merasa yakin bahwa temannya ini sedang tidak baik-baik saja.




"dah,"




"Hei! Jeong--"





Tut.





Jeongwoo menatap ponselnya. Tangannya bermain dan berhenti pada satu kontak: Junkyu.





"Haaaaaaaah," ia kembali menghela napas panjang. Memejamkan mata, lalu entah bagaimana, dengan suara berisik yang menggelegar itu, ia terlelap dengan hati yang berdenyut nyeri.



.
.
.




"Kau baik?"




Junkyu hampir saja menjatuhkan pulpennya. Rasanya nyawanya melayang satu. Yoshi dan Jihoon menatapnya dengan tatapan aneh.



"Hyunjin dan Jongho sudah pergi ke kantin, kau menunggu apa?" Tanya Yoshi




Junkyu yang sadar bahwa di dalam kelas hanya tinggal mereka saja itu langsung buru-buru membereskan buku-bukunya.



"Maaf maaf, aku sedikit mengantuk.." ujarnya pelan lalu tak berapa lama siap untuk ikut dengan kedua sahabatnya.




Jihoon memperhatikan Junkyu yang nampak benar-benar berbeda dengan kemarin. Anak itu memang suka bengong, tapi kali ini dia lebih dari bengong. Entahlah, tidak terdefinisi.





"Kau berkelahi dengan Jeongwoo?"





Junkyu hampir saja ditabrak Yoshi yang berjalan di belakangnya. Ia tiba-tiba berhenti berjalan membuat Jihoon dan Yoshi kebingungan.





"Bukannya kalian pulang dengan hati gembira kemarin?" Tanya Jihoon mencoba memastikan.




"A-Aku..." Junkyu menggigit bibirnya, lalu ia menghela napas dalam.






"Junkyu..."






"Ah! Tidak tahu! Aku akan cerita semuanya!"




pit-a-pat

tbc

[re-writing] pit-a-pat ; jeongkyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang